Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi
al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari
seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf
adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan
dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik
dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur
ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang
ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3)
tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah
mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan
terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan
ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan
jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari
berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan
bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
A. Tasawuf
Definisi tasawuf satu dengan yang lainnya berbeda-beda
tergantung dari sisi mana si pakar tadi meninjaunya. Ada yang melihat dari sisi
sejarah kemunculannya, ada yang melihat dari sisi fenomenan sosial di abad
klasik dan pertengahan, juga ada yang melihatnya dari sisi substansi ajarannya
dan ada juga yang melihat dari sisi tujuannya.
1. Asal-usul Tasawuf
Teori pertama menyatakan bahwa secara etimologis tasawuf
diambil dari kata “Suffah” yaitu sebuah tempat di mesjid Rasulullah Saw.
(Mesjid Nabawi) yang dihuni oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud yang
konsentrasi beribadah kepada Allah sambl menimba ilmu dari Rasulullah. Teori
kedua, menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata “sifat” dengan alasan bahwa
para sufi suka membahas sifat-sifat Allah sekaligus mengaplikasikan sifat-sifat
Allah tersebut dalam perilaku mereka sehari-hari. Teori ketiga berpendapat bahwa
kata “tasawuf” daiambil dari akar kata “sufah” artinya selembar bulu, sebab
para sufi dihadapan Tuhannya merasa begaikan selembar bulu yang terpisah dari
kesatuannya yang tidak mempunyai nilai apa-apa. Teori keempat menyatakan bahwa
“tasawuf” diambil dari kata “shofia” yang artinya al-hikmah (bijaksana) sebab
para sufi selalu mencari hikmah ilahiyah dalam kehidupannya. Teori kelima,
sebagaimana dikemukakan oleh al-Busti seorang fakar tasawuf, menyatakan bahwa
taswuf berasal dari kata “as-safa” yang artinya suci, bersih dan murni, sebab
para sufi membersihkan jiwanya hingga berada dalam kondisi suci dan bersih. Ada
juga teori yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata “suf” yang
artinya bulu domba (wool), dengan argumentasi wool kasar yang terbuat dari bulu
binatang sebagai tanda kesederhanaan hidup mereka.
Diantara berbagai pendapat tenang asal usul “taswuf” menrut
Ahmad as-Sirbasi, pendapat al-Bustilah yang paling kuat dan rajih, sebab
kenyataannya tasawuf itu adalah upaya pensucian hati supaya dekat dengan Allah.
Dilihat dari tujuannya, seperti telah disinggung di atas,
tasawuf adalaha proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara mensucikan hati
(tashfiat al-Qalbi).
2. Pengertian Tasawuf secara Terminologis
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi
al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari
seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf
adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan
dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik
dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur
ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang
ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3)
tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah
mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan
terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan
ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan
jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari
berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan
bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
3. Obyek Ilmu Tasawuf
Obyek ilmu taswuf adalah perbuatan hati dan panca indera
ditinjau dari segi cara pensuciannya.. perbuatan hati atau aspek ruhani
ditinjau dari segi cara pensuciaannya.
4. Buah Ilmu Tasawuf
Buah taswuf adalah terdidiknya hati mengetahui (ma’rifah)
terhadap ilmu gaib secara ruhani, selamat di dunia dan bahagia di akhirat,
dengan mandapat keridoan Allah.
5. Keutamaan Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling mulia karena berkaitan
dengan ma’rifah kepada Allah Ta’ala dan mahabbah kepada-Nya.
Tasawuf adalah ruhnya syariat dan ruhnya ilmu ilmu lain.
6. Hubungan ilmu taswuf dengan ilmu yang lainnya
Nisbah ilmu taswuf terhadap ilmu yang lain baagikan nisbah
ruh bagi jasad. Ilmu tasawuf adalah ruh, sementara ilmu yang lain adalah jasad.
Jasad tidaklah dapat hidup tanpa ruh.
7. Pencipta Ilmu Tasawuf
Pencipta ilmu tasawuf adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Allah menciptakan ilmu ini kepada Rasulullah dan para Nabi yang sebelumnya.
8. Nama Ilmu Taswuf
Ilmu tasawuf mempunyai beberapa nama, antara lain sebagai
berikut:
a. Ilmu Batin , berkaitan dengan aspek batiniah
b. Ilmu al-Qalbi,
c. Ilmu Laduni, ilmu yang di dapat tanpa proses belajar,
d. Ilmu Mukasyafah , mampu membukakan rahasia rahasia gaib,
e. Ilmu Asror, yait ilmu rahasia , karna akn mampu membuka
rahsia gaib, melalui pintu hati.
f. Ilmu Maknun
g. Ilmu Hakikat, berkaitan dengan hakikat manusia
9. Pilar Ilmu Tasawuf
Pilar ilmu tasawuf ada lima perkara
a. Taqwallah (bertakwa kepada Allah) baik sewaktu sirr
maupun ‘alabiyah (terbuka).
b. Mengikuti Sunnah baik qauli maupun fi’li serta
mengaktualisasikannya dalam penjagaan diri dan akhlak yang baik.
c. Berpaling dari makhluk yang diwujudkan dalam sikap sabar
dan tawakkal.
d. Rida terhadap ketentuan Allah yang diwujudkan dengan
sikap qona’ah dan menerima (tafwid).
e. Kembali kepada Allah baik sikala senang maupun di waktu
susah.
10. Sumber Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
Saw. Juga dari atsar assabitah (jejak yang sudah tetap) dari umat-umat pilihan
di masa silam.
11. Hukum Mempelajari Ilmu Tasawuf
Hukum mempelajarai ilmu tasawuf adalah wajib ain atrinya
kewajiban yang mengikat kepada setiap individu muslim.
Oleh karena itu sebagian ulama ahli ma’rifah berkata :
Barang siapa yang tidak memiliki ilmu ini sedikitpun (ilmu
batin), aku hawatir ia berakhir dengan su’ul khatimah. Paling tidak seorang
mukmin harus membenarkan akan ilmu ini dan menyerahkan kepada ahlinya.
12. Masalah-masalah yang dibahas dalam ilmu Tasawuf
Masalah inti yang dibahas dalam ilmu tasawuf adalah
sifat-sifat jiwa manusia, cara-cara pensucian jiwa, dan penjelasan
istilah-istilah yang khas dalam disiplin ilmu ini misalnya; maqamat, taubat,
zuhud, wara’, al-mahabbah, fana baqa dan yang lainnya.
B. Rukun Tasawuf
Al-Kalabazi dengan mengutip pendapat Abu al-Hasan Muhammad
bin Ahmad al-Farisi menerangkan bahwa rukun tasawuf ada sepuluh macam, antara
lain :
1. Tajrid at-Tauhid (memurnikan tauhid)
2. Memahami informasi. Maksudnya mendengar tingkah laku
bukan hanya mendengar ilmu saja.
3. Baik dalam pergaulan.
4. Mengutamakan kepentingan orang banyak ketimbang
kepentingan diri sendiri.
5. Meninggalkan banyak pilihan.
6. Ada kesinambungan antara pemenuhan kepentingan lahir dan
batin.
7. Membuka jiwa terhadap intuisi (ilham).
8. Banyak melakukan bepergian untuk menyaksikan keagungan
alam ciptaan Tuhan sekaligus mengambil pelajaran.
9. Meninggalkan iktisab untuk menumbuhkan tawakkal.
10. Meninggalkan iddikhar (banyak simpanan) dalam keadaan
tertentu kecuali dalam rangka mencari ilmu.
C. Perkembangan Tasawuf
Secara keilmuan, tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru
dalam syari’at Islam, demikian menurut Ibnu Khaldun. Adapaun asal-usul tasawuf
menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan
keindahan dunia dan menjauhkan diri dari akhluk. Ketika kehidupan materialistik
mulai mencuat dalam peri kehidupan masyarakat muslim pada abad kedua dan ketiga
hijriyyah sebagai akibat dari kemajuan ekonomi di dunia Islam, orang-orang yang
konsentrasi beribadah dan menjauhkan diri dari hiruk pikuknya kehidupan dunia
disebutlah kaum sufi.
Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Muhammad Iqbal dalam bukunya “Tajdid
al-Fikr ad-Dini al-Islam” berpendapat bahwa tasawuf telah ada semenjak
Nabi. Riyadoh Diniyyah telah lama menyertai kehidupan manusia sejak awal-awal
Islam bahkan kehidupan ini semakin mengental di dalam sejarah kemanusiaan.
Menurut sebagian fakar, Imam Ali bin Abi Thalib adalah
orang pertama yang memunculkan istilah taswuf. Menurut yang lain Salman
al-Farisi. Menurut pendapat yang lain Hudzaefah bin al-Yaman sebab Hasan Basri
(tokoh sufi di abad kedua Hijriyyah) berguru kepada Hudzefah.
Akar-akar tasawuf dalam Islam merupakan penjabaran dari
ihsan. Ihsan sendiri merupakan bagian dari trilogi ajaran Islam. Islam adalah
satu kesatuan dari iman, islam dan ihsan. Islam adalah penyerahan diri kepada
Allah secara zahir, iman adalah I’tikad batin terhadap hal-hal gaib yang ada
dalam rukun iman, sedangkan ihsan adalah komitmen terhadap hakikat zahir dan
batin.
Islam, iman dan ihsan adalah landasan untuk melakukan suluk
dan taqqarub kepada Allah. ‘Iz bin Abdissalam berpendapat bahwa sistematika
keberagamaan bagi kaum muslimin, yang pertama adalah Islam. Islam merupakan
tingkat pertama beragama bagi kaum awam. Iman adalah tingkatan pertama bagi
hati orang khusus kaum mukminin, sedangkan ihsan adalah tingkatan pertama bagi
ruh kaum muqarribin.
D. Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah
Dalam menempuh jalan ruhani menuju Tuhan taqarrub
ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), ada stasion-stasion (al-Maqamat)“hal”
adalah kondisi yang dialami oleh seorang sufi dalam dirinya atau batinnya
sebagai hasil dari usahanya dalam maqamat tadi. Dengan demikian perbedaan maqam
dan ahwal ialam maqam merupakan usaha seorang sufi untuk berada dalam tingkatan
tertentu sedangkan ahwal adalah suatu pemberian (karunia) Allah yang diberikan
kepada seorang sebagai hasil usahanya dalam maqam tadi.
yang mesti ditempuh oleh seorang salik. Maqam adalah kedudukan atau tahapan
dimana seorang sufi berada. Kedudukan ini hanya akan di dapat oleh seorang sufi
atas usahanya sendiri dengan penuh kesungguhan dan istiqamah. Sedangkan ahwal
yang bentuk mufranya
“Ahwal adalah pemberian sementara maqamat adalah usaha”.
Dengan demikian ahwal bertingkat-tingkat. Pada umumnyapara
sufi menulis sepuluh tingkatan.
1. Taubah
Taubah adalah maqam pertama yang mesti dilalui oleh setiap
salik.
Taubah ada tiga tingkatan :
a) Taubah orang sadar
Awalnya kebiasaan yang terjadi dalam linngkungan beragama
tetapi akhirnya menjadi tinggi dalam perasaan tambah-tambah menjadi peringatan.
b) Taubat Salik
Taubah orang salik bukan dari dosa dan kesalahan dan bukan
dari penyesalan dan istigfar tetapi terjadi karena perpindahan kondisi jiwa
yang naik menjadi sempurna sehingga dapat menghadirkan Allah dalam setiap gerak
nafasnya.
Dalam sebuah syair yang indah Abdullah al-Mubarok
menyatakan :
Aku melihat dosa mematikan hati
Lalu diikuti dengan kehinaan di setiap-setiap zamannya
Meninggalkan dosa adalah cara menghidupkan hati
Maka pilihlah bagi dirimu untuk menyalahi dosa-dosa.
c) Taubat ‘Arif
Taubat seorang ‘arif (orang yang ma’rifah) bukan dari dosa
atau dari menyalahi jiwa tetapi taubah dari kelupaan terhadap dirinya sendiri
bahwa dirinya itu dalam gemgaman Tuhannya.
2. Zuhud
Awal mula zuhud adalah sikap wara’ dalam beragama yakni
menjauhi hal-hal yang diharamkan syara’. Memang kewara’an dapat menimbulkan
keinginan untuk berlaku zuhud secara ruhani secara mendalam. Hanya makna zuhud
secara sufistik lebih jauh dari itu. Misalnya halal menurut syari’at adalah
apa-apa yang tidak menyalahi aturan Allah, sementara halal secara sufistik
adalah apa-apa yang tidak menyebabkan lupa kepada Allah.
3. Wara (al-Wara’)
Secraa lugawi wara’ artinya hati-hati. Secara
istillahi wara’ adalah sikap menahan diri agar hatimu tidak menyimpang sekejap
pun dari mengingat Allah.
Wara’ ada empat tingkatan
a. Wara’ orang awam
Ialah wara’ orang kebanyakan yaitu menahan diri dari
melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
b. Wara’ orang saleh
Menahan diri dari menyentuh atau memakan sesuatu yang
mungkin akan jatuh kepada haram.
c. Wara’ muttaqin
Menahan diri dari sesuatu yang tidak diharamkan dan tidak
syubhat karena takut jatuh kepada haram.
Nabi bersabda, yang artinya :
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin
sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut akan apa yang
dapat menimbulkan dosa” (Ibnu Majah).
d. Wara’ orang benar
Menahan diri dari apa yang tidak berdosa sama sekali dan
tidak khawatir jatuh ke dalam dosa, tapi dia menahan diri melakukannya kaena
takut tidak ada niat untuk beribadat kepada Allah.
4. Faqr (al-Faqr)
Faqr berarti kekurangan harta dalam menjalankan kehidupan
di dunia. Sikap faqr harus dimiliki oleh seorang salik sewaktu menjalankan
suluknya.
5. Sabar (as-Sabr)
Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa
ada rasa kesal dan menyerah dalam diri. Sabar juga dapat berarti tetap merasa
cukup meskipun kenyataannya tidak memiliki apa-apa.
6. Syukur (as-Syukr)
Syukur yang berarti berterima kasih. Allahlah yang telah
memberikan nikmat dan berokah kepada umat manusia. Allah berfirman : Jika kamu
bersyukur, maka kami akan menambahkan nikmat kepadamu (al-Baqarah : 7)
7. Tawakal (at-Tawakkal)
Tawakkal arti dasarnya berserah diri kepada Allah. Secara
sufistik tawakkal adalah penyerahan diri hanya kepada ketentuan Allah.
8. Rida (ar-Rida)
Rida artinya meninggalkan ikhtiar. Menurut al-Muhaisibi
rida adalah tentramnya hati dibawah naungan hukum.
Menurut an-Najjar, ahli rida terbagi empat tipe. Pertama,
golongan orang yang rida atas segala pemberian Al-Haq dan inilah makrifat.
Kedua, golongan orang rida atas segala nikmat, itulah dunia. Ketiga, golongan
yang rida atas musibah dan itlah cobaan yang beragam. Keempat, golongan yang
rida atas keterpilihan, itulah mahabbah.
9. Al-Ma’rifah
Ma’rifah artinya mengenal atau melihat (melihat tuhan
dengan mata hati).
Dzunnun al-Misri membagi ma’rifah menjadi tiga bagian : 1)
Ma’rifah mukmin, 2) Ma’rifah ahli kalam, 3) Ma’rifah Auliya muqarrabin. Sufi
membagi manusia pada tiga klasifikasi. Pertama, tingkatan kaum ‘arif yang
mendapatkan kebahagiaan sebab hikmah (wisdom). Kedua, tingkatan orang-orang
mukmin yang mendapatkan kebahagiaan karena memiliki keimanan. Ketiga, tingkaatn
orang-orang bodoh dan mereka ini orang-orang yang binasa.
E. Tasawuf dan Tarekat
Mazhab dalam tasawuf disebut tarekat. Harun Nasution
memandang tarekat dari sisi institusi. Ia beranggapan bahwa tarekat adalah
organisasi para pengamal ajaran Syaikh pendiri tarekat termaksud.
K.H.A. Sahibulwafa Tajul’arifin (Abah Anom) menjelaskan
bahwa tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan sedangkan tarekat
adalah metodenya. Dengan demikian TQN adalah salah satu metode tasawuf untuk
mendekatkan diri kepada Allah guna dapat keridoan-Nya.
Sebuah tarekat dianggap mu’tabarah apabila terpenuhi
kriteria sebagai berikut.
1. Substansi ajarannya tidak bertentangan dengan al-Qur’an
dan as-Sunnah, dalam arti bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Tidak meninggalkan syari’ah.
3. Silsilahnya sampai dan bersambung (ittisal) kepada
Rasulullah Saw.
4. Ada mursyid yang membimbing para muridnya.
5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.
6. Kebenaran ajarannya bersifat universal.
Tarekat yang tidak memenuhi kriteria seperti tertulis di
atas dianggap gair mu’tabarah yakni tidak dibenarkan mengamalkannya apalagi
meyebarkannya.
Berdasarkan kelima kriteria di atas jelaslah bahwa TQN
bukanlah ajaran yang baru apalagi dianggap ajaran yang tidak berasal dari
Rasul, karena ia adalah ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah sahihah
dan secara mutawatir diamalkan oleh setiap generasi dibawah bimbingan Syaikh
Mursyid pada setiap zamannya.
F. Sumber Ajaran Tasawuf
Kalau kita kaji al-Qur’an secara tematik, kita kana
menemukan peta ayat secara zahir yakni ada empat tentang teologi, fikih,
tasawuf, falsafah dan seterusnya. Dari pendektana semacam ini ulama melahirkan
ilmu tauhid, ilmu fikih, tasawuf, filsafat dan lain-lain.
Sebagian sufi misal Ibnu ‘Arabi, al-Qusyaeri, Ibnu
‘Atolilah as-Sakandari dan sufi-sufi kontemporer lainnya berpendapat bahwa
semua ayat adalah tauhid, semua ayat adalah fikih begitu juga semua ayat adalah
taswuf. Paradigma yang berbeda dengan statemen di atas ini muncul karena ada
hadis nabi yang menyatakan bahwa setiap ayat ada mengandung makna zahir dan
makna batin.
Makna batin hanya dapat dipahami oleh ulama yang secara
istiqamah mensucikan hatinya dengan riyadah. Ulama yan g dawam dalam riyadah
adalah para sufi. Para sufilah orangnya yang dapat menangkap makna batin ayat
sehingga melahirkan ilmu haqiqah.
Dari pendekatan semacam ini pula, pada gilirannya
melahirkan apa yang disebut tafsir isyari (tafsir sufi). Dari tafsir isyarilah
lahirnya ilmu hakikat, taswuf dan tarekat, termasuk Tareka Qadiriyyah wa
an-Naqsabandiyah (TQN).
G. Buah dari Pengamalan Tasawuf
Buah pengamalan ilmu taswuf adalah akhlak al-Karimah akhlak
al-Karimah adalah kepribadian seimbang seorang manusia dalam kedudukannya
sebagai hamba Allah dan khalifah Allah.
Dalam konsep universal dapat disebutkan bahwa akhlak
al-Karimah adalah kepribadian yang sesuai dengan petunjuk (hidayah) Allah dan
Rasulnya.
H. Tarekat dalam Sistem Ajaran Islam
Tarekat merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Islam
tanpa tarekat bukanlah Islam kaffah sebagai yang diajarkan Rasulullah Saw.
Islam kaffah adalah Islam yang terpadu di dalamnya aspek akidah, syari’ah dan
haqiqah.tarekat qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah adalah salah satu alian
dalam tasawuf yang substansi ajarnnya merupakan gabungan dari dua tarekat yaitu
Qadiriyyah dan naqsabandiyah. Secara keilmuan dari aqidah lahir ilmu
aqa’id, ilmu tauhid, teologi Islam dan ilmu kalam, dari syariah lahir ilmu
Fikih dengan segala cabangnya dan dari aspek haqiqah lahir ilmu tasawuf dan
tarekat.
Arti dasar tarekat adalah jalan. Dan yang dimaksud adalah
jalan yang mesti dilalui oleh seorang salik utuk menuju pintu-pintu tuhan. Imam
Malik berkata sebagai dikutip oleh Imam al-Gazali :
“Barang siapa bertasawuf tanpa fikih maka dia zindik dan
barang siapa berfikih tanpa tasawuf maka ia masih fasik dan barang siapa yang
berislam dengan memadukan antara fikih dan tasawuf benarlah dia dalam
berislam”.
Secara eksplisit kedua tarekat ini dipadukan oleh seorang
Maha Guru tasawuf yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyah adalah nama
sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh
Abdul Qadir al-Jilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat yang dinisbahkan
kepada pendirinya yaitu Syaikh Bahauddin an-Naqsabandi.
TASAWUF
AKHLAKI, FALSAFI DAN IRFANI
A. Tasawuf Akhlaki (Tasawuf Sunni)
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada
perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menuasia yang dapat
ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan.
Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf
Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.
Dalam diri manusia ada potensi untuk menjadibaik dan
potensi untuk menjadi buruk. Potensi untuk menjadi baik adalah al-‘Aql dan
al-Qalb. Sementara potensi untuk menjadi buruk adalah an-Nafs. (nafsu)
yang dibantu oleh syaithan.
Sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat as-Syams :
7-8 sebagai berikut :
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ $ygyJolù;r’sù $ydu‘qègéú
$yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”.
Para sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain :
Hasan al-Basri (21 H – 110 H), al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H
– 465 H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H),
Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakandari
dan lain-lain.
B. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada
keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja
dikembangkan oleh para sufi yang filosof.
Ibnu Khaldun berendapat bahwa objek utama yang menjadi
perhatian tasawuf falsafi ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah sebagai
berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi
diri yang timbul dari dirinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib,
misalnya sifat-sifat rabbani, ‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh,
hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan
yang kosmos, terutama tentang penciptanya serta penciptaannya.
3. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang
brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas
samar-samar (syatahiyyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat
berupa mengingkarinya, menyetujui atau menginterpretasikannya.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi
antara lain adalah al-Hallaj (244 – 309 H/ 858 – 922 M) Ibnu’ Arabi (560 H –
638 H) al-Jili (767 H – 805 H), Ibnu Sab’in (lahir tahun 614 H) as-Sukhrawardi
dan yang lainnya.
C. Tasawuf ‘Irfani
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap
hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau
pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemebirian Tuhan (mauhibah). Ilmu
itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan
hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga
pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran
tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain
: Rabi’ah al-Adawiyah (96 – 185 H), Dzunnun al-Misri (180 H – 246 H), Junaidi
al-Bagdadi (W. 297 H), Abu Yazid al-Bustami (200 H – 261 H), Jalaluddin Rumi,
Ibnu ‘Arabi, Abu Bakar as-Syibli, Syaikh Abu Hasan al-Khurqani, ‘Ain al-Qudhat
al-Hamdani, Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.
TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA
A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu
menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di
akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku
cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu
sendiri yaitu :
1. Taqarrub Ilallah SWT.
Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan
dzikrullah.
2. Menuju jalan Mardhatillah
Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam
‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
3. Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata
hati.
4. Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi
Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran
hati.
B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan
sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai
berikut :
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya
maka menjadi tinggilah martabatnya.
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan
Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
3. Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia
wajib memperoleh rahmat.
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai
cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah
berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia
akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.
C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh
siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan
ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling
dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir
bimakna khas adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita
bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2)
zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan yang
kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalin zikir dalam al-Qur’an
tûïÏ%©!$# tbrã�ä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ%
#YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ …
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
þ’ÎTrã�ä.øŒ$$sù öNä.ö�ä.øŒr& (#rã�à6ô©$#ur ’Í< Ÿwur Èbrã�àÿõ3s? ÇÊÎËÈ
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan mengingat-mu,…”
(QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat bertanya
: Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya Rasulullah ?
Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha illalaah”.
Syarat-syarat berdzikir ada tiga macam
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang
sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan
gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya
zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah hati-hati
mereka.
2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu
khataman” artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah
menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran
TQN pada waktu-waktu tertentu.
3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat
akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa
sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang
mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual.
Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri
tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya
amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi
manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang
hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri.
Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah
pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam
keseluruhan.
Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan)
Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir
al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena
maksiat.
4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term
tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang
lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling
utama adalah zdikrullah.
5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara –
yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah
adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang
salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal
dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan
manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal
mendahului kita.
4) Attabarruk.
6. Khalwah
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke
suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata.
Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru
Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh
hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi
menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan
berkhalwat yaitu:
1) Niat dengan ikhlas
2) Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon
do’anya.
3) Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan
terus berdzikir.
4) Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan
membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
5) Dawam al-Wudlu.
6) Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7) Tidak menyandar badan ke dinding.
8) Rabithah.
9) Berpuasa.
10) Diam dan terus Zikrullah.
11) Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi,
nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12) Menjauhi sumber suara.
13) Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak
boleh ditinggalkan.
14) Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke
tanah.
15) Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi
punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai
merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
16) Tidak lapar tidak kenyang.
17) Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud
meminta berkah kepadanya.
18) Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah
dari gurunya.
19) Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah
getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
20) Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan
guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.
7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada Tuhan
dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana
seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Tanbih juga mengandung ajarn moral, menyangkut pelbagai kehidupan
pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.
D. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada,
telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan
TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah
pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami
berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan
mental karenanya.
3. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam
menghadapi situasi yang tidak menentu.
4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak
terbawa arus kemanapun pergi.
5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
6. Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi
“individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka
Tuhannya.
7. Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi
disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan
para normal), yang pada umumnyadimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual
atau tungkat kerohanian tinggi.
MURSYID DAN MURID
A. Mursyid
Guru atau mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi
fi at-tariqoh artinya orang yang palin tinggi martabatnya dalam suatu
tarekat. Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah
sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara syari’at dan
hakikat. Betapa penting keberadaan guru dalam suatu tarekat, dijelaskan
tidaklah benar seseorang mengamalkan suatu tarekat tanpa guru.
Mursyidlah yang mendapat izin dari Rasulullah untuk
melakukan talqin az-Zikir kepada sipa saja ang mau mengamalkan zikir.
Kriteria Mursyid
a. Seorang mursyid haruslah seorang yang alim.
b. Seorang mursyid haruslah’arif.
c. Seorang mursyid harus sabar dan mempunyai rasa belas
kasihan yang tinggi kepada murid-muridnya.
d. Seorang mursyid harus pandai menyimpan rahasia
murid-muridnya.
e. Seorang mursyid tidak boleh menyalahgunakan kedudukan
sebagai seorang guru spiritual atau orang yang paling tinggi martabatnya dalam
tarekat.
f. Seorang mursyid haruslah bijaksana.
g. Seorang mursyid harus disiplin.
h. Menjaga lisan dan nafsu keeduniaan.
i. Seorang mursyid harus mempunyai hati yang ikhlas.
j. Selalu menjaga jarak antara dirinya dengan muridnya.
k. Memelihara harga diri, wibawa dan kehormatan.
l. Mursyid harus bisa memberi petunjuk tertentu pada
situasi tertentu kepada muridnya.
m. Merahasakan hal-hal istimewa.
n. Mursyid selalu mengawasi muridnya dalam kehidupan
sehari-hari.
- o. Merahasiakan segala gerak gerik kehidupannya.
p. Seorang mursyid harus mencegah berlebihan dalm makan dan
minum.
q. Seorang mursyid harus menyediakan tempat berkhalwat bagi
murid-muridnya.
r. Menutup pergaulan murid dengan mursyid lainnya.
B. Murid dan kewajiban terhadap Mursyidnya
Murid secara etimologis artinya orang yang berkehendak,
berkemauan dan mempunyai cita-cita. Murid dalam istilah tarekat adalah orang
yang bermaksud menempuh jalan untuk dapat sampai ke tujuan yakni keridoan
Allah.
Kewajiban murid terhadap mursyidnya adalah sebagai berikut
:
1. Menyerahkan diri lahir batin.
2. Murid harus menurut dan mematuhi perintah gurunya.
3. Murid tidak boleh menggunjing gurunya.
4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri.
5. Seorang murid harus selalu ingat kepada gurunya.
6. Seorang murid tidak boleh memiliki keinginan untuk
bergaul ;lebih dalam dengan mursyidnya, baik untuk tujuan dunia maupun akhirat.
7. Seorang murid harus mempunyai keyakinan dalam hati.
8. Seorang murid tidak boleh menyembunyikan rahasia
hatinya.
9. Murid harus memelihara keluarga dan kerabat gurunya.
10. Kesenangan murid tidak boleh sama dengan gurunya.
11. Seorang murid tidak memberi saran kepada gurunya.
12. Seorang murid tidak boleh memandang kekurangan gurunya.
13. Seorang murid harus rela memberikan sebagian hartanya.
14. Seorang murid tidak boleh bergaul dengan orang yang
dibenci gurunya.
15. Seorang murid tidak boleh melakukan sesuatu yang
dibenci gurunya.
16. Seorang murid tidak boleh iri kepada murid lainnya.
17. Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus
mendapat izin dari gurunya.
18. Tidak boleh duduk pada tempat yang biasa dipakai duduk
oleh gurunya.
C. Adab Murid terhadap Dirinya Sendiri
1. Meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang jahat,
sebaliknya bergaul dengan orang-orang pilihan.
2. Jika hendak berzikir padahal ia telah memiliki keluarga
dan telah beranak maka seyogyanya menutup pintu yang dapat menghalangi antara dia
dengan istri dan anaknya.
3. Meninggalkan sikap berlebihan baik dalam urusan makan,
minum, pakaian, hubungan suami istri.
4. Meninggalkan cinta dunia dan berfikir tentang kehidupan
akhirat.
5. Tidak tidur dalam keadaan junub, tetapi sebaliknya
selalu dalam keadaan suci punya wudu.
6. Tidak boleh toma (berharap) kepada apa yang ada di
tangan manusia lain.
7. Jika rizki sulit didapat, dan hati manusia keras
kepadanya, amka bersabarlah, sebab boleh jadi hara dunia berpaling dari murid
ketika ia masuk dalam tarekat.
8. Hendaklah ia melakukan muhasabah (intropeksi) dan
mendorong jiwanya untuk mengamalkan tarekat.
9. Menydikitkan tidur, terutama di waktu sahur sebab ia
adalah waktu ijabah.
10. Menjaga diri agar hanay makan yang hala.
Dan lain-lain …
D. Adab Murid terhadap Sesama Ikhwan atau terhadap
Muslim yang lain
1. Mencintai ikhwan tarekat seperti ia mencintai dirinya
sendiri.
2. Memulai mengucapkan salam, bersalaman dan berbicara
dengan bahasa yang menyenangkan jika bertemu sesama ikhwan.
3. Bergaul sesama ikhwan dengan akhlak yang baik.
4. Bersikap tawadu’ kepada ikhwan.
5. Mencari keridaan mereka dan anda harus memandang mereka
lebih baik dari pada anda sendiri, selanjutnya saling menolong dalam kebaikan
dan takwa, mencintai Allah dan mendorong mereka dalam apa yang diridai Allah
dan anda menunjuki mereka ke jalan yang benar.
6. Menaruh kasih kepada semua ikhwan, hormat kepada yang
lebih besar dan sayang kepada yang lebih muda.
7. Bersikap simpatik dan halus dalam upaya menasihati
ikhwan jika meraka melakukan pelanggaran.
8. Berbaik sangka kepada ikhwan.
9. Hendaklah menerima permintaan maaf ikhwan yang lain
apabila ia minta maaf meskipun ia berdusta, sebab orang yang meminta maaf
kepadamu secara terbuka meskipun batinnya marah maka sesungguhnya orang itu telah
taat kepadamu dan telah menghormatimu.
10. Mendamaikan dua ikhwan yang bermusuhan.
11. Bersikap benar kepada sesama ikhwan dalam segala
kondisi dan jangan lupa mendo’akan mereka dengan ampunan meskipu mereka gaib
(tidak ada dihadapan kita).
12. Memberi kelapangan mereka dalam majelis.
13. Bertanya tentang nama kawan kita sekaligus nama
ayahnya.
14. Mempertahankan harga diri ikhwan dan menolong mereka
meskipun sedang tidak dihadapan kita.
15. Menunaikan janji apabila ia berjanji, sebab sesungguhnya
janji termasuk salah satu dari dua pemberian, menurut Ahlussunnah ia adalah
utang.
E. Waliyullah
Waliyullah artinya kekasih Allah, orang-orang yang dicintai
Allah. Ia selalu diberi hidayah oleh Allah untuk beramal salih dan berdakwah,
ia adalah orang-orang salih yang beramal dengan ikhlas.
F. Tanda-tanda Wali Allah
1. Jika kita melihat mereka, mereka mengingatkan kita
kepada Allah.
2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang-orang mencarinya.
3. Mereka bertaqwa kepada Allah.
4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berakhlak mulia.
6. Mereka hidup zuhud di dunia.
7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
9. Mereka suka terbiasa bermunajat di akhir malam.
10. Mereka suka menangis dan berzikir mengingat Allah.
11. Jika meraka menghendaki sesuatu, Allah memenuhi
keinginannya.
12. Keinginan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Karamah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah
kepada para wali. Hal itu diberikan sebagai hiburan atau santunan, atau
pembekalan ilmu atau sebagai ujian.
Manfaat Karamah
1) Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
2) Mengkokohkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali.
3) Adanya karomah merupakan bukti anugrah atau derajat yang
diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah.
G. Perbedaan antara Kenabian dan Kewalian
Kenabian adalah jabatan spritual yang diberikan Allah
kepada orang-orang pilihan dengan cara Allah memberikan wahyu kepadanya,
sementara kewalian adalah kasih sayang Allah kepada orang-orang tertentu karena
ia berusaha mujahadah taqarub kepada-Nya sehingga memberikan ilham kepada-Nya.
Kenabian adalah kalam yang datang dari Tuhan sebagai wahyu,
bersama-sama ruh dari Tuhan, sebagai wahyu yang dinyatakan dan diperkuat dengan
ruh. Kewalian adalah orang dimana Tuhan mempercayakan (waliyah) hadis-Nya.
Tuhan membawa wali kepada diri-Nya dengan cara yang berbeda, dan dia mempunyai
hadis.
Bukti-bukti Kenabian
Sebagai salah satu indikator pengakuan seseorang sebagai
nabi dan rasul adalah adanya mu’jizat. Mu’jizat adalah kejadaian luar biasa
yang diberikan Allah kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian
dan kerasulannya.
Syarat-syarat Mu’jizat
1. Mu’jizat, datangnya harus dari Allah sebagai kejadian luar
biasa untuk menguatkan kenabia atau kerasulan seseorang.
2. Mu’jizat harus berupa kejadian luar biasa sehingga tidak
ada yang dapat meniru.
3. Mu’jizat harus muncul dari seorang nabi agar dapat
dijadikan bukti bagi risalahnya.
4. Mu’jizat harus diiringi dengan pengakuan kenabian, baik
secara hakekat atau hukum. Biasanya didahului dengan kejadiaan luar biasa yang
disebut irhash.
5. Mu’jizat harus sesuai dengan situasi dan kondisi di masa
timbulnya, kalau tidak, maka pungsinya berubamenjadi ihanah, seperti yang
terjadi pada Musilamah al-Kazzab.
6. Para penentang risalah tidak bisa mendatangkan yang
sepertinya, jika bisa, maka mu’jizat itu palsu.
7. Mu’jizat boleh bertentangan dengan hukum alam.
Ma’unnah, Ihanah, Istidraj, Irkhas, Sihir, Sya’udah
dan Garaib al-Mukhtari’ah.
Ma’unah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah
kepada orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan.
Ihanah adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada
seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan
kepada Musailamah al-Kazzab.
Sedangkan Istidraj adalah kejadian luar biasa yang
diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan
mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya. Adapaun Irkhas
adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada calon nabi.
Sihir adalah suatu cara yang dapat menampilkan berbagai
perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi sebenarnya
seluk beluknya itu dapat dipelajari.
As-Sya’udah adalah kejadiaan ;luar biasa yang biasa timbul
di tangan seseorang, sehingga menampakan pesona dan kekaguman bagi yang
melihatnya, meskipun kejadian itu tidak terjadi.
Garaib al-Mukhtariah adalah karya atau ucapan manusia
disebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, seperti radio, televisi dan
telepon, hp dan lain-lain.
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi
al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari
seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf
adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan
dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik
dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur
ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang
ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3)
tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah
mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan
terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan
ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan
jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari
berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan
bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
A. Tasawuf
Definisi tasawuf satu dengan yang lainnya berbeda-beda
tergantung dari sisi mana si pakar tadi meninjaunya. Ada yang melihat dari sisi
sejarah kemunculannya, ada yang melihat dari sisi fenomenan sosial di abad
klasik dan pertengahan, juga ada yang melihatnya dari sisi substansi ajarannya
dan ada juga yang melihat dari sisi tujuannya.
1. Asal-usul Tasawuf
Teori pertama menyatakan bahwa secara etimologis tasawuf
diambil dari kata “Suffah” yaitu sebuah tempat di mesjid Rasulullah Saw.
(Mesjid Nabawi) yang dihuni oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud yang
konsentrasi beribadah kepada Allah sambl menimba ilmu dari Rasulullah. Teori
kedua, menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata “sifat” dengan alasan bahwa
para sufi suka membahas sifat-sifat Allah sekaligus mengaplikasikan sifat-sifat
Allah tersebut dalam perilaku mereka sehari-hari. Teori ketiga berpendapat bahwa
kata “tasawuf” daiambil dari akar kata “sufah” artinya selembar bulu, sebab
para sufi dihadapan Tuhannya merasa begaikan selembar bulu yang terpisah dari
kesatuannya yang tidak mempunyai nilai apa-apa. Teori keempat menyatakan bahwa
“tasawuf” diambil dari kata “shofia” yang artinya al-hikmah (bijaksana) sebab
para sufi selalu mencari hikmah ilahiyah dalam kehidupannya. Teori kelima,
sebagaimana dikemukakan oleh al-Busti seorang fakar tasawuf, menyatakan bahwa
taswuf berasal dari kata “as-safa” yang artinya suci, bersih dan murni, sebab
para sufi membersihkan jiwanya hingga berada dalam kondisi suci dan bersih. Ada
juga teori yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata “suf” yang
artinya bulu domba (wool), dengan argumentasi wool kasar yang terbuat dari bulu
binatang sebagai tanda kesederhanaan hidup mereka.
Diantara berbagai pendapat tenang asal usul “taswuf” menrut
Ahmad as-Sirbasi, pendapat al-Bustilah yang paling kuat dan rajih, sebab
kenyataannya tasawuf itu adalah upaya pensucian hati supaya dekat dengan Allah.
Dilihat dari tujuannya, seperti telah disinggung di atas,
tasawuf adalaha proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara mensucikan hati
(tashfiat al-Qalbi).
2. Pengertian Tasawuf secara Terminologis
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi
al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari
seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf
adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan
dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik
dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur
ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang
ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3)
tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah
mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan
terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan
ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan
jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari
berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan
bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
3. Obyek Ilmu Tasawuf
Obyek ilmu taswuf adalah perbuatan hati dan panca indera
ditinjau dari segi cara pensuciannya.. perbuatan hati atau aspek ruhani
ditinjau dari segi cara pensuciaannya.
4. Buah Ilmu Tasawuf
Buah taswuf adalah terdidiknya hati mengetahui (ma’rifah)
terhadap ilmu gaib secara ruhani, selamat di dunia dan bahagia di akhirat,
dengan mandapat keridoan Allah.
5. Keutamaan Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling mulia karena berkaitan
dengan ma’rifah kepada Allah Ta’ala dan mahabbah kepada-Nya.
Tasawuf adalah ruhnya syariat dan ruhnya ilmu ilmu lain.
6. Hubungan ilmu taswuf dengan ilmu yang lainnya
Nisbah ilmu taswuf terhadap ilmu yang lain baagikan nisbah
ruh bagi jasad. Ilmu tasawuf adalah ruh, sementara ilmu yang lain adalah jasad.
Jasad tidaklah dapat hidup tanpa ruh.
7. Pencipta Ilmu Tasawuf
Pencipta ilmu tasawuf adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Allah menciptakan ilmu ini kepada Rasulullah dan para Nabi yang sebelumnya.
8. Nama Ilmu Taswuf
Ilmu tasawuf mempunyai beberapa nama, antara lain sebagai
berikut:
a. Ilmu Batin , berkaitan dengan aspek batiniah
b. Ilmu al-Qalbi,
c. Ilmu Laduni, ilmu yang di dapat tanpa proses belajar,
d. Ilmu Mukasyafah , mampu membukakan rahasia rahasia gaib,
e. Ilmu Asror, yait ilmu rahasia , karna akn mampu membuka
rahsia gaib, melalui pintu hati.
f. Ilmu Maknun
g. Ilmu Hakikat, berkaitan dengan hakikat manusia
9. Pilar Ilmu Tasawuf
Pilar ilmu tasawuf ada lima perkara
a. Taqwallah (bertakwa kepada Allah) baik sewaktu sirr
maupun ‘alabiyah (terbuka).
b. Mengikuti Sunnah baik qauli maupun fi’li serta
mengaktualisasikannya dalam penjagaan diri dan akhlak yang baik.
c. Berpaling dari makhluk yang diwujudkan dalam sikap sabar
dan tawakkal.
d. Rida terhadap ketentuan Allah yang diwujudkan dengan
sikap qona’ah dan menerima (tafwid).
e. Kembali kepada Allah baik sikala senang maupun di waktu
susah.
10. Sumber Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
Saw. Juga dari atsar assabitah (jejak yang sudah tetap) dari umat-umat pilihan
di masa silam.
11. Hukum Mempelajari Ilmu Tasawuf
Hukum mempelajarai ilmu tasawuf adalah wajib ain atrinya
kewajiban yang mengikat kepada setiap individu muslim.
Oleh karena itu sebagian ulama ahli ma’rifah berkata :
Barang siapa yang tidak memiliki ilmu ini sedikitpun (ilmu
batin), aku hawatir ia berakhir dengan su’ul khatimah. Paling tidak seorang
mukmin harus membenarkan akan ilmu ini dan menyerahkan kepada ahlinya.
12. Masalah-masalah yang dibahas dalam ilmu Tasawuf
Masalah inti yang dibahas dalam ilmu tasawuf adalah
sifat-sifat jiwa manusia, cara-cara pensucian jiwa, dan penjelasan
istilah-istilah yang khas dalam disiplin ilmu ini misalnya; maqamat, taubat,
zuhud, wara’, al-mahabbah, fana baqa dan yang lainnya.
B. Rukun Tasawuf
Al-Kalabazi dengan mengutip pendapat Abu al-Hasan Muhammad
bin Ahmad al-Farisi menerangkan bahwa rukun tasawuf ada sepuluh macam, antara
lain :
1. Tajrid at-Tauhid (memurnikan tauhid)
2. Memahami informasi. Maksudnya mendengar tingkah laku
bukan hanya mendengar ilmu saja.
3. Baik dalam pergaulan.
4. Mengutamakan kepentingan orang banyak ketimbang
kepentingan diri sendiri.
5. Meninggalkan banyak pilihan.
6. Ada kesinambungan antara pemenuhan kepentingan lahir dan
batin.
7. Membuka jiwa terhadap intuisi (ilham).
8. Banyak melakukan bepergian untuk menyaksikan keagungan
alam ciptaan Tuhan sekaligus mengambil pelajaran.
9. Meninggalkan iktisab untuk menumbuhkan tawakkal.
10. Meninggalkan iddikhar (banyak simpanan) dalam keadaan
tertentu kecuali dalam rangka mencari ilmu.
C. Perkembangan Tasawuf
Secara keilmuan, tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru
dalam syari’at Islam, demikian menurut Ibnu Khaldun. Adapaun asal-usul tasawuf
menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan
keindahan dunia dan menjauhkan diri dari akhluk. Ketika kehidupan materialistik
mulai mencuat dalam peri kehidupan masyarakat muslim pada abad kedua dan ketiga
hijriyyah sebagai akibat dari kemajuan ekonomi di dunia Islam, orang-orang yang
konsentrasi beribadah dan menjauhkan diri dari hiruk pikuknya kehidupan dunia
disebutlah kaum sufi.
Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Muhammad Iqbal dalam bukunya “Tajdid
al-Fikr ad-Dini al-Islam” berpendapat bahwa tasawuf telah ada semenjak
Nabi. Riyadoh Diniyyah telah lama menyertai kehidupan manusia sejak awal-awal
Islam bahkan kehidupan ini semakin mengental di dalam sejarah kemanusiaan.
Menurut sebagian fakar, Imam Ali bin Abi Thalib adalah
orang pertama yang memunculkan istilah taswuf. Menurut yang lain Salman
al-Farisi. Menurut pendapat yang lain Hudzaefah bin al-Yaman sebab Hasan Basri
(tokoh sufi di abad kedua Hijriyyah) berguru kepada Hudzefah.
Akar-akar tasawuf dalam Islam merupakan penjabaran dari
ihsan. Ihsan sendiri merupakan bagian dari trilogi ajaran Islam. Islam adalah
satu kesatuan dari iman, islam dan ihsan. Islam adalah penyerahan diri kepada
Allah secara zahir, iman adalah I’tikad batin terhadap hal-hal gaib yang ada
dalam rukun iman, sedangkan ihsan adalah komitmen terhadap hakikat zahir dan
batin.
Islam, iman dan ihsan adalah landasan untuk melakukan suluk
dan taqqarub kepada Allah. ‘Iz bin Abdissalam berpendapat bahwa sistematika
keberagamaan bagi kaum muslimin, yang pertama adalah Islam. Islam merupakan
tingkat pertama beragama bagi kaum awam. Iman adalah tingkatan pertama bagi
hati orang khusus kaum mukminin, sedangkan ihsan adalah tingkatan pertama bagi
ruh kaum muqarribin.
D. Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah
Dalam menempuh jalan ruhani menuju Tuhan taqarrub
ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), ada stasion-stasion (al-Maqamat)“hal”
adalah kondisi yang dialami oleh seorang sufi dalam dirinya atau batinnya
sebagai hasil dari usahanya dalam maqamat tadi. Dengan demikian perbedaan maqam
dan ahwal ialam maqam merupakan usaha seorang sufi untuk berada dalam tingkatan
tertentu sedangkan ahwal adalah suatu pemberian (karunia) Allah yang diberikan
kepada seorang sebagai hasil usahanya dalam maqam tadi.
yang mesti ditempuh oleh seorang salik. Maqam adalah kedudukan atau tahapan
dimana seorang sufi berada. Kedudukan ini hanya akan di dapat oleh seorang sufi
atas usahanya sendiri dengan penuh kesungguhan dan istiqamah. Sedangkan ahwal
yang bentuk mufranya
“Ahwal adalah pemberian sementara maqamat adalah usaha”.
Dengan demikian ahwal bertingkat-tingkat. Pada umumnyapara
sufi menulis sepuluh tingkatan.
1. Taubah
Taubah adalah maqam pertama yang mesti dilalui oleh setiap
salik.
Taubah ada tiga tingkatan :
a) Taubah orang sadar
Awalnya kebiasaan yang terjadi dalam linngkungan beragama
tetapi akhirnya menjadi tinggi dalam perasaan tambah-tambah menjadi peringatan.
b) Taubat Salik
Taubah orang salik bukan dari dosa dan kesalahan dan bukan
dari penyesalan dan istigfar tetapi terjadi karena perpindahan kondisi jiwa
yang naik menjadi sempurna sehingga dapat menghadirkan Allah dalam setiap gerak
nafasnya.
Dalam sebuah syair yang indah Abdullah al-Mubarok
menyatakan :
Aku melihat dosa mematikan hati
Lalu diikuti dengan kehinaan di setiap-setiap zamannya
Meninggalkan dosa adalah cara menghidupkan hati
Maka pilihlah bagi dirimu untuk menyalahi dosa-dosa.
c) Taubat ‘Arif
Taubat seorang ‘arif (orang yang ma’rifah) bukan dari dosa
atau dari menyalahi jiwa tetapi taubah dari kelupaan terhadap dirinya sendiri
bahwa dirinya itu dalam gemgaman Tuhannya.
2. Zuhud
Awal mula zuhud adalah sikap wara’ dalam beragama yakni
menjauhi hal-hal yang diharamkan syara’. Memang kewara’an dapat menimbulkan
keinginan untuk berlaku zuhud secara ruhani secara mendalam. Hanya makna zuhud
secara sufistik lebih jauh dari itu. Misalnya halal menurut syari’at adalah
apa-apa yang tidak menyalahi aturan Allah, sementara halal secara sufistik
adalah apa-apa yang tidak menyebabkan lupa kepada Allah.
3. Wara (al-Wara’)
Secraa lugawi wara’ artinya hati-hati. Secara
istillahi wara’ adalah sikap menahan diri agar hatimu tidak menyimpang sekejap
pun dari mengingat Allah.
Wara’ ada empat tingkatan
a. Wara’ orang awam
Ialah wara’ orang kebanyakan yaitu menahan diri dari
melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
b. Wara’ orang saleh
Menahan diri dari menyentuh atau memakan sesuatu yang
mungkin akan jatuh kepada haram.
c. Wara’ muttaqin
Menahan diri dari sesuatu yang tidak diharamkan dan tidak
syubhat karena takut jatuh kepada haram.
Nabi bersabda, yang artinya :
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin
sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut akan apa yang
dapat menimbulkan dosa” (Ibnu Majah).
d. Wara’ orang benar
Menahan diri dari apa yang tidak berdosa sama sekali dan
tidak khawatir jatuh ke dalam dosa, tapi dia menahan diri melakukannya kaena
takut tidak ada niat untuk beribadat kepada Allah.
4. Faqr (al-Faqr)
Faqr berarti kekurangan harta dalam menjalankan kehidupan
di dunia. Sikap faqr harus dimiliki oleh seorang salik sewaktu menjalankan
suluknya.
5. Sabar (as-Sabr)
Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa
ada rasa kesal dan menyerah dalam diri. Sabar juga dapat berarti tetap merasa
cukup meskipun kenyataannya tidak memiliki apa-apa.
6. Syukur (as-Syukr)
Syukur yang berarti berterima kasih. Allahlah yang telah
memberikan nikmat dan berokah kepada umat manusia. Allah berfirman : Jika kamu
bersyukur, maka kami akan menambahkan nikmat kepadamu (al-Baqarah : 7)
7. Tawakal (at-Tawakkal)
Tawakkal arti dasarnya berserah diri kepada Allah. Secara
sufistik tawakkal adalah penyerahan diri hanya kepada ketentuan Allah.
8. Rida (ar-Rida)
Rida artinya meninggalkan ikhtiar. Menurut al-Muhaisibi
rida adalah tentramnya hati dibawah naungan hukum.
Menurut an-Najjar, ahli rida terbagi empat tipe. Pertama,
golongan orang yang rida atas segala pemberian Al-Haq dan inilah makrifat.
Kedua, golongan orang rida atas segala nikmat, itulah dunia. Ketiga, golongan
yang rida atas musibah dan itlah cobaan yang beragam. Keempat, golongan yang
rida atas keterpilihan, itulah mahabbah.
9. Al-Ma’rifah
Ma’rifah artinya mengenal atau melihat (melihat tuhan
dengan mata hati).
Dzunnun al-Misri membagi ma’rifah menjadi tiga bagian : 1)
Ma’rifah mukmin, 2) Ma’rifah ahli kalam, 3) Ma’rifah Auliya muqarrabin. Sufi
membagi manusia pada tiga klasifikasi. Pertama, tingkatan kaum ‘arif yang
mendapatkan kebahagiaan sebab hikmah (wisdom). Kedua, tingkatan orang-orang
mukmin yang mendapatkan kebahagiaan karena memiliki keimanan. Ketiga, tingkaatn
orang-orang bodoh dan mereka ini orang-orang yang binasa.
E. Tasawuf dan Tarekat
Mazhab dalam tasawuf disebut tarekat. Harun Nasution
memandang tarekat dari sisi institusi. Ia beranggapan bahwa tarekat adalah
organisasi para pengamal ajaran Syaikh pendiri tarekat termaksud.
K.H.A. Sahibulwafa Tajul’arifin (Abah Anom) menjelaskan
bahwa tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan sedangkan tarekat
adalah metodenya. Dengan demikian TQN adalah salah satu metode tasawuf untuk
mendekatkan diri kepada Allah guna dapat keridoan-Nya.
Sebuah tarekat dianggap mu’tabarah apabila terpenuhi
kriteria sebagai berikut.
1. Substansi ajarannya tidak bertentangan dengan al-Qur’an
dan as-Sunnah, dalam arti bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Tidak meninggalkan syari’ah.
3. Silsilahnya sampai dan bersambung (ittisal) kepada
Rasulullah Saw.
4. Ada mursyid yang membimbing para muridnya.
5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.
6. Kebenaran ajarannya bersifat universal.
Tarekat yang tidak memenuhi kriteria seperti tertulis di
atas dianggap gair mu’tabarah yakni tidak dibenarkan mengamalkannya apalagi
meyebarkannya.
Berdasarkan kelima kriteria di atas jelaslah bahwa TQN
bukanlah ajaran yang baru apalagi dianggap ajaran yang tidak berasal dari
Rasul, karena ia adalah ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah sahihah
dan secara mutawatir diamalkan oleh setiap generasi dibawah bimbingan Syaikh
Mursyid pada setiap zamannya.
F. Sumber Ajaran Tasawuf
Kalau kita kaji al-Qur’an secara tematik, kita kana
menemukan peta ayat secara zahir yakni ada empat tentang teologi, fikih,
tasawuf, falsafah dan seterusnya. Dari pendektana semacam ini ulama melahirkan
ilmu tauhid, ilmu fikih, tasawuf, filsafat dan lain-lain.
Sebagian sufi misal Ibnu ‘Arabi, al-Qusyaeri, Ibnu
‘Atolilah as-Sakandari dan sufi-sufi kontemporer lainnya berpendapat bahwa
semua ayat adalah tauhid, semua ayat adalah fikih begitu juga semua ayat adalah
taswuf. Paradigma yang berbeda dengan statemen di atas ini muncul karena ada
hadis nabi yang menyatakan bahwa setiap ayat ada mengandung makna zahir dan
makna batin.
Makna batin hanya dapat dipahami oleh ulama yang secara
istiqamah mensucikan hatinya dengan riyadah. Ulama yan g dawam dalam riyadah
adalah para sufi. Para sufilah orangnya yang dapat menangkap makna batin ayat
sehingga melahirkan ilmu haqiqah.
Dari pendekatan semacam ini pula, pada gilirannya
melahirkan apa yang disebut tafsir isyari (tafsir sufi). Dari tafsir isyarilah
lahirnya ilmu hakikat, taswuf dan tarekat, termasuk Tareka Qadiriyyah wa
an-Naqsabandiyah (TQN).
G. Buah dari Pengamalan Tasawuf
Buah pengamalan ilmu taswuf adalah akhlak al-Karimah akhlak
al-Karimah adalah kepribadian seimbang seorang manusia dalam kedudukannya
sebagai hamba Allah dan khalifah Allah.
Dalam konsep universal dapat disebutkan bahwa akhlak
al-Karimah adalah kepribadian yang sesuai dengan petunjuk (hidayah) Allah dan
Rasulnya.
H. Tarekat dalam Sistem Ajaran Islam
Tarekat merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Islam
tanpa tarekat bukanlah Islam kaffah sebagai yang diajarkan Rasulullah Saw.
Islam kaffah adalah Islam yang terpadu di dalamnya aspek akidah, syari’ah dan
haqiqah.tarekat qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah adalah salah satu alian
dalam tasawuf yang substansi ajarnnya merupakan gabungan dari dua tarekat yaitu
Qadiriyyah dan naqsabandiyah. Secara keilmuan dari aqidah lahir ilmu
aqa’id, ilmu tauhid, teologi Islam dan ilmu kalam, dari syariah lahir ilmu
Fikih dengan segala cabangnya dan dari aspek haqiqah lahir ilmu tasawuf dan
tarekat.
Arti dasar tarekat adalah jalan. Dan yang dimaksud adalah
jalan yang mesti dilalui oleh seorang salik utuk menuju pintu-pintu tuhan. Imam
Malik berkata sebagai dikutip oleh Imam al-Gazali :
“Barang siapa bertasawuf tanpa fikih maka dia zindik dan
barang siapa berfikih tanpa tasawuf maka ia masih fasik dan barang siapa yang
berislam dengan memadukan antara fikih dan tasawuf benarlah dia dalam
berislam”.
Secara eksplisit kedua tarekat ini dipadukan oleh seorang
Maha Guru tasawuf yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyah adalah nama
sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh
Abdul Qadir al-Jilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat yang dinisbahkan
kepada pendirinya yaitu Syaikh Bahauddin an-Naqsabandi.
TASAWUF
AKHLAKI, FALSAFI DAN IRFANI
A. Tasawuf Akhlaki (Tasawuf Sunni)
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada
perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menuasia yang dapat
ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan.
Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf
Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.
Dalam diri manusia ada potensi untuk menjadibaik dan
potensi untuk menjadi buruk. Potensi untuk menjadi baik adalah al-‘Aql dan
al-Qalb. Sementara potensi untuk menjadi buruk adalah an-Nafs. (nafsu)
yang dibantu oleh syaithan.
Sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat as-Syams :
7-8 sebagai berikut :
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ $ygyJolù;r’sù $ydu‘qègéú
$yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”.
Para sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain :
Hasan al-Basri (21 H – 110 H), al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H
– 465 H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H),
Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakandari
dan lain-lain.
B. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada
keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja
dikembangkan oleh para sufi yang filosof.
Ibnu Khaldun berendapat bahwa objek utama yang menjadi
perhatian tasawuf falsafi ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah sebagai
berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi
diri yang timbul dari dirinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib,
misalnya sifat-sifat rabbani, ‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh,
hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan
yang kosmos, terutama tentang penciptanya serta penciptaannya.
3. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang
brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas
samar-samar (syatahiyyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat
berupa mengingkarinya, menyetujui atau menginterpretasikannya.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi
antara lain adalah al-Hallaj (244 – 309 H/ 858 – 922 M) Ibnu’ Arabi (560 H –
638 H) al-Jili (767 H – 805 H), Ibnu Sab’in (lahir tahun 614 H) as-Sukhrawardi
dan yang lainnya.
C. Tasawuf ‘Irfani
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap
hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau
pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemebirian Tuhan (mauhibah). Ilmu
itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan
hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga
pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran
tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain
: Rabi’ah al-Adawiyah (96 – 185 H), Dzunnun al-Misri (180 H – 246 H), Junaidi
al-Bagdadi (W. 297 H), Abu Yazid al-Bustami (200 H – 261 H), Jalaluddin Rumi,
Ibnu ‘Arabi, Abu Bakar as-Syibli, Syaikh Abu Hasan al-Khurqani, ‘Ain al-Qudhat
al-Hamdani, Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.
TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA
A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu
menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di
akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku
cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu
sendiri yaitu :
1. Taqarrub Ilallah SWT.
Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan
dzikrullah.
2. Menuju jalan Mardhatillah
Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam
‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
3. Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata
hati.
4. Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi
Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran
hati.
B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan
sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai
berikut :
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya
maka menjadi tinggilah martabatnya.
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan
Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
3. Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia
wajib memperoleh rahmat.
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai
cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah
berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia
akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.
C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh
siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan
ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling
dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir
bimakna khas adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita
bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2)
zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan yang
kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalin zikir dalam al-Qur’an
tûïÏ%©!$# tbrã�ä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ%
#YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ …
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
þ’ÎTrã�ä.øŒ$$sù öNä.ö�ä.øŒr& (#rã�à6ô©$#ur ’Í< Ÿwur Èbrã�àÿõ3s? ÇÊÎËÈ
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan mengingat-mu,…”
(QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat bertanya
: Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya Rasulullah ?
Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha illalaah”.
Syarat-syarat berdzikir ada tiga macam
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang
sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan
gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya
zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah hati-hati
mereka.
2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu
khataman” artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah
menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran
TQN pada waktu-waktu tertentu.
3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat
akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa
sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang
mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual.
Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri
tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya
amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi
manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang
hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri.
Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah
pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam
keseluruhan.
Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan)
Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir
al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena
maksiat.
4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term
tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang
lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling
utama adalah zdikrullah.
5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara –
yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah
adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang
salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal
dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan
manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal
mendahului kita.
4) Attabarruk.
6. Khalwah
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke
suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata.
Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru
Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh
hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi
menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan
berkhalwat yaitu:
1) Niat dengan ikhlas
2) Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon
do’anya.
3) Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan
terus berdzikir.
4) Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan
membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
5) Dawam al-Wudlu.
6) Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7) Tidak menyandar badan ke dinding.
8) Rabithah.
9) Berpuasa.
10) Diam dan terus Zikrullah.
11) Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi,
nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12) Menjauhi sumber suara.
13) Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak
boleh ditinggalkan.
14) Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke
tanah.
15) Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi
punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai
merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
16) Tidak lapar tidak kenyang.
17) Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud
meminta berkah kepadanya.
18) Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah
dari gurunya.
19) Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah
getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
20) Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan
guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.
7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada Tuhan
dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana
seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Tanbih juga mengandung ajarn moral, menyangkut pelbagai kehidupan
pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.
D. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada,
telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan
TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah
pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami
berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan
mental karenanya.
3. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam
menghadapi situasi yang tidak menentu.
4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak
terbawa arus kemanapun pergi.
5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
6. Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi
“individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka
Tuhannya.
7. Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi
disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan
para normal), yang pada umumnyadimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual
atau tungkat kerohanian tinggi.
MURSYID DAN MURID
A. Mursyid
Guru atau mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi
fi at-tariqoh artinya orang yang palin tinggi martabatnya dalam suatu
tarekat. Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah
sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara syari’at dan
hakikat. Betapa penting keberadaan guru dalam suatu tarekat, dijelaskan
tidaklah benar seseorang mengamalkan suatu tarekat tanpa guru.
Mursyidlah yang mendapat izin dari Rasulullah untuk
melakukan talqin az-Zikir kepada sipa saja ang mau mengamalkan zikir.
Kriteria Mursyid
a. Seorang mursyid haruslah seorang yang alim.
b. Seorang mursyid haruslah’arif.
c. Seorang mursyid harus sabar dan mempunyai rasa belas
kasihan yang tinggi kepada murid-muridnya.
d. Seorang mursyid harus pandai menyimpan rahasia
murid-muridnya.
e. Seorang mursyid tidak boleh menyalahgunakan kedudukan
sebagai seorang guru spiritual atau orang yang paling tinggi martabatnya dalam
tarekat.
f. Seorang mursyid haruslah bijaksana.
g. Seorang mursyid harus disiplin.
h. Menjaga lisan dan nafsu keeduniaan.
i. Seorang mursyid harus mempunyai hati yang ikhlas.
j. Selalu menjaga jarak antara dirinya dengan muridnya.
k. Memelihara harga diri, wibawa dan kehormatan.
l. Mursyid harus bisa memberi petunjuk tertentu pada
situasi tertentu kepada muridnya.
m. Merahasakan hal-hal istimewa.
n. Mursyid selalu mengawasi muridnya dalam kehidupan
sehari-hari.
- o. Merahasiakan segala gerak gerik kehidupannya.
p. Seorang mursyid harus mencegah berlebihan dalm makan dan
minum.
q. Seorang mursyid harus menyediakan tempat berkhalwat bagi
murid-muridnya.
r. Menutup pergaulan murid dengan mursyid lainnya.
B. Murid dan kewajiban terhadap Mursyidnya
Murid secara etimologis artinya orang yang berkehendak,
berkemauan dan mempunyai cita-cita. Murid dalam istilah tarekat adalah orang
yang bermaksud menempuh jalan untuk dapat sampai ke tujuan yakni keridoan
Allah.
Kewajiban murid terhadap mursyidnya adalah sebagai berikut
:
1. Menyerahkan diri lahir batin.
2. Murid harus menurut dan mematuhi perintah gurunya.
3. Murid tidak boleh menggunjing gurunya.
4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri.
5. Seorang murid harus selalu ingat kepada gurunya.
6. Seorang murid tidak boleh memiliki keinginan untuk
bergaul ;lebih dalam dengan mursyidnya, baik untuk tujuan dunia maupun akhirat.
7. Seorang murid harus mempunyai keyakinan dalam hati.
8. Seorang murid tidak boleh menyembunyikan rahasia
hatinya.
9. Murid harus memelihara keluarga dan kerabat gurunya.
10. Kesenangan murid tidak boleh sama dengan gurunya.
11. Seorang murid tidak memberi saran kepada gurunya.
12. Seorang murid tidak boleh memandang kekurangan gurunya.
13. Seorang murid harus rela memberikan sebagian hartanya.
14. Seorang murid tidak boleh bergaul dengan orang yang
dibenci gurunya.
15. Seorang murid tidak boleh melakukan sesuatu yang
dibenci gurunya.
16. Seorang murid tidak boleh iri kepada murid lainnya.
17. Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus
mendapat izin dari gurunya.
18. Tidak boleh duduk pada tempat yang biasa dipakai duduk
oleh gurunya.
C. Adab Murid terhadap Dirinya Sendiri
1. Meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang jahat,
sebaliknya bergaul dengan orang-orang pilihan.
2. Jika hendak berzikir padahal ia telah memiliki keluarga
dan telah beranak maka seyogyanya menutup pintu yang dapat menghalangi antara dia
dengan istri dan anaknya.
3. Meninggalkan sikap berlebihan baik dalam urusan makan,
minum, pakaian, hubungan suami istri.
4. Meninggalkan cinta dunia dan berfikir tentang kehidupan
akhirat.
5. Tidak tidur dalam keadaan junub, tetapi sebaliknya
selalu dalam keadaan suci punya wudu.
6. Tidak boleh toma (berharap) kepada apa yang ada di
tangan manusia lain.
7. Jika rizki sulit didapat, dan hati manusia keras
kepadanya, amka bersabarlah, sebab boleh jadi hara dunia berpaling dari murid
ketika ia masuk dalam tarekat.
8. Hendaklah ia melakukan muhasabah (intropeksi) dan
mendorong jiwanya untuk mengamalkan tarekat.
9. Menydikitkan tidur, terutama di waktu sahur sebab ia
adalah waktu ijabah.
10. Menjaga diri agar hanay makan yang hala.
Dan lain-lain …
D. Adab Murid terhadap Sesama Ikhwan atau terhadap
Muslim yang lain
1. Mencintai ikhwan tarekat seperti ia mencintai dirinya
sendiri.
2. Memulai mengucapkan salam, bersalaman dan berbicara
dengan bahasa yang menyenangkan jika bertemu sesama ikhwan.
3. Bergaul sesama ikhwan dengan akhlak yang baik.
4. Bersikap tawadu’ kepada ikhwan.
5. Mencari keridaan mereka dan anda harus memandang mereka
lebih baik dari pada anda sendiri, selanjutnya saling menolong dalam kebaikan
dan takwa, mencintai Allah dan mendorong mereka dalam apa yang diridai Allah
dan anda menunjuki mereka ke jalan yang benar.
6. Menaruh kasih kepada semua ikhwan, hormat kepada yang
lebih besar dan sayang kepada yang lebih muda.
7. Bersikap simpatik dan halus dalam upaya menasihati
ikhwan jika meraka melakukan pelanggaran.
8. Berbaik sangka kepada ikhwan.
9. Hendaklah menerima permintaan maaf ikhwan yang lain
apabila ia minta maaf meskipun ia berdusta, sebab orang yang meminta maaf
kepadamu secara terbuka meskipun batinnya marah maka sesungguhnya orang itu telah
taat kepadamu dan telah menghormatimu.
10. Mendamaikan dua ikhwan yang bermusuhan.
11. Bersikap benar kepada sesama ikhwan dalam segala
kondisi dan jangan lupa mendo’akan mereka dengan ampunan meskipu mereka gaib
(tidak ada dihadapan kita).
12. Memberi kelapangan mereka dalam majelis.
13. Bertanya tentang nama kawan kita sekaligus nama
ayahnya.
14. Mempertahankan harga diri ikhwan dan menolong mereka
meskipun sedang tidak dihadapan kita.
15. Menunaikan janji apabila ia berjanji, sebab sesungguhnya
janji termasuk salah satu dari dua pemberian, menurut Ahlussunnah ia adalah
utang.
E. Waliyullah
Waliyullah artinya kekasih Allah, orang-orang yang dicintai
Allah. Ia selalu diberi hidayah oleh Allah untuk beramal salih dan berdakwah,
ia adalah orang-orang salih yang beramal dengan ikhlas.
F. Tanda-tanda Wali Allah
1. Jika kita melihat mereka, mereka mengingatkan kita
kepada Allah.
2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang-orang mencarinya.
3. Mereka bertaqwa kepada Allah.
4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berakhlak mulia.
6. Mereka hidup zuhud di dunia.
7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
9. Mereka suka terbiasa bermunajat di akhir malam.
10. Mereka suka menangis dan berzikir mengingat Allah.
11. Jika meraka menghendaki sesuatu, Allah memenuhi
keinginannya.
12. Keinginan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Karamah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah
kepada para wali. Hal itu diberikan sebagai hiburan atau santunan, atau
pembekalan ilmu atau sebagai ujian.
Manfaat Karamah
1) Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
2) Mengkokohkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali.
3) Adanya karomah merupakan bukti anugrah atau derajat yang
diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah.
G. Perbedaan antara Kenabian dan Kewalian
Kenabian adalah jabatan spritual yang diberikan Allah
kepada orang-orang pilihan dengan cara Allah memberikan wahyu kepadanya,
sementara kewalian adalah kasih sayang Allah kepada orang-orang tertentu karena
ia berusaha mujahadah taqarub kepada-Nya sehingga memberikan ilham kepada-Nya.
Kenabian adalah kalam yang datang dari Tuhan sebagai wahyu,
bersama-sama ruh dari Tuhan, sebagai wahyu yang dinyatakan dan diperkuat dengan
ruh. Kewalian adalah orang dimana Tuhan mempercayakan (waliyah) hadis-Nya.
Tuhan membawa wali kepada diri-Nya dengan cara yang berbeda, dan dia mempunyai
hadis.
Bukti-bukti Kenabian
Sebagai salah satu indikator pengakuan seseorang sebagai
nabi dan rasul adalah adanya mu’jizat. Mu’jizat adalah kejadaian luar biasa
yang diberikan Allah kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian
dan kerasulannya.
Syarat-syarat Mu’jizat
1. Mu’jizat, datangnya harus dari Allah sebagai kejadian luar
biasa untuk menguatkan kenabia atau kerasulan seseorang.
2. Mu’jizat harus berupa kejadian luar biasa sehingga tidak
ada yang dapat meniru.
3. Mu’jizat harus muncul dari seorang nabi agar dapat
dijadikan bukti bagi risalahnya.
4. Mu’jizat harus diiringi dengan pengakuan kenabian, baik
secara hakekat atau hukum. Biasanya didahului dengan kejadiaan luar biasa yang
disebut irhash.
5. Mu’jizat harus sesuai dengan situasi dan kondisi di masa
timbulnya, kalau tidak, maka pungsinya berubamenjadi ihanah, seperti yang
terjadi pada Musilamah al-Kazzab.
6. Para penentang risalah tidak bisa mendatangkan yang
sepertinya, jika bisa, maka mu’jizat itu palsu.
7. Mu’jizat boleh bertentangan dengan hukum alam.
Ma’unnah, Ihanah, Istidraj, Irkhas, Sihir, Sya’udah
dan Garaib al-Mukhtari’ah.
Ma’unah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah
kepada orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan.
Ihanah adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada
seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan
kepada Musailamah al-Kazzab.
Sedangkan Istidraj adalah kejadian luar biasa yang
diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan
mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya. Adapaun Irkhas
adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada calon nabi.
Sihir adalah suatu cara yang dapat menampilkan berbagai
perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi sebenarnya
seluk beluknya itu dapat dipelajari.
As-Sya’udah adalah kejadiaan ;luar biasa yang biasa timbul
di tangan seseorang, sehingga menampakan pesona dan kekaguman bagi yang
melihatnya, meskipun kejadian itu tidak terjadi.
Garaib al-Mukhtariah adalah karya atau ucapan manusia
disebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, seperti radio, televisi dan
telepon, hp dan lain-lain.
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi
al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari
seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf
adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan
dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik
dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur
ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang
ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3)
tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah
mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan
terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan
ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan
jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari
berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan
bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
A. Tasawuf
Definisi tasawuf satu dengan yang lainnya berbeda-beda
tergantung dari sisi mana si pakar tadi meninjaunya. Ada yang melihat dari sisi
sejarah kemunculannya, ada yang melihat dari sisi fenomenan sosial di abad
klasik dan pertengahan, juga ada yang melihatnya dari sisi substansi ajarannya
dan ada juga yang melihat dari sisi tujuannya.
1. Asal-usul Tasawuf
Teori pertama menyatakan bahwa secara etimologis tasawuf
diambil dari kata “Suffah” yaitu sebuah tempat di mesjid Rasulullah Saw.
(Mesjid Nabawi) yang dihuni oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud yang
konsentrasi beribadah kepada Allah sambl menimba ilmu dari Rasulullah. Teori
kedua, menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata “sifat” dengan alasan bahwa
para sufi suka membahas sifat-sifat Allah sekaligus mengaplikasikan sifat-sifat
Allah tersebut dalam perilaku mereka sehari-hari. Teori ketiga berpendapat bahwa
kata “tasawuf” daiambil dari akar kata “sufah” artinya selembar bulu, sebab
para sufi dihadapan Tuhannya merasa begaikan selembar bulu yang terpisah dari
kesatuannya yang tidak mempunyai nilai apa-apa. Teori keempat menyatakan bahwa
“tasawuf” diambil dari kata “shofia” yang artinya al-hikmah (bijaksana) sebab
para sufi selalu mencari hikmah ilahiyah dalam kehidupannya. Teori kelima,
sebagaimana dikemukakan oleh al-Busti seorang fakar tasawuf, menyatakan bahwa
taswuf berasal dari kata “as-safa” yang artinya suci, bersih dan murni, sebab
para sufi membersihkan jiwanya hingga berada dalam kondisi suci dan bersih. Ada
juga teori yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata “suf” yang
artinya bulu domba (wool), dengan argumentasi wool kasar yang terbuat dari bulu
binatang sebagai tanda kesederhanaan hidup mereka.
Diantara berbagai pendapat tenang asal usul “taswuf” menrut
Ahmad as-Sirbasi, pendapat al-Bustilah yang paling kuat dan rajih, sebab
kenyataannya tasawuf itu adalah upaya pensucian hati supaya dekat dengan Allah.
Dilihat dari tujuannya, seperti telah disinggung di atas,
tasawuf adalaha proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara mensucikan hati
(tashfiat al-Qalbi).
2. Pengertian Tasawuf secara Terminologis
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi
al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari
seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf
adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan
dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik
dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur
ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang
ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3)
tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah
mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan
terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan
ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan
jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari
berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan
bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
3. Obyek Ilmu Tasawuf
Obyek ilmu taswuf adalah perbuatan hati dan panca indera
ditinjau dari segi cara pensuciannya.. perbuatan hati atau aspek ruhani
ditinjau dari segi cara pensuciaannya.
4. Buah Ilmu Tasawuf
Buah taswuf adalah terdidiknya hati mengetahui (ma’rifah)
terhadap ilmu gaib secara ruhani, selamat di dunia dan bahagia di akhirat,
dengan mandapat keridoan Allah.
5. Keutamaan Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling mulia karena berkaitan
dengan ma’rifah kepada Allah Ta’ala dan mahabbah kepada-Nya.
Tasawuf adalah ruhnya syariat dan ruhnya ilmu ilmu lain.
6. Hubungan ilmu taswuf dengan ilmu yang lainnya
Nisbah ilmu taswuf terhadap ilmu yang lain baagikan nisbah
ruh bagi jasad. Ilmu tasawuf adalah ruh, sementara ilmu yang lain adalah jasad.
Jasad tidaklah dapat hidup tanpa ruh.
7. Pencipta Ilmu Tasawuf
Pencipta ilmu tasawuf adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Allah menciptakan ilmu ini kepada Rasulullah dan para Nabi yang sebelumnya.
8. Nama Ilmu Taswuf
Ilmu tasawuf mempunyai beberapa nama, antara lain sebagai
berikut:
a. Ilmu Batin , berkaitan dengan aspek batiniah
b. Ilmu al-Qalbi,
c. Ilmu Laduni, ilmu yang di dapat tanpa proses belajar,
d. Ilmu Mukasyafah , mampu membukakan rahasia rahasia gaib,
e. Ilmu Asror, yait ilmu rahasia , karna akn mampu membuka
rahsia gaib, melalui pintu hati.
f. Ilmu Maknun
g. Ilmu Hakikat, berkaitan dengan hakikat manusia
9. Pilar Ilmu Tasawuf
Pilar ilmu tasawuf ada lima perkara
a. Taqwallah (bertakwa kepada Allah) baik sewaktu sirr
maupun ‘alabiyah (terbuka).
b. Mengikuti Sunnah baik qauli maupun fi’li serta
mengaktualisasikannya dalam penjagaan diri dan akhlak yang baik.
c. Berpaling dari makhluk yang diwujudkan dalam sikap sabar
dan tawakkal.
d. Rida terhadap ketentuan Allah yang diwujudkan dengan
sikap qona’ah dan menerima (tafwid).
e. Kembali kepada Allah baik sikala senang maupun di waktu
susah.
10. Sumber Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
Saw. Juga dari atsar assabitah (jejak yang sudah tetap) dari umat-umat pilihan
di masa silam.
11. Hukum Mempelajari Ilmu Tasawuf
Hukum mempelajarai ilmu tasawuf adalah wajib ain atrinya
kewajiban yang mengikat kepada setiap individu muslim.
Oleh karena itu sebagian ulama ahli ma’rifah berkata :
Barang siapa yang tidak memiliki ilmu ini sedikitpun (ilmu
batin), aku hawatir ia berakhir dengan su’ul khatimah. Paling tidak seorang
mukmin harus membenarkan akan ilmu ini dan menyerahkan kepada ahlinya.
12. Masalah-masalah yang dibahas dalam ilmu Tasawuf
Masalah inti yang dibahas dalam ilmu tasawuf adalah
sifat-sifat jiwa manusia, cara-cara pensucian jiwa, dan penjelasan
istilah-istilah yang khas dalam disiplin ilmu ini misalnya; maqamat, taubat,
zuhud, wara’, al-mahabbah, fana baqa dan yang lainnya.
B. Rukun Tasawuf
Al-Kalabazi dengan mengutip pendapat Abu al-Hasan Muhammad
bin Ahmad al-Farisi menerangkan bahwa rukun tasawuf ada sepuluh macam, antara
lain :
1. Tajrid at-Tauhid (memurnikan tauhid)
2. Memahami informasi. Maksudnya mendengar tingkah laku
bukan hanya mendengar ilmu saja.
3. Baik dalam pergaulan.
4. Mengutamakan kepentingan orang banyak ketimbang
kepentingan diri sendiri.
5. Meninggalkan banyak pilihan.
6. Ada kesinambungan antara pemenuhan kepentingan lahir dan
batin.
7. Membuka jiwa terhadap intuisi (ilham).
8. Banyak melakukan bepergian untuk menyaksikan keagungan
alam ciptaan Tuhan sekaligus mengambil pelajaran.
9. Meninggalkan iktisab untuk menumbuhkan tawakkal.
10. Meninggalkan iddikhar (banyak simpanan) dalam keadaan
tertentu kecuali dalam rangka mencari ilmu.
C. Perkembangan Tasawuf
Secara keilmuan, tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru
dalam syari’at Islam, demikian menurut Ibnu Khaldun. Adapaun asal-usul tasawuf
menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan
keindahan dunia dan menjauhkan diri dari akhluk. Ketika kehidupan materialistik
mulai mencuat dalam peri kehidupan masyarakat muslim pada abad kedua dan ketiga
hijriyyah sebagai akibat dari kemajuan ekonomi di dunia Islam, orang-orang yang
konsentrasi beribadah dan menjauhkan diri dari hiruk pikuknya kehidupan dunia
disebutlah kaum sufi.
Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Muhammad Iqbal dalam bukunya “Tajdid
al-Fikr ad-Dini al-Islam” berpendapat bahwa tasawuf telah ada semenjak
Nabi. Riyadoh Diniyyah telah lama menyertai kehidupan manusia sejak awal-awal
Islam bahkan kehidupan ini semakin mengental di dalam sejarah kemanusiaan.
Menurut sebagian fakar, Imam Ali bin Abi Thalib adalah
orang pertama yang memunculkan istilah taswuf. Menurut yang lain Salman
al-Farisi. Menurut pendapat yang lain Hudzaefah bin al-Yaman sebab Hasan Basri
(tokoh sufi di abad kedua Hijriyyah) berguru kepada Hudzefah.
Akar-akar tasawuf dalam Islam merupakan penjabaran dari
ihsan. Ihsan sendiri merupakan bagian dari trilogi ajaran Islam. Islam adalah
satu kesatuan dari iman, islam dan ihsan. Islam adalah penyerahan diri kepada
Allah secara zahir, iman adalah I’tikad batin terhadap hal-hal gaib yang ada
dalam rukun iman, sedangkan ihsan adalah komitmen terhadap hakikat zahir dan
batin.
Islam, iman dan ihsan adalah landasan untuk melakukan suluk
dan taqqarub kepada Allah. ‘Iz bin Abdissalam berpendapat bahwa sistematika
keberagamaan bagi kaum muslimin, yang pertama adalah Islam. Islam merupakan
tingkat pertama beragama bagi kaum awam. Iman adalah tingkatan pertama bagi
hati orang khusus kaum mukminin, sedangkan ihsan adalah tingkatan pertama bagi
ruh kaum muqarribin.
D. Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah
Dalam menempuh jalan ruhani menuju Tuhan taqarrub
ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), ada stasion-stasion (al-Maqamat)“hal”
adalah kondisi yang dialami oleh seorang sufi dalam dirinya atau batinnya
sebagai hasil dari usahanya dalam maqamat tadi. Dengan demikian perbedaan maqam
dan ahwal ialam maqam merupakan usaha seorang sufi untuk berada dalam tingkatan
tertentu sedangkan ahwal adalah suatu pemberian (karunia) Allah yang diberikan
kepada seorang sebagai hasil usahanya dalam maqam tadi.
yang mesti ditempuh oleh seorang salik. Maqam adalah kedudukan atau tahapan
dimana seorang sufi berada. Kedudukan ini hanya akan di dapat oleh seorang sufi
atas usahanya sendiri dengan penuh kesungguhan dan istiqamah. Sedangkan ahwal
yang bentuk mufranya
“Ahwal adalah pemberian sementara maqamat adalah usaha”.
Dengan demikian ahwal bertingkat-tingkat. Pada umumnyapara
sufi menulis sepuluh tingkatan.
1. Taubah
Taubah adalah maqam pertama yang mesti dilalui oleh setiap
salik.
Taubah ada tiga tingkatan :
a) Taubah orang sadar
Awalnya kebiasaan yang terjadi dalam linngkungan beragama
tetapi akhirnya menjadi tinggi dalam perasaan tambah-tambah menjadi peringatan.
b) Taubat Salik
Taubah orang salik bukan dari dosa dan kesalahan dan bukan
dari penyesalan dan istigfar tetapi terjadi karena perpindahan kondisi jiwa
yang naik menjadi sempurna sehingga dapat menghadirkan Allah dalam setiap gerak
nafasnya.
Dalam sebuah syair yang indah Abdullah al-Mubarok
menyatakan :
Aku melihat dosa mematikan hati
Lalu diikuti dengan kehinaan di setiap-setiap zamannya
Meninggalkan dosa adalah cara menghidupkan hati
Maka pilihlah bagi dirimu untuk menyalahi dosa-dosa.
c) Taubat ‘Arif
Taubat seorang ‘arif (orang yang ma’rifah) bukan dari dosa
atau dari menyalahi jiwa tetapi taubah dari kelupaan terhadap dirinya sendiri
bahwa dirinya itu dalam gemgaman Tuhannya.
2. Zuhud
Awal mula zuhud adalah sikap wara’ dalam beragama yakni
menjauhi hal-hal yang diharamkan syara’. Memang kewara’an dapat menimbulkan
keinginan untuk berlaku zuhud secara ruhani secara mendalam. Hanya makna zuhud
secara sufistik lebih jauh dari itu. Misalnya halal menurut syari’at adalah
apa-apa yang tidak menyalahi aturan Allah, sementara halal secara sufistik
adalah apa-apa yang tidak menyebabkan lupa kepada Allah.
3. Wara (al-Wara’)
Secraa lugawi wara’ artinya hati-hati. Secara
istillahi wara’ adalah sikap menahan diri agar hatimu tidak menyimpang sekejap
pun dari mengingat Allah.
Wara’ ada empat tingkatan
a. Wara’ orang awam
Ialah wara’ orang kebanyakan yaitu menahan diri dari
melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
b. Wara’ orang saleh
Menahan diri dari menyentuh atau memakan sesuatu yang
mungkin akan jatuh kepada haram.
c. Wara’ muttaqin
Menahan diri dari sesuatu yang tidak diharamkan dan tidak
syubhat karena takut jatuh kepada haram.
Nabi bersabda, yang artinya :
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin
sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut akan apa yang
dapat menimbulkan dosa” (Ibnu Majah).
d. Wara’ orang benar
Menahan diri dari apa yang tidak berdosa sama sekali dan
tidak khawatir jatuh ke dalam dosa, tapi dia menahan diri melakukannya kaena
takut tidak ada niat untuk beribadat kepada Allah.
4. Faqr (al-Faqr)
Faqr berarti kekurangan harta dalam menjalankan kehidupan
di dunia. Sikap faqr harus dimiliki oleh seorang salik sewaktu menjalankan
suluknya.
5. Sabar (as-Sabr)
Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa
ada rasa kesal dan menyerah dalam diri. Sabar juga dapat berarti tetap merasa
cukup meskipun kenyataannya tidak memiliki apa-apa.
6. Syukur (as-Syukr)
Syukur yang berarti berterima kasih. Allahlah yang telah
memberikan nikmat dan berokah kepada umat manusia. Allah berfirman : Jika kamu
bersyukur, maka kami akan menambahkan nikmat kepadamu (al-Baqarah : 7)
7. Tawakal (at-Tawakkal)
Tawakkal arti dasarnya berserah diri kepada Allah. Secara
sufistik tawakkal adalah penyerahan diri hanya kepada ketentuan Allah.
8. Rida (ar-Rida)
Rida artinya meninggalkan ikhtiar. Menurut al-Muhaisibi
rida adalah tentramnya hati dibawah naungan hukum.
Menurut an-Najjar, ahli rida terbagi empat tipe. Pertama,
golongan orang yang rida atas segala pemberian Al-Haq dan inilah makrifat.
Kedua, golongan orang rida atas segala nikmat, itulah dunia. Ketiga, golongan
yang rida atas musibah dan itlah cobaan yang beragam. Keempat, golongan yang
rida atas keterpilihan, itulah mahabbah.
9. Al-Ma’rifah
Ma’rifah artinya mengenal atau melihat (melihat tuhan
dengan mata hati).
Dzunnun al-Misri membagi ma’rifah menjadi tiga bagian : 1)
Ma’rifah mukmin, 2) Ma’rifah ahli kalam, 3) Ma’rifah Auliya muqarrabin. Sufi
membagi manusia pada tiga klasifikasi. Pertama, tingkatan kaum ‘arif yang
mendapatkan kebahagiaan sebab hikmah (wisdom). Kedua, tingkatan orang-orang
mukmin yang mendapatkan kebahagiaan karena memiliki keimanan. Ketiga, tingkaatn
orang-orang bodoh dan mereka ini orang-orang yang binasa.
E. Tasawuf dan Tarekat
Mazhab dalam tasawuf disebut tarekat. Harun Nasution
memandang tarekat dari sisi institusi. Ia beranggapan bahwa tarekat adalah
organisasi para pengamal ajaran Syaikh pendiri tarekat termaksud.
K.H.A. Sahibulwafa Tajul’arifin (Abah Anom) menjelaskan
bahwa tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan sedangkan tarekat
adalah metodenya. Dengan demikian TQN adalah salah satu metode tasawuf untuk
mendekatkan diri kepada Allah guna dapat keridoan-Nya.
Sebuah tarekat dianggap mu’tabarah apabila terpenuhi
kriteria sebagai berikut.
1. Substansi ajarannya tidak bertentangan dengan al-Qur’an
dan as-Sunnah, dalam arti bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Tidak meninggalkan syari’ah.
3. Silsilahnya sampai dan bersambung (ittisal) kepada
Rasulullah Saw.
4. Ada mursyid yang membimbing para muridnya.
5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.
6. Kebenaran ajarannya bersifat universal.
Tarekat yang tidak memenuhi kriteria seperti tertulis di
atas dianggap gair mu’tabarah yakni tidak dibenarkan mengamalkannya apalagi
meyebarkannya.
Berdasarkan kelima kriteria di atas jelaslah bahwa TQN
bukanlah ajaran yang baru apalagi dianggap ajaran yang tidak berasal dari
Rasul, karena ia adalah ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah sahihah
dan secara mutawatir diamalkan oleh setiap generasi dibawah bimbingan Syaikh
Mursyid pada setiap zamannya.
F. Sumber Ajaran Tasawuf
Kalau kita kaji al-Qur’an secara tematik, kita kana
menemukan peta ayat secara zahir yakni ada empat tentang teologi, fikih,
tasawuf, falsafah dan seterusnya. Dari pendektana semacam ini ulama melahirkan
ilmu tauhid, ilmu fikih, tasawuf, filsafat dan lain-lain.
Sebagian sufi misal Ibnu ‘Arabi, al-Qusyaeri, Ibnu
‘Atolilah as-Sakandari dan sufi-sufi kontemporer lainnya berpendapat bahwa
semua ayat adalah tauhid, semua ayat adalah fikih begitu juga semua ayat adalah
taswuf. Paradigma yang berbeda dengan statemen di atas ini muncul karena ada
hadis nabi yang menyatakan bahwa setiap ayat ada mengandung makna zahir dan
makna batin.
Makna batin hanya dapat dipahami oleh ulama yang secara
istiqamah mensucikan hatinya dengan riyadah. Ulama yan g dawam dalam riyadah
adalah para sufi. Para sufilah orangnya yang dapat menangkap makna batin ayat
sehingga melahirkan ilmu haqiqah.
Dari pendekatan semacam ini pula, pada gilirannya
melahirkan apa yang disebut tafsir isyari (tafsir sufi). Dari tafsir isyarilah
lahirnya ilmu hakikat, taswuf dan tarekat, termasuk Tareka Qadiriyyah wa
an-Naqsabandiyah (TQN).
G. Buah dari Pengamalan Tasawuf
Buah pengamalan ilmu taswuf adalah akhlak al-Karimah akhlak
al-Karimah adalah kepribadian seimbang seorang manusia dalam kedudukannya
sebagai hamba Allah dan khalifah Allah.
Dalam konsep universal dapat disebutkan bahwa akhlak
al-Karimah adalah kepribadian yang sesuai dengan petunjuk (hidayah) Allah dan
Rasulnya.
H. Tarekat dalam Sistem Ajaran Islam
Tarekat merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Islam
tanpa tarekat bukanlah Islam kaffah sebagai yang diajarkan Rasulullah Saw.
Islam kaffah adalah Islam yang terpadu di dalamnya aspek akidah, syari’ah dan
haqiqah.tarekat qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah adalah salah satu alian
dalam tasawuf yang substansi ajarnnya merupakan gabungan dari dua tarekat yaitu
Qadiriyyah dan naqsabandiyah. Secara keilmuan dari aqidah lahir ilmu
aqa’id, ilmu tauhid, teologi Islam dan ilmu kalam, dari syariah lahir ilmu
Fikih dengan segala cabangnya dan dari aspek haqiqah lahir ilmu tasawuf dan
tarekat.
Arti dasar tarekat adalah jalan. Dan yang dimaksud adalah
jalan yang mesti dilalui oleh seorang salik utuk menuju pintu-pintu tuhan. Imam
Malik berkata sebagai dikutip oleh Imam al-Gazali :
“Barang siapa bertasawuf tanpa fikih maka dia zindik dan
barang siapa berfikih tanpa tasawuf maka ia masih fasik dan barang siapa yang
berislam dengan memadukan antara fikih dan tasawuf benarlah dia dalam
berislam”.
Secara eksplisit kedua tarekat ini dipadukan oleh seorang
Maha Guru tasawuf yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyah adalah nama
sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh
Abdul Qadir al-Jilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat yang dinisbahkan
kepada pendirinya yaitu Syaikh Bahauddin an-Naqsabandi.
TASAWUF
AKHLAKI, FALSAFI DAN IRFANI
A. Tasawuf Akhlaki (Tasawuf Sunni)
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada
perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menuasia yang dapat
ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan.
Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf
Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.
Dalam diri manusia ada potensi untuk menjadibaik dan
potensi untuk menjadi buruk. Potensi untuk menjadi baik adalah al-‘Aql dan
al-Qalb. Sementara potensi untuk menjadi buruk adalah an-Nafs. (nafsu)
yang dibantu oleh syaithan.
Sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat as-Syams :
7-8 sebagai berikut :
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ $ygyJolù;r’sù $ydu‘qègéú
$yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”.
Para sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain :
Hasan al-Basri (21 H – 110 H), al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H
– 465 H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H),
Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakandari
dan lain-lain.
B. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada
keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja
dikembangkan oleh para sufi yang filosof.
Ibnu Khaldun berendapat bahwa objek utama yang menjadi
perhatian tasawuf falsafi ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah sebagai
berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi
diri yang timbul dari dirinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib,
misalnya sifat-sifat rabbani, ‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh,
hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan
yang kosmos, terutama tentang penciptanya serta penciptaannya.
3. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang
brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas
samar-samar (syatahiyyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat
berupa mengingkarinya, menyetujui atau menginterpretasikannya.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi
antara lain adalah al-Hallaj (244 – 309 H/ 858 – 922 M) Ibnu’ Arabi (560 H –
638 H) al-Jili (767 H – 805 H), Ibnu Sab’in (lahir tahun 614 H) as-Sukhrawardi
dan yang lainnya.
C. Tasawuf ‘Irfani
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap
hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau
pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemebirian Tuhan (mauhibah). Ilmu
itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan
hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga
pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran
tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain
: Rabi’ah al-Adawiyah (96 – 185 H), Dzunnun al-Misri (180 H – 246 H), Junaidi
al-Bagdadi (W. 297 H), Abu Yazid al-Bustami (200 H – 261 H), Jalaluddin Rumi,
Ibnu ‘Arabi, Abu Bakar as-Syibli, Syaikh Abu Hasan al-Khurqani, ‘Ain al-Qudhat
al-Hamdani, Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.
TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA
A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu
menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di
akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku
cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu
sendiri yaitu :
1. Taqarrub Ilallah SWT.
Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan
dzikrullah.
2. Menuju jalan Mardhatillah
Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam
‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
3. Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata
hati.
4. Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi
Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran
hati.
B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan
sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai
berikut :
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya
maka menjadi tinggilah martabatnya.
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan
Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
3. Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia
wajib memperoleh rahmat.
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai
cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah
berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia
akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.
C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh
siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan
ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling
dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir
bimakna khas adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita
bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2)
zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan yang
kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalin zikir dalam al-Qur’an
tûïÏ%©!$# tbrã�ä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ%
#YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ …
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
þ’ÎTrã�ä.øŒ$$sù öNä.ö�ä.øŒr& (#rã�à6ô©$#ur ’Í< Ÿwur Èbrã�àÿõ3s? ÇÊÎËÈ
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan mengingat-mu,…”
(QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat bertanya
: Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya Rasulullah ?
Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha illalaah”.
Syarat-syarat berdzikir ada tiga macam
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang
sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan
gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya
zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah hati-hati
mereka.
2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu
khataman” artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah
menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran
TQN pada waktu-waktu tertentu.
3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat
akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa
sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang
mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual.
Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri
tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya
amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi
manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang
hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri.
Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah
pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam
keseluruhan.
Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan)
Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir
al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena
maksiat.
4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term
tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang
lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling
utama adalah zdikrullah.
5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara –
yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah
adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang
salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal
dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan
manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal
mendahului kita.
4) Attabarruk.
6. Khalwah
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke
suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata.
Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru
Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh
hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi
menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan
berkhalwat yaitu:
1) Niat dengan ikhlas
2) Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon
do’anya.
3) Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan
terus berdzikir.
4) Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan
membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
5) Dawam al-Wudlu.
6) Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7) Tidak menyandar badan ke dinding.
8) Rabithah.
9) Berpuasa.
10) Diam dan terus Zikrullah.
11) Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi,
nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12) Menjauhi sumber suara.
13) Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak
boleh ditinggalkan.
14) Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke
tanah.
15) Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi
punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai
merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
16) Tidak lapar tidak kenyang.
17) Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud
meminta berkah kepadanya.
18) Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah
dari gurunya.
19) Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah
getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
20) Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan
guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.
7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada Tuhan
dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana
seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Tanbih juga mengandung ajarn moral, menyangkut pelbagai kehidupan
pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.
D. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada,
telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan
TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah
pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami
berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan
mental karenanya.
3. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam
menghadapi situasi yang tidak menentu.
4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak
terbawa arus kemanapun pergi.
5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
6. Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi
“individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka
Tuhannya.
7. Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi
disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan
para normal), yang pada umumnyadimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual
atau tungkat kerohanian tinggi.
MURSYID DAN MURID
A. Mursyid
Guru atau mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi
fi at-tariqoh artinya orang yang palin tinggi martabatnya dalam suatu
tarekat. Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah
sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara syari’at dan
hakikat. Betapa penting keberadaan guru dalam suatu tarekat, dijelaskan
tidaklah benar seseorang mengamalkan suatu tarekat tanpa guru.
Mursyidlah yang mendapat izin dari Rasulullah untuk
melakukan talqin az-Zikir kepada sipa saja ang mau mengamalkan zikir.
Kriteria Mursyid
a. Seorang mursyid haruslah seorang yang alim.
b. Seorang mursyid haruslah’arif.
c. Seorang mursyid harus sabar dan mempunyai rasa belas
kasihan yang tinggi kepada murid-muridnya.
d. Seorang mursyid harus pandai menyimpan rahasia
murid-muridnya.
e. Seorang mursyid tidak boleh menyalahgunakan kedudukan
sebagai seorang guru spiritual atau orang yang paling tinggi martabatnya dalam
tarekat.
f. Seorang mursyid haruslah bijaksana.
g. Seorang mursyid harus disiplin.
h. Menjaga lisan dan nafsu keeduniaan.
i. Seorang mursyid harus mempunyai hati yang ikhlas.
j. Selalu menjaga jarak antara dirinya dengan muridnya.
k. Memelihara harga diri, wibawa dan kehormatan.
l. Mursyid harus bisa memberi petunjuk tertentu pada
situasi tertentu kepada muridnya.
m. Merahasakan hal-hal istimewa.
n. Mursyid selalu mengawasi muridnya dalam kehidupan
sehari-hari.
- o. Merahasiakan segala gerak gerik kehidupannya.
p. Seorang mursyid harus mencegah berlebihan dalm makan dan
minum.
q. Seorang mursyid harus menyediakan tempat berkhalwat bagi
murid-muridnya.
r. Menutup pergaulan murid dengan mursyid lainnya.
B. Murid dan kewajiban terhadap Mursyidnya
Murid secara etimologis artinya orang yang berkehendak,
berkemauan dan mempunyai cita-cita. Murid dalam istilah tarekat adalah orang
yang bermaksud menempuh jalan untuk dapat sampai ke tujuan yakni keridoan
Allah.
Kewajiban murid terhadap mursyidnya adalah sebagai berikut
:
1. Menyerahkan diri lahir batin.
2. Murid harus menurut dan mematuhi perintah gurunya.
3. Murid tidak boleh menggunjing gurunya.
4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri.
5. Seorang murid harus selalu ingat kepada gurunya.
6. Seorang murid tidak boleh memiliki keinginan untuk
bergaul ;lebih dalam dengan mursyidnya, baik untuk tujuan dunia maupun akhirat.
7. Seorang murid harus mempunyai keyakinan dalam hati.
8. Seorang murid tidak boleh menyembunyikan rahasia
hatinya.
9. Murid harus memelihara keluarga dan kerabat gurunya.
10. Kesenangan murid tidak boleh sama dengan gurunya.
11. Seorang murid tidak memberi saran kepada gurunya.
12. Seorang murid tidak boleh memandang kekurangan gurunya.
13. Seorang murid harus rela memberikan sebagian hartanya.
14. Seorang murid tidak boleh bergaul dengan orang yang
dibenci gurunya.
15. Seorang murid tidak boleh melakukan sesuatu yang
dibenci gurunya.
16. Seorang murid tidak boleh iri kepada murid lainnya.
17. Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus
mendapat izin dari gurunya.
18. Tidak boleh duduk pada tempat yang biasa dipakai duduk
oleh gurunya.
C. Adab Murid terhadap Dirinya Sendiri
1. Meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang jahat,
sebaliknya bergaul dengan orang-orang pilihan.
2. Jika hendak berzikir padahal ia telah memiliki keluarga
dan telah beranak maka seyogyanya menutup pintu yang dapat menghalangi antara dia
dengan istri dan anaknya.
3. Meninggalkan sikap berlebihan baik dalam urusan makan,
minum, pakaian, hubungan suami istri.
4. Meninggalkan cinta dunia dan berfikir tentang kehidupan
akhirat.
5. Tidak tidur dalam keadaan junub, tetapi sebaliknya
selalu dalam keadaan suci punya wudu.
6. Tidak boleh toma (berharap) kepada apa yang ada di
tangan manusia lain.
7. Jika rizki sulit didapat, dan hati manusia keras
kepadanya, amka bersabarlah, sebab boleh jadi hara dunia berpaling dari murid
ketika ia masuk dalam tarekat.
8. Hendaklah ia melakukan muhasabah (intropeksi) dan
mendorong jiwanya untuk mengamalkan tarekat.
9. Menydikitkan tidur, terutama di waktu sahur sebab ia
adalah waktu ijabah.
10. Menjaga diri agar hanay makan yang hala.
Dan lain-lain …
D. Adab Murid terhadap Sesama Ikhwan atau terhadap
Muslim yang lain
1. Mencintai ikhwan tarekat seperti ia mencintai dirinya
sendiri.
2. Memulai mengucapkan salam, bersalaman dan berbicara
dengan bahasa yang menyenangkan jika bertemu sesama ikhwan.
3. Bergaul sesama ikhwan dengan akhlak yang baik.
4. Bersikap tawadu’ kepada ikhwan.
5. Mencari keridaan mereka dan anda harus memandang mereka
lebih baik dari pada anda sendiri, selanjutnya saling menolong dalam kebaikan
dan takwa, mencintai Allah dan mendorong mereka dalam apa yang diridai Allah
dan anda menunjuki mereka ke jalan yang benar.
6. Menaruh kasih kepada semua ikhwan, hormat kepada yang
lebih besar dan sayang kepada yang lebih muda.
7. Bersikap simpatik dan halus dalam upaya menasihati
ikhwan jika meraka melakukan pelanggaran.
8. Berbaik sangka kepada ikhwan.
9. Hendaklah menerima permintaan maaf ikhwan yang lain
apabila ia minta maaf meskipun ia berdusta, sebab orang yang meminta maaf
kepadamu secara terbuka meskipun batinnya marah maka sesungguhnya orang itu telah
taat kepadamu dan telah menghormatimu.
10. Mendamaikan dua ikhwan yang bermusuhan.
11. Bersikap benar kepada sesama ikhwan dalam segala
kondisi dan jangan lupa mendo’akan mereka dengan ampunan meskipu mereka gaib
(tidak ada dihadapan kita).
12. Memberi kelapangan mereka dalam majelis.
13. Bertanya tentang nama kawan kita sekaligus nama
ayahnya.
14. Mempertahankan harga diri ikhwan dan menolong mereka
meskipun sedang tidak dihadapan kita.
15. Menunaikan janji apabila ia berjanji, sebab sesungguhnya
janji termasuk salah satu dari dua pemberian, menurut Ahlussunnah ia adalah
utang.
E. Waliyullah
Waliyullah artinya kekasih Allah, orang-orang yang dicintai
Allah. Ia selalu diberi hidayah oleh Allah untuk beramal salih dan berdakwah,
ia adalah orang-orang salih yang beramal dengan ikhlas.
F. Tanda-tanda Wali Allah
1. Jika kita melihat mereka, mereka mengingatkan kita
kepada Allah.
2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang-orang mencarinya.
3. Mereka bertaqwa kepada Allah.
4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berakhlak mulia.
6. Mereka hidup zuhud di dunia.
7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
9. Mereka suka terbiasa bermunajat di akhir malam.
10. Mereka suka menangis dan berzikir mengingat Allah.
11. Jika meraka menghendaki sesuatu, Allah memenuhi
keinginannya.
12. Keinginan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Karamah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah
kepada para wali. Hal itu diberikan sebagai hiburan atau santunan, atau
pembekalan ilmu atau sebagai ujian.
Manfaat Karamah
1) Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
2) Mengkokohkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali.
3) Adanya karomah merupakan bukti anugrah atau derajat yang
diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah.
G. Perbedaan antara Kenabian dan Kewalian
Kenabian adalah jabatan spritual yang diberikan Allah
kepada orang-orang pilihan dengan cara Allah memberikan wahyu kepadanya,
sementara kewalian adalah kasih sayang Allah kepada orang-orang tertentu karena
ia berusaha mujahadah taqarub kepada-Nya sehingga memberikan ilham kepada-Nya.
Kenabian adalah kalam yang datang dari Tuhan sebagai wahyu,
bersama-sama ruh dari Tuhan, sebagai wahyu yang dinyatakan dan diperkuat dengan
ruh. Kewalian adalah orang dimana Tuhan mempercayakan (waliyah) hadis-Nya.
Tuhan membawa wali kepada diri-Nya dengan cara yang berbeda, dan dia mempunyai
hadis.
Bukti-bukti Kenabian
Sebagai salah satu indikator pengakuan seseorang sebagai
nabi dan rasul adalah adanya mu’jizat. Mu’jizat adalah kejadaian luar biasa
yang diberikan Allah kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian
dan kerasulannya.
Syarat-syarat Mu’jizat
1. Mu’jizat, datangnya harus dari Allah sebagai kejadian luar
biasa untuk menguatkan kenabia atau kerasulan seseorang.
2. Mu’jizat harus berupa kejadian luar biasa sehingga tidak
ada yang dapat meniru.
3. Mu’jizat harus muncul dari seorang nabi agar dapat
dijadikan bukti bagi risalahnya.
4. Mu’jizat harus diiringi dengan pengakuan kenabian, baik
secara hakekat atau hukum. Biasanya didahului dengan kejadiaan luar biasa yang
disebut irhash.
5. Mu’jizat harus sesuai dengan situasi dan kondisi di masa
timbulnya, kalau tidak, maka pungsinya berubamenjadi ihanah, seperti yang
terjadi pada Musilamah al-Kazzab.
6. Para penentang risalah tidak bisa mendatangkan yang
sepertinya, jika bisa, maka mu’jizat itu palsu.
7. Mu’jizat boleh bertentangan dengan hukum alam.
Ma’unnah, Ihanah, Istidraj, Irkhas, Sihir, Sya’udah
dan Garaib al-Mukhtari’ah.
Ma’unah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah
kepada orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan.
Ihanah adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada
seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan
kepada Musailamah al-Kazzab.
Sedangkan Istidraj adalah kejadian luar biasa yang
diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan
mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya. Adapaun Irkhas
adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada calon nabi.
Sihir adalah suatu cara yang dapat menampilkan berbagai
perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi sebenarnya
seluk beluknya itu dapat dipelajari.
As-Sya’udah adalah kejadiaan ;luar biasa yang biasa timbul
di tangan seseorang, sehingga menampakan pesona dan kekaguman bagi yang
melihatnya, meskipun kejadian itu tidak terjadi.
Garaib al-Mukhtariah adalah karya atau ucapan manusia
disebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, seperti radio, televisi dan
telepon, hp dan lain-lain.
Posting Komentar untuk "Pengertian Tasawuf"