MAKALAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DAN BARAT



Nama               : Heri Heryadi
NIM                 : 2012.1.010
Semester          : 3 (tiga)
Mata Kuliah     : Akuntansi Syariah 1
Dosen              : Ali Nurdin Anwar Sanusi,Lc., M.E.I


PEMIKIRAN EKONOMI IBNU TAIMIYAH (1263 M/661 H – 1328 M/728 H)

A.   Fungsi Uang dan Perdagangan Uang
Dalam hal uang, beliau menyatakan bahwa fungsi utama uang adalah sebagai alat pengukur nilai dan sebagai media untuk memperlancar pertukaran barang. Hal itu sebagaimana yang beliau ungkapan sebagai berikut:
Atsman (harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang(dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang-barang )mi’yar al-amwalyang dengannya jumlah nilai barang-barang )maqadir al-amwal( dapat diketahui, dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri.
Pada kalimat terakhir pernyataannya tersebut )…dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri(, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh Al-Ghazali, menunjukkan bahwa beliau menentang bentuk perdagangan uang untuk mendapatkan keuntungan. Perdagangan uang berarti menjadikan uang sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan, dan ini akan mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya. Terdapat sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai alat untuk melakukan transaksi, bukan diperlakukan sebagai komoditas, {1}uang tidak mempunyai kepuasan intrinsik  yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia secara langsung.Uang harus digunakan untuk membeli barang dan jasa yang memuaskan kebutuhanSedangkan komoditi mempunyai kepuasan intrinsik, seperti rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai. Oleh karena itu uang tidak boleh diperdagangkan dalam Islam, {2} komoditas mempunyai kualitas yang berbeda-beda, sementara uang tidak. Contohnya uang dengan nominal Rp100.000,00 yang kertasnya kumal nilainya sama dengan kertas yang bersih. Hal itu berbeda dengan harga mobil baru dan mobil bekas meskipun model dan tahun pembuatannya sama, dan {3}komoditas akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli. Misalnya kita akan memilih sepeda motor tertentu yang dijual di showroom.Sementara uang tidak mempunyai identitas khusus, kita dapat membeli mobil tersebut secara tunai maupun cek. Penjual tidak akan menanyakan bentuk uangnya seperti apa. Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi, sehingga yang ada adalah bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang untuk ditukar dengan barang.
Apabila uang dipertukarkan dengan uang yang lain, maka pertukaran tersebut harus dilakukan secara simultan (taqabud(, dan tanpa penundaan (hulul). Apabila dua orang saling mempertukarkan uang dengan kondisi di satu pihak membayar tunai sementara pihak lainnya
berjanji membayar di kemudian hari, maka pihak pertama tidak akan dapat menggunakan
 uang yang dijanjikan untuk bertransaksi hingga benar-benar uang tersebut dibayar, sehingga sebenarnya pihak pertama telah kehilangan kesempatan. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah hal itulah yang menjadi alasan mengapa Rasulullah Sawmelarang jenis transaksi seperti ini.

B.   Pencetakan Uang sebagai Alat Tukar Resmi
Ibnu Taimiyah hidup pada zaman pemerintahan Bani MamlukPada saat itu harga-harga barang ditetapkan dalam Dirham, yaitu mata uang peninggalan Bani Ayyubi. Karena desakan kebutuhan masyarakat terhadap mata uang dengan pecahan lebih kecil, maka Sultan Kamil Ayyubi memperkenalkan mata uang baru yang berasal dari tembaga yang disebut dengan Fulus. Dirham ditetapkan sebagai alat transaksi besar, dan Fulus digunakan untuk transaksi-transaksi dalam nilai kecil.Inilah yang kelak kemudian menginspirasi pemerintahan Sultan Kitbugha dan Sultan Dzahir Barquq untuk mencetak Fulus dalam jumlah sangat besar dengan nilai nominal yang melebihi kandungan tembaganya (intrinsic value(. Akibatnya kondisi perekonomian semakin memburuk, karena nilai mata uang menjadi turun. Berkenaan dengan adanya fenomena penurunan nilai mata uang tersebut, Ibnu Taimiyah berpendapat sebagai berikut :
Penguasa seharusnya mencetak fulusmata uang selain emas dan perak) sesuai dengan nilai yang adil (proporsional) atas transaksi masyarakat, tanpa menimbulkan kezaliman terhadap mereka.
Dari yang beliau nyatakan tersebut, dapat dipahami bahwa beliau melihat adanya hubungan antara jumlah uang yang beredar di masyarakat, total volume transaksi yang dilakukan, dan tingkat harga produk yang berlaku. Pernyataan dalam kalimat pertama (penguasa seharusnya mencetak Fulus sesuai dengan nilai yang adil (proporsional(atas transaksi masyarakat( dimaksudkan untuk menjaga harga agar tetap stabilMenurutnya, nilai intrinsik mata uang harus sesuai dengan daya beli masyarakat di pasar sehingga tidak seorang pun, termasuk pemerintah dapat mengambil untung dengan melebur uang dan menjualnya dalam bentuk logam lantakan, atau mengubah logam tersebut menjadi koin dan memasukkannya dalam peredaran mata uang, karena sifat-sifat alamiah uang yang termasuk kategori token money, semakin sulit bagi pemerintah untuk menjaga nilai uang. Yang dapat dilakukan pemerintah adalah tidak mencetak uang selama tidak ada kenaikan daya serap sektor riil terhadap uang yang dicetak tersebutMelalui teori kuantitas uangnya Irving Fisher di atas, hal ini dapat dijelaskan melalui persamaan  : MV PT.
Dimana M (Money)adalah jumlah uang beredar, V (Velocity)adalahkecepatan uang beredar, P(Price(adalah tingkat harga produk dan T(Trade)adalah nilai produk yang diperdagangkanApabila pemerintah setiap kali butuh uang melakukan pencetakan mata uang tanpa memperhatikan daya serap sektor riil, maka jumlah uang beredar di masyarakat, M akan meningkatSementara bila V dan T tidak mengalami perubahan, dalam persamaan di atas agar sisi kanan sama dengan sisi kiri, maka otomatis P akan naikDengan kata lain, konsekuensi naiknya M akan mengakibatkan harga-harga produk mengalami kenaikan(tidak stabil(, yang berarti terjadi inflasi yang meningkat.

C.   Implikasi Penerapan Lebih dari Satu Standar Mata Uang
Setelah sadar akan kesalahan yang dilakukannya, Sultan Kitbugha menetapkan bahwa
nilai Fulus ditentukan berdasarkan beratnya, dan bukan berdasarkan nilai nominalnyaNamun pencetakan Fulus dalam jumlah besar masih dilakukan oleh Sultan Dzahir Barquq dengan mengimpor tembaga dari negara-negara EropaUntuk mendapatkan tembaga saat itu memang sangat mudah dan murahDi tengah penggunaan Fulus secara luas pada masyarakat, pada saat yang bersamaan penggunaan Dirham semakin sedikit dalam kegiatan transaksiDirham semakin menghilang dari peredaran dan inflasi semakin melambung yang ditandai dengan semakin meningkatnya harga-harga produkDampak pemberlakuan Fulus sebagai mata uang resmi adalah terjadinya kelaparan sebagai akibat inflasi keuangan yang mendorong naiknya hargaPersoalan kelaparan ini diungkapkan Al-Maqrizi dalam kitabnya Ightsatul Ummah bi Kayfi Al-Ghummah sebagai berikut :
Ketahuilah, semoga Allah memberi taufiq kepadamu untuk mendengarkan kebenaran dan memberi ilham kepadamu nasehat makhluk, bahwa sudah jelas seperti yang telah lewat, rusaknya perkara adalah karena perncanaan yang buruk bukan karena naiknya harga-hargaJikalau mereka yang dibebankan oleh Allah untuk mengatur perkara hamba mendapat taufiq lalu mengembalikan interaksi ekonomi kepada bentuk sebelumnya menggunakan emas saja dan mengembalikan harga-harga barang dan nilai pembayaran kepada dinar atau kepada apa yang terjadi setelah itu, yakni transaksi menggunakan perak yang dicetak, maka pada keadaan yang demikianlah pertolongan kepada umat, perbaikan persoalan-persoalan, dan kesadaran terhadap kerusakan yang sudah mencapai tahap kehancuran iniLebih jelas dari itu bahwa mata uang apabila dikembalikan pada bentuknya yang semula, dan orang yang mendapatkan uang dari pajak bumi, atau sewa bangunan, atau pegawai pemerintahan, atau pembayaran jasa, dia mendapatkannya dalam bentuk emas atau perak sesuai dengan apa dilihat oleh mereka yang mengurus persoalan publicPada saat sekarang dengan beragamnya kondisi apabila diberlakukan emas dan perak, tentunya semua transaksi tidak ditemukan lagi penipuan sama sekali, karena semua harga yang berlaku diukur berdasarkan emas dan perakNamun ada beberapa sebab yang menjadi harga menjdi naik, yaitu, pertama, rusknya cara pandang orang yang ditugaskan untuk memikirkan hal itu dan kebodohannya dalam mengatur persoalanIni penyebab utama kebanyakannyaKedua, musibah yang menimpa sesuatu sehingga persediaan menjadi sedikit seperti yang terjadi pada daging sapi yang tertimpa kematian missal pada tahun 808, dan yang terjadi pada gula karena kurangnya tebu dan perasannya pada tahun 807 dan 808dan ini hanya penyebab kecil dibandingkan sebab pertama.
Selanjutnya, Dirham juga mengalami perubahan komposisi kandungan pada zaman pemerintahan NasirSatu Dirham yang semula mengandung 2/3 perak dan 1/3 tembaga, sekarang menjadi terdiri atas 1/3 perak dan 2/3 tembagaPada saat pemerintahan di bawah cucu Nasir, yaitu Nasir Hasan (1358 M (pemerintah menetapkan keputusan bahwa Fulus yang sedang beredar di masyarakat dinyatakan tidak berlaku lagi, dan pemerintah mengeluarkan mata uang baru sebagai penggantinyaMerespon berbagai kebijakan uang yang dilakukan oleh penguasa pada saat itu, Ibnu Taimiyah menyatakan :
Apabila penguasa membatalkan penggunaan mata uang tertentu dan mencetak jenis mata uang yang lain bagi masyarakat, hal ini akan merugikan orang-orang kaya yang memiliki uang karena jatuhnya nilai mata uang lama menjadi hanya sebuah barangIa berarti telah melakukan kezaliman karena menghilangkan nilai tinggi yang semula mereka miliki.
Beliau menyarankan agar penguasa tidak membatalkan masa berlaku suatu mata uang yang sedang berada di tangan masyarakat.Ketika pemerintah menyatakan tidak berlaku lagi atas mata yang dipegang masyarakat, yang berarti uang diperlakukan sebagai barang biasa yang tidak mempunyai nilai yang sama dibandingkan dengan ketika berfungsi sebagai uang, maka masyarakat sangat dirugikan dalam hal iniDaya beli masyarakat secara langsung akan terpangkas drastis karena terjadi penurunan nilai asetnya dengan adanya kebijakan tersebut.
Menurutnya, penciptaan mata uang dengan nilai nominal yang lebih besar daripada nilai intrinsiknya, dan kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli emas, perak atau benda berharga lainnya dari masyarakat akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai mata uang serta akan menyebabkan inflasi serta pemalsuan uangBeliau menganggap bahwa perdagangan mata uang sebagai bentuk kezaliman terhadap masyarakat dan bertentangan dengan kepentingan umum.Dalam masalah ini Ibnu Taimiyah mengungkapkan :
Lebih daripada itu, apabila nilai intrinsik mata uang tersebut berbeda, hal ini akan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi para penjahat untuk mengumpulkan mata uang yang buruk dan menukarkanya dengan mata uang yang baik, dan kemudian mereka akan membawanya ke daerah lain dan menukarkannya dengan mata uang yang buruk di daerah tersebut untuk dibawa kembali ke daerahnyaDengan demikian, nilai barang-barang masyarakat akan menjadi hancur.
Ibnu Taimiyah menyarankan kepada penguasa agar tidak mempelopori bisnis mata uang dengan cara membeli tembaga serta mencetaknya menjadi uang, dengan kata lain mengambil untung dari hasil mencetak uang (seignorage( Saran beliau cukup beralasan, karena setiap pemerintah butuh uang kemudian dengan seenaknya mencetak uang, apalagi nilai nominal mata uang tersebut lebih kecil daripada nilai intrinsiknya, maka kondisi tersebut akan memicu inflasi yang tinggiPada saat inflasi tinggi, ketika jumlah uang beredar berlebihan, sementara pendapatan masyarakat nominal tidak bertambah, maka pendapatan riil masyarakat akan menurun, yang berarti masyarakat menjadi semakin miskinSungguh memprihatinkan, dan tidak ada artinya ketika pendapatan penguasa/pemerintah meningkat hasil menikmati keuntungan )selisih antara nilai nominal dan nilai intrinsik mata uang Fulus(, namun di sisi lain pendapatan riil masyarakat secara umum semakin berkurangPenguasa juga harus mencetak uang sesuai dengan nilai riilnya tanpa bertujuan untuk mencari keuntungan apapun agar kesejahteraan masyarakat tetap terjamin.
Di bagian akhir pernyataan beliau di atas, dinyatakan bahwa uang dengan kualitas buruk akan menyingkirkan uang dengan kualitas baik dari peredaranHal itu akibat beredarnya mata uang lebih dari satu jenis pada saat itu dengan nilai kandungan logam mulia yang berbeda.Sebagaimana dinyatakan di atas, bahwa 1 Dirham yang semula mengandung 2/3 perak dan 1/3 tembaga, sekarang menjadi terdiri atas 1/3 perak dan 2/3 tembagaMasyarakat yang masih memegang Dinar dan Dirham lama termotivasi untuk menukar uangnya tersebut dengan produk-produk dari luar negeri karena akan mendapatkan jumlah produk yang lebih banyak atau lebih menguntungkanSelanjutnya, makin banyak masyarakat beralih pada penggunaan Fulus sebagai alat transaksi.Akibatnya, peredaran Dinar sangat terbatas, Dirham berfluktuasi, bahkan kadang-kadang menghilangSementara Fulus beredar secara luas.Banyaknya Fulus yang beredar akibat meningkatnya kandungan tembaga dalam mata uang Dirham mengakibatkan sistem moneter pada waktu itu tidak stabil.

Ungkapan Al-Maqrizi berikut ini akan memperjelas kondisi tersebut :
Ketika pada masa Mahmud bin Ali, penanggung jawab raja Al-Dzahir Barquq—semoga Allah merahmatinya—memperbanyak uang tembagaPencetakan uang tembaga terus berlanjut beberapa tahun sedangkan orang asing membawa dirham-dirham yang ada di Mesir ke negeri mereka, dan penduduk negeri meleburnya untuk dimanfaatkan sehingga berkurang dan bahkan hamper punah )habis(dan uang tembaga beredar secara luas sehingga seluruh barang jualan dihitung dengannya.
Dia (Al-Dzahir Barquq( membangun gedung percetakan uang tembaga di Alexandria sehingga uang tembaga semakin banyak di tangan orang-orang dan beredar luas karena itu menjadi mata uang dominan di negeri iniDirham semakin berkurang karena dua sebabpertama, sama sekali tidak dicetak lagiKedua, orang-orang melebur dirham untuk dijadikan perhiasan.
Fenomena yang diamati, dianalisis yang kemudian dinyatakan secara tertulis oleh Ibnu Taimiyah di atas dan disempurnakan oleh Al-Maqrizi, ternyata sekitar 1.000 tahun kemudian dengan situasi dan kondisi sedikit berbeda fenomena sejenis terjadi di Amerika (1782-1834Pada waktu itu Amerika mempertahankan kurs mata uang emas dan perak sebesar 1 15, meskipun nilai mata uang emas di negara-negara Eropa menguat berkisar pada kurs 1 15,5 hingga 1 16,6Akibatnya, mata uang emas Amerika mengalir ke Eropa, dan sebaliknya mata uang perak membanjiri AmerikaFenomena itulah yang diamati oleh Thomas Gresham (1857M(dan dia nyatakan dengan bahasanya bahwa, “uang dengan kualitas rendah menendang ke luar uang berkualitas baik”.Pernyataan itu sangat dimungkinkan terinspirasi pemikiran Ibnu Taimiyah dan Al-Maqrizi mengingat karya kedua pemikir Islam tersebut hingga kini masih dapat dibacaNamun pernyataan itulah yang kelak di kemudian hari dikenal sebagai Hukum Gresham yang sangat terkenal dan sering dikutip hampir semua buku teks ekonomi konvensional, dan tanpa pernah menyebutkan bahwa Ibnu Taimiyah jauh sebelumnya pernah menyatakan hal serupa.
Lebih jauh beliau menyarankan agar gaji para pegawai hendaknya dibayar dari perbendaharaan negara (baitul mal(Saran beliau tersebut setidaknya dapat dijelaskan sebagai berikut, pembayaran gaji yang diambilkan dari hasil pencetakan mata uang akan menimbulkan kenaikan penawaran uang, sedangkan pembayaran yang berasal dari perbendaharaan negara berarti menggunakan uang yang telah ada dalam peredaran, yang berarti juga dapat menambah harta perbendaharaan negara melalui kharaj dan sumber pendapatan negara lainnya.
Pemikiran Ekonomi
            Pemikiran Ibnu Taimiyah banya diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu’Fatwa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syar’iyyah fil Islhlah ar-Ra’I wa ar-Ra’iyah dsan al-Hisbah fi al-Islam.


PEMIKIRAN EKONOMI PLATO DAN ARISTOTELES


A.      Sejarah Pemikiran Ekonomi Plato
Filosof Yunani kuno Plato tak pelak lagi cikal bakal filosof politik Barat dan sekaligus dedengkot pemikiran etika dan metafisika mereka. Pendapat-pendapatnya di bidang ini sudah terbaca luas lebih dari 2300 tahun. Tak pelak lagi, Plato berkedudukan bagai bapak moyangnya pemikir Barat.
Plato dilahirkan dari kalangan famili Athena kenamaan sekitar tahun 427 SM. Di masa remaja dia berkenalan dengan filosof kesohor Socrates yang jadi guru sekaligus sahabatnya. Tahun 399 SM, tatkala Socrates berumur tujuh puluh tahun, dia diseret ke pengadilan dengan tuduhan tak berdasar berbuat brengsek dan merusak akhlak angkatan muda Athena. Socrates dikutuk, dihukum mati. Pelaksanaan hukum mati Socrates –yang disebut Plato “orang terbijaksana, terjujur, terbaik dari semua manusia yang saya pernah kenal”– membikin Plato benci kepada pemerintahan demokratis.
Tak lama sesudah Socrates mati, Plato pergi meninggalkan Athena dan selama sepuluh-duabelas tahun mengembara ke mana kaki membawa.
Sekitar tahun 387 SM dia kembali ke Athena, mendirikan perguruan di sana, sebuah akademi yang berjalan lebih dari 900 tahun. Plato menghabiskan sisa umurnya yang empat puluh tahun di Athena, mengajar dan menulis ihwal filsafat. Muridnya yang masyhur, Aristoteles, yang jadi murid akademi di umur tujuh belas tahun sedangkan Plato waktu itu sudah menginjak umur enam puluh tahun. Plato tutup mata pada usia tujuh puluh.
Plato percaya bahwa bagi semua orang, entah dia lelaki atau perempuan, mesti disediakan kesempatan memperlihatkan kebolehannya selaku anggota “guardian”. Plato merupakan filosof utama yang pertama, dan dalam jangka waktu lama nyatanya memang cuma dia, yang mengusulkan persamaan kesempatan tanpa memandang kelamin. Untuk membuktikan persamaan pemberian kesempatannya.
Gagasan Plato tentang ekonomi timbul secara tidak sengaja dari pemikirannya tentang keadilan dalam sebuah negara ideal.
Menurut Plato dalam sebuah negara ideal kemajuan tergantung pada pembagian kerja yang timbul secara alamiah dalam masyarakat, Plato juga membedakan 3 jenis pekerjaan yang dilakukan oleh manusia yaitu, pekerjaan sebagai tentara, pekerjaan sebagai pengatur, dan pekerjaan sebagai pekerja.
Plato juga mengatakan bahwa lapisan masyarakat yang berhak untuk mengejar laba dan mengumpulkan harta adalah kelompok pekerja. Sedangkan kelompok pengatur dan tentara mereka bekerja bukan untuk mengumpulkan harta dan kekayaan, tetapi hanya mengabdi  dan memikirkan pekerjaan mereka. Dengan pembagian kerja dan pembatasan waktu tersebut maka hawa nafsu manusia untuk memperoleh barang dan harta yang sebesar-besarnya dapat dikendalikan, sehingga diharapkan akan tercipta suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Hal lain yang dikemukakan Plato adalah tentang keharusan penganekaragaman pekerjaan dalam masyarakat, sehingga mereka tidak perlu membuat segala sesuatu untuk dengan sendirinya  karena memang tidak mungkin memenuhi kebutuhannya sendiri.

       B. Sejarah Pemikiran Ekonomi Aristoteles
Aristoteles dilahirkan di Stagyra di Thrace, kurang lebih tahun 384 SM. Ayahnya mewarisi kedudukan sebagai dokter pribadi raja Makedonia. Pada umur delapan belas tahunan aristoteles belajar dari plato; ia belajar di akademi hampir dua puluh tahun sampai wafatnya plato tahun 348-7 SM. Dan terkenal sebagai “Bapak Logika”, ( logika, fisika, metafisika, dan etika ).
 Gagasan antara Plato dan Aristoteles terhadap perbudakan, Aristoteteles bukanlah pendukung kesetaraan yang mana ketika Aristoteles mengembangkan ajaran filsafat tentang etika. Etika Aristoteles pada dasarnya sama dengan etika Socrates dan Plato.
Bila dibandingkan Plato membela anggapan,  bahwa mereka yang ditugaskan untuk memimpin negara harus menguasai ilmu hitung. Sedangkan Aristoteles yang lebih cenderung kearah pandangan filsafat sejarah daripada masalah-masalah kemasyarakatan. Agaknya disini sudah mulai terlihat perbedaan faham antara Ekonomi literal dan Ekonomi kuantitatif , misalnya pada Quesney dapat kita melihat suatu  kecenderungan yang jelas kearah pandangan kuantitatif, sedangkan pada Adam Smith terlihat kecenderungan kearah pandangan filsafat sejarah.
Kini analisa kuantitatif makin lama makin mencapai kemenangan. Dalam bukunya “Negara”, Aristoteles membedakan ; oikonomie (yang mempelajari cara-cara mengatur rumah tangga) dan Chrematistie (yang mempelajari aturan-aturan pertukaran). Dan sebenarnya dapat pula dianggap sebagai pelopor Ekonomi Teoritika.
Menurut Aristoteles, kepala keluarga berusaha agar terdapat pemenuhan kebutuhan sebaik-baiknya dalam lingkungan rumah tangganya. Bilamana Oikos (rumah tangga) yang satu, mempunyai benda tertentu dalam jumlah lebih, maka adalah logis bahwa benda tersebut ditukar dengan benda-benda surplus oikus lainnya.
Begitu pula Aristoteles mengadakan perbedaan antara nilai pakai dan nilai tukar dengan manyatakan bahwa sepasang sepatu dapat digunakan (dipakai), tetapi dapat pula digunakan untuk ditukar. Anggapan selanjutnya adalah bahwa baik uang maupun pertukaran yang dimungkinkan oleh uang adalah esensial bagi kehidupan masyarakat. (kita dapat membayangkan sendiri kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh suatu barter ekonomi).
Aristoteles menguraikan uang sebagai benda yang semula diidamkan oleh setiap orang, karena kemungkinan penggunaan-penggunaan yang langsung, dan dengan diterima sebagai suatu alat pertukauran, disebabkan karena semua orang mempunyai kepastian bahwa uag tersebut dapat dialihkan pihak lain, akan tetapi ia menekankan bahwa usaha untuk mencapai uang janganlah dijadikan tujuan.
Seperti halnya dalam hubungan membeli dan menjual, bahkan secara lebih spesifik dalam hal meminjamkan uang dengan mendapat bunga modal. Pendangan modern kini adalah bahwa ilmu ekonomi, merupakan sebuah ilmu pengetahuan otonom.
Ilmu pengetahuan sosial kni bersifat faktual secara teknis. Sedangkan konsepsi kuno, pada garis besarnya bersifat filosofis, artinya diorientasikan kearah keseluruhan, dan ditujukan kearah usaha untuk menentukan suatu metode guna mengorganisasi masyarakat dengan bijaksana.




                                                                                          

Posting Komentar untuk "MAKALAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DAN BARAT"