PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan anak ?
2.
Apa saja karakteristik
anak didik ?
3.
Bagaimana hubungan
perkembangan dengan belajar anak ?
4.
Bagaimana anak dan
kehidupan sekolah ?
5.
Bagaimana iteligensi
dan keberhasilan anak disekolah ?
6. Bagaimana anak berbakat dan intervensi dini ?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan anak
2.
Untuk mengetahui apa
saja karakteristik anak didik
3.
Untuk mengetahui
bagaimana hubungan perkembangan dengan belajar anak
4.
Untuk mengetahui
bagaimana anak dan kehidupan sekolah
5.
Untuk mengetahui
bagaimana iteligensi dan keberhasilan anak disekolah
6. Untuk mengetahui bagaimana anak berbakat dan intervensi dini
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pertumbuhan dan Perkembangan anak
Menurut Sunarto (1999) dalam kehidupan anak ada dua proses yang
beroperasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang
menggunakan istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan” secara bergantian. Kedua
proses ini berlangsung secara interdepensi, artinya saling bergantung satu sama
lain. Kedua proses ini tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang secara
pilah berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih
memperjelas penggunaannya.
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan “kuantitatif” yang menyangkut
peningkatan ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang
berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu
tertentu. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari
konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam
bentuk proses aktif secara berkesinambungan.
Hasil pertumbuhan antara lain berwujud bertambahnya ukuran-ukuran
kuantitatif badan anak, seperti tinggi, berat dan kekuatannya. Begitu pula
pertumbuhan akan mencakup perubahan yang makin sempurna tentang sistem jaringan
saraf dan perubahan-perubahan struktur jaringan lainnya. Dengan demikian,
pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses perubahan dan proses pematangan
fisik.
Pertumbuhan yang menyangkut perubahan sangat dipengaruhi oleh aspek
tertentu yang saling berhubungan. Aspek-aspek yang mempengaruhi pertumbuhan
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Anak sebagai keseluruhan
2. Umur mental anak mempengaruhi pertumbuhannya
3. Permasalahan tingkah laku sering berhubungan
dengan pola-pola pertumbuhan
4. Penyesuaian pribadi dan sosial mencerminkan
dinamika pertumbuhan
2. Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar
Menurut Nasutiaon (1993: 44) masa usia sekolah dasar sebagai masa
kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira
sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah
dasar, dan dimulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah
sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai “masa
sekolah”, oleh karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima
pendidikan formal. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa usia sekolah adalah masa
matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah.
Sebagai hasil pemberian bantuan yang diberikan keluarga, dan taman
kanak-kanaknya, pada masa ini anak telah mengalami perkembangan-perkembangan
yang membantu anak untuk dapat menerima bahan yang diajarkan oleh gurunya.
Dalam masa usia sekolah ini, anak sudah siap menjelajahi lingkungannya. Ia
tidak puas lagi sebagai penonton saja, ia ingin mengetahui lingkungannya, tata
kerjanya, bagaimana perasaan-perasaan dan bagaimana ia dapat menjadi bagian
dari lingkungannya.
Pada masa keserasian bersekolah ini secara relative anak-anak lebih mudah
dididik dari pada masa sebelum dan sesudah. Masa ini menurut Suryobroto dapat
diperinci menjadi dua fase, yaitu : (1) Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar,
kira-kira umur 6 atau 7 sampai umur 9 atau 10 tahun dan (2) Masa kelas-kelas
tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9 atau 10 sampai kira-kira 12 atau 13
tahun.
3.
Hubungan Perkembangan dengan Belajar anak
Dalam belajar yang terlihat bukan hanya fisik, tetapi diikuti oleh proses
mental. Kegiatan fisik mempunyai arti penting dalam kegiatan belajar. Sisi ini
tidak hanya sebagai penopang kegiatan belajar, tetapi juga berperan untuk
mendapatkan keterampilan-keterampilan tertentu. Keberhasilan anak melewati fase
pertumbuhan fisik membuat anak menjadi orang yang siap secara fisik.
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade
(dua dasawarsa) sejak ia lahir. Lonjakan perkembangan terjadi pada masa anak
menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada
saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian jasmani seperti kepala dan otak
yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang (tidak secepat badan dan
kaki), mulai menunjukkan perkembangan yang cukup berarti bagian-bagian lainnya
menjadi matang. (Muhibbin Syah, 1999: 13)
Pada mulanya anak yang baru dilahirkan memiliki sedikit sekali kendali
terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya. Karenanya tubuhnya terlihat selalu
bergerak-gerak dengan sikap tertentu. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya
anak dapat mengendalikan aktivitas alat-alat jasmaninya itu sesuai keinginan.
Ketika anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur enam/tujuh tahun
hingga dua belas/tiga belas tahun, perkembangan fisiknya mulai tampak
benar-benar proporsional (berkesinambungan).
Selain perkembangan fisik yang mempengaruhi belajar anak, yang tidak
kalah penting mempengaruhi belajar anak adalah perkembangan kognitif. Istilah
kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya knowing
berarti mengetahui. Dalam arti luas, kognitif (kognisi) adalah perolehan,
penataan dan penggunaan pengetahuan.
Sebagian besar psikolog, terutama ahli psikologi kognitif berkeyakinan
bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia lahir.
Berdasarkan hasil-hasil riset kognitif disimpulkan bahwa semua bayi sudah
berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang berasal dari penglihatan,
pendengaran dan informal-informal lain yang diserap melalui indra-indranya,
asalkan otaknya tidak cacat atau berelainan otak.
Melalui pancaindra anak melakukan aktivitas kognitif untuk mendapatkan
pengalaman langsung dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan sosialnya. Dalam
belajar, semakin baik struktur yang dilakukan oleh anak, maka semakin mapanlah
penguasaan anak atas bahan pelajaran yang telah dikuasai. Bila suatu ketika
pengetahuan itu diperlukan, mudahlah bagi anak untuk mengingatnya kembali. Agar
struktur kognitif dapat dibentuk dengan baik didalam memori, anak dapat
menggunakan “jembatan logika” dalam belajar.
Kemampuan berpikir anak dipengaruhi kapasitas
inteligensi sebagai potensi yang bersifat bawaan. Kualitas inteligensi anak
mempengaruhi kemampuan anak untuk membentuk struktur kognitif. Inteligensi.
4.
Anak dan Kehidupan Sekolah
Permulaan anak memasuki lingkungan sekolah, maka pada waktu itulah
permulaan anak mengenal sekolah. Anak akan mengenal sekolah sebagai tempat
berkumpulnya anak-anak dari berbagai latar belakang kehidupan. Anak yang pada
mulanya belum saling mengenal antara yang satu dengan yang lainnya, beberapa
hari kemudian sudah saling mengenal dalam ruang lingkup pergaulan yang
terbatas. Hanya anak-anak tertentu yang dikenal oleh anak, terutama anak-anak
sekelasnya. Rasa kesendirian mulai menjauhi anak dan berubah menjadi kehidupan
sekolah yang menyenangkan. Begitulah perubahan pergaulan sosial anak disekolah.
Pada permulaan sekolah lebih banyak menuntut anak untuk mengembangkan
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Anak harus pandai beradaptasi
dengan anak-anak lain, anak harus beradaptasi dengan ruang belajarnya, anak
harus mengenal gurunya sebagai figur yang wajib digugu, ditiru dan dihormati
sampai kapanpun juga.
Tidak seperti dirumah dengan pendidikan yang berjalan secara kodrati dan
alamiah berdasarkan hubungan darah, di sekolah semua kegiatan diatur dengan
sebuah rencana yang sistematis dan terpadu dalam pembentukan kepribadian anak
dan sangat berguna bagi kehidupan anak dikemudian hari.
5.
Inteligensi dan Keberhasilan Anak di Sekolah
Inteligensi anak merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan
berhasil tidaknya anak belajar sekolah. Dengan kata lain, inteligensi dianggap
sebagai faktor yang menentukan berhasil tidaknya anak sekolah.
Pernyataan diatas memang beralasan, karena pada kasus-kasus tertentu
sering ditemukan bahwa anak dengan inteligensi yang rendah, dibawah rata-rata
normal, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar. Karena cara berpikirnya
lambat, anak pun mengalami kesukaran beradaptasi dengan teman-teman sekelasnya.
Rendahnya prestasi belajar yang anak dapatkan tidak dapat dihindari. Oleh
karena itulah, anak dengan inteligensi yang rendah ditempatkan dikelas-kelas
khusus dengan pelayanan khusus pula.
Meski kapasitas inteligensi yang berada pada dua kutub yang ekstrem diatas
diakui hingga sekarang, namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wellman (1945) terhadap 50 kasus studi, seperti dikutip Sunarto (1999: 107),
telah disimpulkan bahwa pengalaman sekolah mempengaruhi perkembangan
inteligensi.
Tiga unsur penting dalam keluarga yang amat berpengaruh terhadap
perkembangan inteligensi anak yang ditemukan dalam penelitian itu, yaitu :
1.
Jumlah buku, majalah, dan materi belajar lainnya yang terdapat dalam
lingkungan keluarga.
2.
Jumlah ganjaran dan pengakuan yang diterima anak dari orang tua atas
prestasi akademiknya.
3.
Harapan orang tua akan prestasi akademik anaknya.
6. Anak Berbakat dan
Intervensi Dini
Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating. Dengan demikian,
sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat (aptitude) dalam arti
berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan
kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu mirip dengan
inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas (superior)
atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented
child, yakni anak berbakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, bakat diartikan sebagai kemampuan
individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya
pendidikan dan latihan. Tak dapat disangkal bahwa bakat dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya prestasi belajar anak pada bidang-bidang studi tertentu.
Disekolah dengan sistem klasikal, diantara anak yang mayoritas
berinteligensi normal, mungkin ada satu atau dua orang anak cerdas dan anak
sangat berbakat (IQ 140 ke atas). Mungkin juga ada anak yang berkecerdasan
dibawah batas rata-rata anak yang berlainan kapasitas inteligensi ini tentu
saja tidak sama. Sebaliknya, untuk menolong anak yang mempunyai kecerdasan
dibawah normal, dapat dibantu dengan cara menurunkan kekelas yang lebih rendah.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan “kuantitatif” yang menyangkut peningkatan
ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis
sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung
secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu.
Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik
(keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif
secara berkesinambungan.
Menurut Nasutiaon (1993: 44) masa usia sekolah dasar sebagai masa
kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira
sebelas atau dua belas tahun. Para guru mengenal masa ini sebagai “masa
sekolah”, oleh karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima
pendidikan formal. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa usia sekolah adalah masa
matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta
Sunarto. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Posting Komentar untuk "Makalah Psikologi anak "