Pengertian Tasawuf

Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3) tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
A. Tasawuf
Definisi tasawuf satu dengan yang lainnya berbeda-beda tergantung dari sisi mana si pakar tadi meninjaunya. Ada yang melihat dari sisi sejarah kemunculannya, ada yang melihat dari sisi fenomenan sosial di abad klasik dan pertengahan, juga ada yang melihatnya dari sisi substansi ajarannya dan ada juga yang melihat dari sisi tujuannya.
1. Asal-usul Tasawuf
Teori pertama menyatakan bahwa secara etimologis tasawuf diambil dari kata “Suffah” yaitu sebuah tempat di mesjid Rasulullah Saw. (Mesjid Nabawi) yang dihuni oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud yang konsentrasi beribadah kepada Allah sambl menimba ilmu dari Rasulullah. Teori kedua, menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata “sifat” dengan alasan bahwa para sufi suka membahas sifat-sifat Allah sekaligus mengaplikasikan sifat-sifat Allah tersebut dalam perilaku mereka sehari-hari. Teori ketiga berpendapat bahwa kata “tasawuf” daiambil dari akar kata “sufah” artinya selembar bulu, sebab para sufi dihadapan Tuhannya merasa begaikan selembar bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak mempunyai nilai apa-apa. Teori keempat menyatakan bahwa “tasawuf” diambil dari kata “shofia” yang artinya al-hikmah (bijaksana) sebab para sufi selalu mencari hikmah ilahiyah dalam kehidupannya. Teori kelima, sebagaimana dikemukakan oleh al-Busti seorang fakar tasawuf, menyatakan bahwa taswuf berasal dari kata “as-safa” yang artinya suci, bersih dan murni, sebab para sufi membersihkan jiwanya hingga berada dalam kondisi suci dan bersih. Ada juga teori yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata “suf” yang artinya bulu domba (wool), dengan argumentasi wool kasar yang terbuat dari bulu binatang sebagai tanda kesederhanaan hidup mereka.
Diantara berbagai pendapat tenang asal usul “taswuf” menrut Ahmad as-Sirbasi, pendapat al-Bustilah yang paling kuat dan rajih, sebab kenyataannya tasawuf itu adalah upaya pensucian hati supaya dekat dengan Allah.
Dilihat dari tujuannya, seperti telah disinggung di atas, tasawuf adalaha proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara mensucikan hati (tashfiat al-Qalbi).
2. Pengertian Tasawuf secara Terminologis
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3) tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
3. Obyek Ilmu Tasawuf
Obyek ilmu taswuf adalah perbuatan hati dan panca indera ditinjau dari segi cara pensuciannya.. perbuatan hati atau aspek ruhani ditinjau dari segi cara pensuciaannya.
4. Buah Ilmu Tasawuf
Buah taswuf adalah terdidiknya hati mengetahui (ma’rifah) terhadap ilmu gaib secara ruhani, selamat di dunia dan bahagia di akhirat, dengan mandapat keridoan Allah.
5. Keutamaan Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling mulia karena berkaitan dengan ma’rifah kepada Allah Ta’ala dan mahabbah kepada-Nya.
Tasawuf adalah ruhnya syariat dan ruhnya ilmu ilmu lain.
6. Hubungan ilmu taswuf dengan ilmu yang lainnya
Nisbah ilmu taswuf terhadap ilmu yang lain baagikan nisbah ruh bagi jasad. Ilmu tasawuf adalah ruh, sementara ilmu yang lain adalah jasad. Jasad tidaklah dapat hidup tanpa ruh.
7. Pencipta Ilmu Tasawuf
Pencipta ilmu tasawuf adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala. Allah menciptakan ilmu ini kepada Rasulullah dan para Nabi yang sebelumnya.
8. Nama Ilmu Taswuf
Ilmu tasawuf mempunyai beberapa nama, antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu Batin , berkaitan dengan aspek batiniah
b. Ilmu al-Qalbi,
c. Ilmu Laduni, ilmu yang di dapat tanpa proses belajar,
d. Ilmu Mukasyafah , mampu membukakan rahasia rahasia gaib,
e. Ilmu Asror, yait ilmu rahasia , karna akn mampu membuka rahsia gaib, melalui pintu hati.
f. Ilmu Maknun
g. Ilmu Hakikat, berkaitan dengan hakikat manusia
9. Pilar Ilmu Tasawuf
Pilar ilmu tasawuf ada lima perkara
a. Taqwallah (bertakwa kepada Allah) baik sewaktu sirr maupun ‘alabiyah (terbuka).
b. Mengikuti Sunnah baik qauli maupun fi’li serta mengaktualisasikannya dalam penjagaan diri dan akhlak yang baik.
c. Berpaling dari makhluk yang diwujudkan dalam sikap sabar dan tawakkal.
d. Rida terhadap ketentuan Allah yang diwujudkan dengan sikap qona’ah dan menerima (tafwid).
e. Kembali kepada Allah baik sikala senang maupun di waktu susah.
10. Sumber Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Juga dari atsar assabitah (jejak yang sudah tetap) dari umat-umat pilihan di masa silam.
11. Hukum Mempelajari Ilmu Tasawuf
Hukum mempelajarai ilmu tasawuf adalah wajib ain atrinya kewajiban yang mengikat kepada setiap individu muslim.
Oleh karena itu sebagian ulama ahli ma’rifah berkata :
Barang siapa yang tidak memiliki ilmu ini sedikitpun (ilmu batin), aku hawatir ia berakhir dengan su’ul khatimah. Paling tidak seorang mukmin harus membenarkan akan ilmu ini dan menyerahkan kepada ahlinya.
12. Masalah-masalah yang dibahas dalam ilmu Tasawuf
Masalah inti yang dibahas dalam ilmu tasawuf adalah sifat-sifat jiwa manusia, cara-cara pensucian jiwa, dan penjelasan istilah-istilah yang khas dalam disiplin ilmu ini misalnya; maqamat, taubat, zuhud, wara’, al-mahabbah, fana baqa dan yang lainnya.
B. Rukun Tasawuf
Al-Kalabazi dengan mengutip pendapat Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad al-Farisi menerangkan bahwa rukun tasawuf ada sepuluh macam, antara lain :
1. Tajrid at-Tauhid (memurnikan tauhid)
2. Memahami informasi. Maksudnya mendengar tingkah laku bukan hanya mendengar ilmu saja.
3. Baik dalam pergaulan.
4. Mengutamakan kepentingan orang banyak ketimbang kepentingan diri sendiri.
5. Meninggalkan banyak pilihan.
6. Ada kesinambungan antara pemenuhan kepentingan lahir dan batin.
7. Membuka jiwa terhadap intuisi (ilham).
8. Banyak melakukan bepergian untuk menyaksikan keagungan alam ciptaan Tuhan sekaligus mengambil pelajaran.
9. Meninggalkan iktisab untuk menumbuhkan tawakkal.
10. Meninggalkan iddikhar (banyak simpanan) dalam keadaan tertentu kecuali dalam rangka mencari ilmu.
C. Perkembangan Tasawuf
Secara keilmuan, tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru dalam syari’at Islam, demikian menurut Ibnu Khaldun. Adapaun asal-usul tasawuf menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan keindahan dunia dan menjauhkan diri dari akhluk. Ketika kehidupan materialistik mulai mencuat dalam peri kehidupan masyarakat muslim pada abad kedua dan ketiga hijriyyah sebagai akibat dari kemajuan ekonomi di dunia Islam, orang-orang yang konsentrasi beribadah dan menjauhkan diri dari hiruk pikuknya kehidupan dunia disebutlah kaum sufi.
Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Muhammad Iqbal dalam bukunya “Tajdid al-Fikr ad-Dini al-Islam” berpendapat bahwa tasawuf telah ada semenjak Nabi. Riyadoh Diniyyah telah lama menyertai kehidupan manusia sejak awal-awal Islam bahkan kehidupan ini semakin mengental di dalam sejarah kemanusiaan.
Menurut sebagian fakar, Imam Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang memunculkan istilah taswuf. Menurut yang lain Salman al-Farisi. Menurut pendapat yang lain Hudzaefah bin al-Yaman sebab Hasan Basri (tokoh sufi di abad kedua Hijriyyah) berguru kepada Hudzefah.
Akar-akar tasawuf dalam Islam merupakan penjabaran dari ihsan. Ihsan sendiri merupakan bagian dari trilogi ajaran Islam. Islam adalah satu kesatuan dari iman, islam dan ihsan. Islam adalah penyerahan diri kepada Allah secara zahir, iman adalah I’tikad batin terhadap hal-hal gaib yang ada dalam rukun iman, sedangkan ihsan adalah komitmen terhadap hakikat zahir dan batin.
Islam, iman dan ihsan adalah landasan untuk melakukan suluk dan taqqarub kepada Allah. ‘Iz bin Abdissalam berpendapat bahwa sistematika keberagamaan bagi kaum muslimin, yang pertama adalah Islam. Islam merupakan tingkat pertama beragama bagi kaum awam. Iman adalah tingkatan pertama bagi hati orang khusus kaum mukminin, sedangkan ihsan adalah tingkatan pertama bagi ruh kaum muqarribin.
D. Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah
Dalam menempuh jalan ruhani menuju Tuhan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), ada stasion-stasion (al-Maqamat)“hal” adalah kondisi yang dialami oleh seorang sufi dalam dirinya atau batinnya sebagai hasil dari usahanya dalam maqamat tadi. Dengan demikian perbedaan maqam dan ahwal ialam maqam merupakan usaha seorang sufi untuk berada dalam tingkatan tertentu sedangkan ahwal adalah suatu pemberian (karunia) Allah yang diberikan kepada seorang sebagai hasil usahanya dalam maqam tadi. yang mesti ditempuh oleh seorang salik. Maqam adalah kedudukan atau tahapan dimana seorang sufi berada. Kedudukan ini hanya akan di dapat oleh seorang sufi atas usahanya sendiri dengan penuh kesungguhan dan istiqamah. Sedangkan ahwal yang bentuk mufranya
“Ahwal adalah pemberian sementara maqamat adalah usaha”.
Dengan demikian ahwal bertingkat-tingkat. Pada umumnyapara sufi menulis sepuluh tingkatan.
1. Taubah
Taubah adalah maqam pertama yang mesti dilalui oleh setiap salik.
Taubah ada tiga tingkatan :
a) Taubah orang sadar
Awalnya kebiasaan yang terjadi dalam linngkungan beragama tetapi akhirnya menjadi tinggi dalam perasaan tambah-tambah menjadi peringatan.
b) Taubat Salik
Taubah orang salik bukan dari dosa dan kesalahan dan bukan dari penyesalan dan istigfar tetapi terjadi karena perpindahan kondisi jiwa yang naik menjadi sempurna sehingga dapat menghadirkan Allah dalam setiap gerak nafasnya.
Dalam sebuah syair yang indah Abdullah al-Mubarok menyatakan :
Aku melihat dosa mematikan hati
Lalu diikuti dengan kehinaan di setiap-setiap zamannya
Meninggalkan dosa adalah cara menghidupkan hati
Maka pilihlah bagi dirimu untuk menyalahi dosa-dosa.
c) Taubat ‘Arif
Taubat seorang ‘arif (orang yang ma’rifah) bukan dari dosa atau dari menyalahi jiwa tetapi taubah dari kelupaan terhadap dirinya sendiri bahwa dirinya itu dalam gemgaman Tuhannya.
2. Zuhud
Awal mula zuhud adalah sikap wara’ dalam beragama yakni menjauhi hal-hal yang diharamkan syara’. Memang kewara’an dapat menimbulkan keinginan untuk berlaku zuhud secara ruhani secara mendalam. Hanya makna zuhud secara sufistik lebih jauh dari itu. Misalnya halal menurut syari’at adalah apa-apa yang tidak menyalahi aturan Allah, sementara halal secara sufistik adalah apa-apa yang tidak menyebabkan lupa kepada Allah.
3. Wara (al-Wara’)
Secraa lugawi wara’ artinya hati-hati. Secara istillahi wara’ adalah sikap menahan diri agar hatimu tidak menyimpang sekejap pun dari mengingat Allah.
Wara’ ada empat tingkatan
a. Wara’ orang awam
Ialah wara’ orang kebanyakan yaitu menahan diri dari melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
b. Wara’ orang saleh
Menahan diri dari menyentuh atau memakan sesuatu yang mungkin akan jatuh kepada haram.
c. Wara’ muttaqin
Menahan diri dari sesuatu yang tidak diharamkan dan tidak syubhat karena takut jatuh kepada haram.
Nabi bersabda, yang artinya :
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut akan apa yang dapat menimbulkan dosa” (Ibnu Majah).
d. Wara’ orang benar
Menahan diri dari apa yang tidak berdosa sama sekali dan tidak khawatir jatuh ke dalam dosa, tapi dia menahan diri melakukannya kaena takut tidak ada niat untuk beribadat kepada Allah.
4. Faqr (al-Faqr)
Faqr berarti kekurangan harta dalam menjalankan kehidupan di dunia. Sikap faqr harus dimiliki oleh seorang salik sewaktu menjalankan suluknya.
5. Sabar (as-Sabr)
Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa ada rasa kesal dan menyerah dalam diri. Sabar juga dapat berarti tetap merasa cukup meskipun kenyataannya tidak memiliki apa-apa.
6. Syukur (as-Syukr)
Syukur yang berarti berterima kasih. Allahlah yang telah memberikan nikmat dan berokah kepada umat manusia. Allah berfirman : Jika kamu bersyukur, maka kami akan menambahkan nikmat kepadamu (al-Baqarah : 7)
7. Tawakal (at-Tawakkal)
Tawakkal arti dasarnya berserah diri kepada Allah. Secara sufistik tawakkal adalah penyerahan diri hanya kepada ketentuan Allah.
8. Rida (ar-Rida)
Rida artinya meninggalkan ikhtiar. Menurut al-Muhaisibi rida adalah tentramnya hati dibawah naungan hukum.
Menurut an-Najjar, ahli rida terbagi empat tipe. Pertama, golongan orang yang rida atas segala pemberian Al-Haq dan inilah makrifat. Kedua, golongan orang rida atas segala nikmat, itulah dunia. Ketiga, golongan yang rida atas musibah dan itlah cobaan yang beragam. Keempat, golongan yang rida atas keterpilihan, itulah mahabbah.
9. Al-Ma’rifah
Ma’rifah artinya mengenal atau melihat (melihat tuhan dengan mata hati).
Dzunnun al-Misri membagi ma’rifah menjadi tiga bagian : 1) Ma’rifah mukmin, 2) Ma’rifah ahli kalam, 3) Ma’rifah Auliya muqarrabin. Sufi membagi manusia pada tiga klasifikasi. Pertama, tingkatan kaum ‘arif yang mendapatkan kebahagiaan sebab hikmah (wisdom). Kedua, tingkatan orang-orang mukmin yang mendapatkan kebahagiaan karena memiliki keimanan. Ketiga, tingkaatn orang-orang bodoh dan mereka ini orang-orang yang binasa.
E. Tasawuf dan Tarekat
Mazhab dalam tasawuf disebut tarekat. Harun Nasution memandang tarekat dari sisi institusi. Ia beranggapan bahwa tarekat adalah organisasi para pengamal ajaran Syaikh pendiri tarekat termaksud.
K.H.A. Sahibulwafa Tajul’arifin (Abah Anom) menjelaskan bahwa tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan sedangkan tarekat adalah metodenya. Dengan demikian TQN adalah salah satu metode tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Allah guna dapat keridoan-Nya.
Sebuah tarekat dianggap mu’tabarah apabila terpenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Substansi ajarannya tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, dalam arti bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Tidak meninggalkan syari’ah.
3. Silsilahnya sampai dan bersambung (ittisal) kepada Rasulullah Saw.
4. Ada mursyid yang membimbing para muridnya.
5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.
6. Kebenaran ajarannya bersifat universal.
Tarekat yang tidak memenuhi kriteria seperti tertulis di atas dianggap gair mu’tabarah yakni tidak dibenarkan mengamalkannya apalagi meyebarkannya.
Berdasarkan kelima kriteria di atas jelaslah bahwa TQN bukanlah ajaran yang baru apalagi dianggap ajaran yang tidak berasal dari Rasul, karena ia adalah ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah sahihah dan secara mutawatir diamalkan oleh setiap generasi dibawah bimbingan Syaikh Mursyid pada setiap zamannya.
F. Sumber Ajaran Tasawuf
Kalau kita kaji al-Qur’an secara tematik, kita kana menemukan peta ayat secara zahir yakni ada empat tentang teologi, fikih, tasawuf, falsafah dan seterusnya. Dari pendektana semacam ini ulama melahirkan ilmu tauhid, ilmu fikih, tasawuf, filsafat dan lain-lain.
Sebagian sufi misal Ibnu ‘Arabi, al-Qusyaeri, Ibnu ‘Atolilah as-Sakandari dan sufi-sufi kontemporer lainnya berpendapat bahwa semua ayat adalah tauhid, semua ayat adalah fikih begitu juga semua ayat adalah taswuf. Paradigma yang berbeda dengan statemen di atas ini muncul karena ada hadis nabi yang menyatakan bahwa setiap ayat ada mengandung makna zahir dan makna batin.
Makna batin hanya dapat dipahami oleh ulama yang secara istiqamah mensucikan hatinya dengan riyadah. Ulama yan g dawam dalam riyadah adalah para sufi. Para sufilah orangnya yang dapat menangkap makna batin ayat sehingga melahirkan ilmu haqiqah.
Dari pendekatan semacam ini pula, pada gilirannya melahirkan apa yang disebut tafsir isyari (tafsir sufi). Dari tafsir isyarilah lahirnya ilmu hakikat, taswuf dan tarekat, termasuk Tareka Qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah (TQN).
G. Buah dari Pengamalan Tasawuf
Buah pengamalan ilmu taswuf adalah akhlak al-Karimah akhlak al-Karimah adalah kepribadian seimbang seorang manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah.
Dalam konsep universal dapat disebutkan bahwa akhlak al-Karimah adalah kepribadian yang sesuai dengan petunjuk (hidayah) Allah dan Rasulnya.
H. Tarekat dalam Sistem Ajaran Islam
Tarekat merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Islam tanpa tarekat bukanlah Islam kaffah sebagai yang diajarkan Rasulullah Saw. Islam kaffah adalah Islam yang terpadu di dalamnya aspek akidah, syari’ah dan haqiqah.tarekat qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah adalah salah satu alian dalam tasawuf yang substansi ajarnnya merupakan gabungan dari dua tarekat yaitu Qadiriyyah dan naqsabandiyah. Secara keilmuan dari aqidah lahir ilmu aqa’id, ilmu tauhid, teologi Islam dan ilmu kalam, dari syariah lahir ilmu Fikih dengan segala cabangnya dan dari aspek haqiqah lahir ilmu tasawuf dan tarekat.
Arti dasar tarekat adalah jalan. Dan yang dimaksud adalah jalan yang mesti dilalui oleh seorang salik utuk menuju pintu-pintu tuhan. Imam Malik berkata sebagai dikutip oleh Imam al-Gazali :
“Barang siapa bertasawuf tanpa fikih maka dia zindik dan barang siapa berfikih tanpa tasawuf maka ia masih fasik dan barang siapa yang berislam dengan memadukan antara fikih dan tasawuf benarlah dia dalam berislam”.
Secara eksplisit kedua tarekat ini dipadukan oleh seorang Maha Guru tasawuf yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Syaikh Bahauddin an-Naqsabandi.

TASAWUF
AKHLAKI, FALSAFI DAN IRFANI
A. Tasawuf Akhlaki (Tasawuf Sunni)
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menuasia yang dapat ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.
Dalam diri manusia ada potensi untuk menjadibaik dan potensi untuk menjadi buruk. Potensi untuk menjadi baik adalah al-‘Aql dan al-Qalb. Sementara potensi untuk menjadi buruk adalah an-Nafs. (nafsu) yang dibantu oleh syaithan.
Sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat as-Syams : 7-8 sebagai berikut :
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ $ygyJolù;r’sù $ydu‘qègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Para sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain : Hasan al-Basri (21 H – 110 H), al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H – 465 H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H), Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakandari dan lain-lain.
B. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja dikembangkan oleh para sufi yang filosof.
Ibnu Khaldun berendapat bahwa objek utama yang menjadi perhatian tasawuf falsafi ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah sebagai berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul dari dirinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani, ‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan yang kosmos, terutama tentang penciptanya serta penciptaannya.
3. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syatahiyyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui atau menginterpretasikannya.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi antara lain adalah al-Hallaj (244 – 309 H/ 858 – 922 M) Ibnu’ Arabi (560 H – 638 H) al-Jili (767 H – 805 H), Ibnu Sab’in (lahir tahun 614 H) as-Sukhrawardi dan yang lainnya.
C. Tasawuf ‘Irfani
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemebirian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain : Rabi’ah al-Adawiyah (96 – 185 H), Dzunnun al-Misri (180 H – 246 H), Junaidi al-Bagdadi (W. 297 H), Abu Yazid al-Bustami (200 H – 261 H), Jalaluddin Rumi, Ibnu ‘Arabi, Abu Bakar as-Syibli, Syaikh Abu Hasan al-Khurqani, ‘Ain al-Qudhat al-Hamdani, Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.

TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA
A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu sendiri yaitu :
1. Taqarrub Ilallah SWT.
Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah.
2. Menuju jalan Mardhatillah
Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam ‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
3. Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata hati.
4. Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati.
B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai berikut :
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya maka menjadi tinggilah martabatnya.
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
3. Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia wajib memperoleh rahmat.
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.
C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir bimakna khas adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2) zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan yang kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalin zikir dalam al-Qur’an
tûïÏ%©!$# tbrãä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ …
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
þ’ÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur ’Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan mengingat-mu,…” (QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat bertanya : Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya Rasulullah ? Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha illalaah”.
Syarat-syarat berdzikir ada tiga macam
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah hati-hati mereka.
2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu khataman” artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran TQN pada waktu-waktu tertentu.
3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual. Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri. Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam keseluruhan.
Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan) Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena maksiat.
4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling utama adalah zdikrullah.
5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara – yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal mendahului kita.
4) Attabarruk.
6. Khalwah
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata. Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan berkhalwat yaitu:
1) Niat dengan ikhlas
2) Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon do’anya.
3) Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan terus berdzikir.
4) Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
5) Dawam al-Wudlu.
6) Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7) Tidak menyandar badan ke dinding.
8) Rabithah.
9) Berpuasa.
10) Diam dan terus Zikrullah.
11) Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi, nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12) Menjauhi sumber suara.
13) Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak boleh ditinggalkan.
14) Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke tanah.
15) Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
16) Tidak lapar tidak kenyang.
17) Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud meminta berkah kepadanya.
18) Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah dari gurunya.
19) Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
20) Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.
7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada Tuhan dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tanbih juga mengandung ajarn moral, menyangkut pelbagai kehidupan pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.
D. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada, telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan mental karenanya.
3. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu.
4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak terbawa arus kemanapun pergi.
5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
6. Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi “individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka Tuhannya.
7. Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan para normal), yang pada umumnyadimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual atau tungkat kerohanian tinggi.

MURSYID DAN MURID
A. Mursyid
Guru atau mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi fi at-tariqoh artinya orang yang palin tinggi martabatnya dalam suatu tarekat. Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara syari’at dan hakikat. Betapa penting keberadaan guru dalam suatu tarekat, dijelaskan tidaklah benar seseorang mengamalkan suatu tarekat tanpa guru.
Mursyidlah yang mendapat izin dari Rasulullah untuk melakukan talqin az-Zikir kepada sipa saja ang mau mengamalkan zikir.
Kriteria Mursyid
a. Seorang mursyid haruslah seorang yang alim.
b. Seorang mursyid haruslah’arif.
c. Seorang mursyid harus sabar dan mempunyai rasa belas kasihan yang tinggi kepada murid-muridnya.
d. Seorang mursyid harus pandai menyimpan rahasia murid-muridnya.
e. Seorang mursyid tidak boleh menyalahgunakan kedudukan sebagai seorang guru spiritual atau orang yang paling tinggi martabatnya dalam tarekat.
f. Seorang mursyid haruslah bijaksana.
g. Seorang mursyid harus disiplin.
h. Menjaga lisan dan nafsu keeduniaan.
i. Seorang mursyid harus mempunyai hati yang ikhlas.
j. Selalu menjaga jarak antara dirinya dengan muridnya.
k. Memelihara harga diri, wibawa dan kehormatan.
l. Mursyid harus bisa memberi petunjuk tertentu pada situasi tertentu kepada muridnya.
m. Merahasakan hal-hal istimewa.
n. Mursyid selalu mengawasi muridnya dalam kehidupan sehari-hari.
  • o. Merahasiakan segala gerak gerik kehidupannya.
p. Seorang mursyid harus mencegah berlebihan dalm makan dan minum.
q. Seorang mursyid harus menyediakan tempat berkhalwat bagi murid-muridnya.
r. Menutup pergaulan murid dengan mursyid lainnya.
B. Murid dan kewajiban terhadap Mursyidnya
Murid secara etimologis artinya orang yang berkehendak, berkemauan dan mempunyai cita-cita. Murid dalam istilah tarekat adalah orang yang bermaksud menempuh jalan untuk dapat sampai ke tujuan yakni keridoan Allah.
Kewajiban murid terhadap mursyidnya adalah sebagai berikut :
1. Menyerahkan diri lahir batin.
2. Murid harus menurut dan mematuhi perintah gurunya.
3. Murid tidak boleh menggunjing gurunya.
4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri.
5. Seorang murid harus selalu ingat kepada gurunya.
6. Seorang murid tidak boleh memiliki keinginan untuk bergaul ;lebih dalam dengan mursyidnya, baik untuk tujuan dunia maupun akhirat.
7. Seorang murid harus mempunyai keyakinan dalam hati.
8. Seorang murid tidak boleh menyembunyikan rahasia hatinya.
9. Murid harus memelihara keluarga dan kerabat gurunya.
10. Kesenangan murid tidak boleh sama dengan gurunya.
11. Seorang murid tidak memberi saran kepada gurunya.
12. Seorang murid tidak boleh memandang kekurangan gurunya.
13. Seorang murid harus rela memberikan sebagian hartanya.
14. Seorang murid tidak boleh bergaul dengan orang yang dibenci gurunya.
15. Seorang murid tidak boleh melakukan sesuatu yang dibenci gurunya.
16. Seorang murid tidak boleh iri kepada murid lainnya.
17. Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus mendapat izin dari gurunya.
18. Tidak boleh duduk pada tempat yang biasa dipakai duduk oleh gurunya.
C. Adab Murid terhadap Dirinya Sendiri
1. Meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang jahat, sebaliknya bergaul dengan orang-orang pilihan.
2. Jika hendak berzikir padahal ia telah memiliki keluarga dan telah beranak maka seyogyanya menutup pintu yang dapat menghalangi antara dia dengan istri dan anaknya.
3. Meninggalkan sikap berlebihan baik dalam urusan makan, minum, pakaian, hubungan suami istri.
4. Meninggalkan cinta dunia dan berfikir tentang kehidupan akhirat.
5. Tidak tidur dalam keadaan junub, tetapi sebaliknya selalu dalam keadaan suci punya wudu.
6. Tidak boleh toma (berharap) kepada apa yang ada di tangan manusia lain.
7. Jika rizki sulit didapat, dan hati manusia keras kepadanya, amka bersabarlah, sebab boleh jadi hara dunia berpaling dari murid ketika ia masuk dalam tarekat.
8. Hendaklah ia melakukan muhasabah (intropeksi) dan mendorong jiwanya untuk mengamalkan tarekat.
9. Menydikitkan tidur, terutama di waktu sahur sebab ia adalah waktu ijabah.
10. Menjaga diri agar hanay makan yang hala.
Dan lain-lain …
D. Adab Murid terhadap Sesama Ikhwan atau terhadap Muslim yang lain
1. Mencintai ikhwan tarekat seperti ia mencintai dirinya sendiri.
2. Memulai mengucapkan salam, bersalaman dan berbicara dengan bahasa yang menyenangkan jika bertemu sesama ikhwan.
3. Bergaul sesama ikhwan dengan akhlak yang baik.
4. Bersikap tawadu’ kepada ikhwan.
5. Mencari keridaan mereka dan anda harus memandang mereka lebih baik dari pada anda sendiri, selanjutnya saling menolong dalam kebaikan dan takwa, mencintai Allah dan mendorong mereka dalam apa yang diridai Allah dan anda menunjuki mereka ke jalan yang benar.
6. Menaruh kasih kepada semua ikhwan, hormat kepada yang lebih besar dan sayang kepada yang lebih muda.
7. Bersikap simpatik dan halus dalam upaya menasihati ikhwan jika meraka melakukan pelanggaran.
8. Berbaik sangka kepada ikhwan.
9. Hendaklah menerima permintaan maaf ikhwan yang lain apabila ia minta maaf meskipun ia berdusta, sebab orang yang meminta maaf kepadamu secara terbuka meskipun batinnya marah maka sesungguhnya orang itu telah taat kepadamu dan telah menghormatimu.
10. Mendamaikan dua ikhwan yang bermusuhan.
11. Bersikap benar kepada sesama ikhwan dalam segala kondisi dan jangan lupa mendo’akan mereka dengan ampunan meskipu mereka gaib (tidak ada dihadapan kita).
12. Memberi kelapangan mereka dalam majelis.
13. Bertanya tentang nama kawan kita sekaligus nama ayahnya.
14. Mempertahankan harga diri ikhwan dan menolong mereka meskipun sedang tidak dihadapan kita.
15. Menunaikan janji apabila ia berjanji, sebab sesungguhnya janji termasuk salah satu dari dua pemberian, menurut Ahlussunnah ia adalah utang.
E. Waliyullah
Waliyullah artinya kekasih Allah, orang-orang yang dicintai Allah. Ia selalu diberi hidayah oleh Allah untuk beramal salih dan berdakwah, ia adalah orang-orang salih yang beramal dengan ikhlas.
F. Tanda-tanda Wali Allah
1. Jika kita melihat mereka, mereka mengingatkan kita kepada Allah.
2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang-orang mencarinya.
3. Mereka bertaqwa kepada Allah.
4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berakhlak mulia.
6. Mereka hidup zuhud di dunia.
7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
9. Mereka suka terbiasa bermunajat di akhir malam.
10. Mereka suka menangis dan berzikir mengingat Allah.
11. Jika meraka menghendaki sesuatu, Allah memenuhi keinginannya.
12. Keinginan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Karamah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada para wali. Hal itu diberikan sebagai hiburan atau santunan, atau pembekalan ilmu atau sebagai ujian.
Manfaat Karamah
1) Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
2) Mengkokohkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali.
3) Adanya karomah merupakan bukti anugrah atau derajat yang diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah.
G. Perbedaan antara Kenabian dan Kewalian
Kenabian adalah jabatan spritual yang diberikan Allah kepada orang-orang pilihan dengan cara Allah memberikan wahyu kepadanya, sementara kewalian adalah kasih sayang Allah kepada orang-orang tertentu karena ia berusaha mujahadah taqarub kepada-Nya sehingga memberikan ilham kepada-Nya.
Kenabian adalah kalam yang datang dari Tuhan sebagai wahyu, bersama-sama ruh dari Tuhan, sebagai wahyu yang dinyatakan dan diperkuat dengan ruh. Kewalian adalah orang dimana Tuhan mempercayakan (waliyah) hadis-Nya. Tuhan membawa wali kepada diri-Nya dengan cara yang berbeda, dan dia mempunyai hadis.
Bukti-bukti Kenabian
Sebagai salah satu indikator pengakuan seseorang sebagai nabi dan rasul adalah adanya mu’jizat. Mu’jizat adalah kejadaian luar biasa yang diberikan Allah kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulannya.
Syarat-syarat Mu’jizat
1. Mu’jizat, datangnya harus dari Allah sebagai kejadian luar biasa untuk menguatkan kenabia atau kerasulan seseorang.
2. Mu’jizat harus berupa kejadian luar biasa sehingga tidak ada yang dapat meniru.
3. Mu’jizat harus muncul dari seorang nabi agar dapat dijadikan bukti bagi risalahnya.
4. Mu’jizat harus diiringi dengan pengakuan kenabian, baik secara hakekat atau hukum. Biasanya didahului dengan kejadiaan luar biasa yang disebut irhash.
5. Mu’jizat harus sesuai dengan situasi dan kondisi di masa timbulnya, kalau tidak, maka pungsinya berubamenjadi ihanah, seperti yang terjadi pada Musilamah al-Kazzab.
6. Para penentang risalah tidak bisa mendatangkan yang sepertinya, jika bisa, maka mu’jizat itu palsu.
7. Mu’jizat boleh bertentangan dengan hukum alam.
Ma’unnah, Ihanah, Istidraj, Irkhas, Sihir, Sya’udah dan Garaib al-Mukhtari’ah.
Ma’unah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan.
Ihanah adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan kepada Musailamah al-Kazzab.
Sedangkan Istidraj adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya. Adapaun Irkhas adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada calon nabi.
Sihir adalah suatu cara yang dapat menampilkan berbagai perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi sebenarnya seluk beluknya itu dapat dipelajari.
As-Sya’udah adalah kejadiaan ;luar biasa yang biasa timbul di tangan seseorang, sehingga menampakan pesona dan kekaguman bagi yang melihatnya, meskipun kejadian itu tidak terjadi.
Garaib al-Mukhtariah adalah karya atau ucapan manusia disebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, seperti radio, televisi dan telepon, hp dan lain-lain.


 Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3) tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
A. Tasawuf
Definisi tasawuf satu dengan yang lainnya berbeda-beda tergantung dari sisi mana si pakar tadi meninjaunya. Ada yang melihat dari sisi sejarah kemunculannya, ada yang melihat dari sisi fenomenan sosial di abad klasik dan pertengahan, juga ada yang melihatnya dari sisi substansi ajarannya dan ada juga yang melihat dari sisi tujuannya.
1. Asal-usul Tasawuf
Teori pertama menyatakan bahwa secara etimologis tasawuf diambil dari kata “Suffah” yaitu sebuah tempat di mesjid Rasulullah Saw. (Mesjid Nabawi) yang dihuni oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud yang konsentrasi beribadah kepada Allah sambl menimba ilmu dari Rasulullah. Teori kedua, menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata “sifat” dengan alasan bahwa para sufi suka membahas sifat-sifat Allah sekaligus mengaplikasikan sifat-sifat Allah tersebut dalam perilaku mereka sehari-hari. Teori ketiga berpendapat bahwa kata “tasawuf” daiambil dari akar kata “sufah” artinya selembar bulu, sebab para sufi dihadapan Tuhannya merasa begaikan selembar bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak mempunyai nilai apa-apa. Teori keempat menyatakan bahwa “tasawuf” diambil dari kata “shofia” yang artinya al-hikmah (bijaksana) sebab para sufi selalu mencari hikmah ilahiyah dalam kehidupannya. Teori kelima, sebagaimana dikemukakan oleh al-Busti seorang fakar tasawuf, menyatakan bahwa taswuf berasal dari kata “as-safa” yang artinya suci, bersih dan murni, sebab para sufi membersihkan jiwanya hingga berada dalam kondisi suci dan bersih. Ada juga teori yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata “suf” yang artinya bulu domba (wool), dengan argumentasi wool kasar yang terbuat dari bulu binatang sebagai tanda kesederhanaan hidup mereka.
Diantara berbagai pendapat tenang asal usul “taswuf” menrut Ahmad as-Sirbasi, pendapat al-Bustilah yang paling kuat dan rajih, sebab kenyataannya tasawuf itu adalah upaya pensucian hati supaya dekat dengan Allah.
Dilihat dari tujuannya, seperti telah disinggung di atas, tasawuf adalaha proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara mensucikan hati (tashfiat al-Qalbi).
2. Pengertian Tasawuf secara Terminologis
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3) tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
3. Obyek Ilmu Tasawuf
Obyek ilmu taswuf adalah perbuatan hati dan panca indera ditinjau dari segi cara pensuciannya.. perbuatan hati atau aspek ruhani ditinjau dari segi cara pensuciaannya.
4. Buah Ilmu Tasawuf
Buah taswuf adalah terdidiknya hati mengetahui (ma’rifah) terhadap ilmu gaib secara ruhani, selamat di dunia dan bahagia di akhirat, dengan mandapat keridoan Allah.
5. Keutamaan Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling mulia karena berkaitan dengan ma’rifah kepada Allah Ta’ala dan mahabbah kepada-Nya.
Tasawuf adalah ruhnya syariat dan ruhnya ilmu ilmu lain.
6. Hubungan ilmu taswuf dengan ilmu yang lainnya
Nisbah ilmu taswuf terhadap ilmu yang lain baagikan nisbah ruh bagi jasad. Ilmu tasawuf adalah ruh, sementara ilmu yang lain adalah jasad. Jasad tidaklah dapat hidup tanpa ruh.
7. Pencipta Ilmu Tasawuf
Pencipta ilmu tasawuf adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala. Allah menciptakan ilmu ini kepada Rasulullah dan para Nabi yang sebelumnya.
8. Nama Ilmu Taswuf
Ilmu tasawuf mempunyai beberapa nama, antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu Batin , berkaitan dengan aspek batiniah
b. Ilmu al-Qalbi,
c. Ilmu Laduni, ilmu yang di dapat tanpa proses belajar,
d. Ilmu Mukasyafah , mampu membukakan rahasia rahasia gaib,
e. Ilmu Asror, yait ilmu rahasia , karna akn mampu membuka rahsia gaib, melalui pintu hati.
f. Ilmu Maknun
g. Ilmu Hakikat, berkaitan dengan hakikat manusia
9. Pilar Ilmu Tasawuf
Pilar ilmu tasawuf ada lima perkara
a. Taqwallah (bertakwa kepada Allah) baik sewaktu sirr maupun ‘alabiyah (terbuka).
b. Mengikuti Sunnah baik qauli maupun fi’li serta mengaktualisasikannya dalam penjagaan diri dan akhlak yang baik.
c. Berpaling dari makhluk yang diwujudkan dalam sikap sabar dan tawakkal.
d. Rida terhadap ketentuan Allah yang diwujudkan dengan sikap qona’ah dan menerima (tafwid).
e. Kembali kepada Allah baik sikala senang maupun di waktu susah.
10. Sumber Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Juga dari atsar assabitah (jejak yang sudah tetap) dari umat-umat pilihan di masa silam.
11. Hukum Mempelajari Ilmu Tasawuf
Hukum mempelajarai ilmu tasawuf adalah wajib ain atrinya kewajiban yang mengikat kepada setiap individu muslim.
Oleh karena itu sebagian ulama ahli ma’rifah berkata :
Barang siapa yang tidak memiliki ilmu ini sedikitpun (ilmu batin), aku hawatir ia berakhir dengan su’ul khatimah. Paling tidak seorang mukmin harus membenarkan akan ilmu ini dan menyerahkan kepada ahlinya.
12. Masalah-masalah yang dibahas dalam ilmu Tasawuf
Masalah inti yang dibahas dalam ilmu tasawuf adalah sifat-sifat jiwa manusia, cara-cara pensucian jiwa, dan penjelasan istilah-istilah yang khas dalam disiplin ilmu ini misalnya; maqamat, taubat, zuhud, wara’, al-mahabbah, fana baqa dan yang lainnya.
B. Rukun Tasawuf
Al-Kalabazi dengan mengutip pendapat Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad al-Farisi menerangkan bahwa rukun tasawuf ada sepuluh macam, antara lain :
1. Tajrid at-Tauhid (memurnikan tauhid)
2. Memahami informasi. Maksudnya mendengar tingkah laku bukan hanya mendengar ilmu saja.
3. Baik dalam pergaulan.
4. Mengutamakan kepentingan orang banyak ketimbang kepentingan diri sendiri.
5. Meninggalkan banyak pilihan.
6. Ada kesinambungan antara pemenuhan kepentingan lahir dan batin.
7. Membuka jiwa terhadap intuisi (ilham).
8. Banyak melakukan bepergian untuk menyaksikan keagungan alam ciptaan Tuhan sekaligus mengambil pelajaran.
9. Meninggalkan iktisab untuk menumbuhkan tawakkal.
10. Meninggalkan iddikhar (banyak simpanan) dalam keadaan tertentu kecuali dalam rangka mencari ilmu.
C. Perkembangan Tasawuf
Secara keilmuan, tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru dalam syari’at Islam, demikian menurut Ibnu Khaldun. Adapaun asal-usul tasawuf menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan keindahan dunia dan menjauhkan diri dari akhluk. Ketika kehidupan materialistik mulai mencuat dalam peri kehidupan masyarakat muslim pada abad kedua dan ketiga hijriyyah sebagai akibat dari kemajuan ekonomi di dunia Islam, orang-orang yang konsentrasi beribadah dan menjauhkan diri dari hiruk pikuknya kehidupan dunia disebutlah kaum sufi.
Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Muhammad Iqbal dalam bukunya “Tajdid al-Fikr ad-Dini al-Islam” berpendapat bahwa tasawuf telah ada semenjak Nabi. Riyadoh Diniyyah telah lama menyertai kehidupan manusia sejak awal-awal Islam bahkan kehidupan ini semakin mengental di dalam sejarah kemanusiaan.
Menurut sebagian fakar, Imam Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang memunculkan istilah taswuf. Menurut yang lain Salman al-Farisi. Menurut pendapat yang lain Hudzaefah bin al-Yaman sebab Hasan Basri (tokoh sufi di abad kedua Hijriyyah) berguru kepada Hudzefah.
Akar-akar tasawuf dalam Islam merupakan penjabaran dari ihsan. Ihsan sendiri merupakan bagian dari trilogi ajaran Islam. Islam adalah satu kesatuan dari iman, islam dan ihsan. Islam adalah penyerahan diri kepada Allah secara zahir, iman adalah I’tikad batin terhadap hal-hal gaib yang ada dalam rukun iman, sedangkan ihsan adalah komitmen terhadap hakikat zahir dan batin.
Islam, iman dan ihsan adalah landasan untuk melakukan suluk dan taqqarub kepada Allah. ‘Iz bin Abdissalam berpendapat bahwa sistematika keberagamaan bagi kaum muslimin, yang pertama adalah Islam. Islam merupakan tingkat pertama beragama bagi kaum awam. Iman adalah tingkatan pertama bagi hati orang khusus kaum mukminin, sedangkan ihsan adalah tingkatan pertama bagi ruh kaum muqarribin.
D. Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah
Dalam menempuh jalan ruhani menuju Tuhan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), ada stasion-stasion (al-Maqamat)“hal” adalah kondisi yang dialami oleh seorang sufi dalam dirinya atau batinnya sebagai hasil dari usahanya dalam maqamat tadi. Dengan demikian perbedaan maqam dan ahwal ialam maqam merupakan usaha seorang sufi untuk berada dalam tingkatan tertentu sedangkan ahwal adalah suatu pemberian (karunia) Allah yang diberikan kepada seorang sebagai hasil usahanya dalam maqam tadi. yang mesti ditempuh oleh seorang salik. Maqam adalah kedudukan atau tahapan dimana seorang sufi berada. Kedudukan ini hanya akan di dapat oleh seorang sufi atas usahanya sendiri dengan penuh kesungguhan dan istiqamah. Sedangkan ahwal yang bentuk mufranya
“Ahwal adalah pemberian sementara maqamat adalah usaha”.
Dengan demikian ahwal bertingkat-tingkat. Pada umumnyapara sufi menulis sepuluh tingkatan.
1. Taubah
Taubah adalah maqam pertama yang mesti dilalui oleh setiap salik.
Taubah ada tiga tingkatan :
a) Taubah orang sadar
Awalnya kebiasaan yang terjadi dalam linngkungan beragama tetapi akhirnya menjadi tinggi dalam perasaan tambah-tambah menjadi peringatan.
b) Taubat Salik
Taubah orang salik bukan dari dosa dan kesalahan dan bukan dari penyesalan dan istigfar tetapi terjadi karena perpindahan kondisi jiwa yang naik menjadi sempurna sehingga dapat menghadirkan Allah dalam setiap gerak nafasnya.
Dalam sebuah syair yang indah Abdullah al-Mubarok menyatakan :
Aku melihat dosa mematikan hati
Lalu diikuti dengan kehinaan di setiap-setiap zamannya
Meninggalkan dosa adalah cara menghidupkan hati
Maka pilihlah bagi dirimu untuk menyalahi dosa-dosa.
c) Taubat ‘Arif
Taubat seorang ‘arif (orang yang ma’rifah) bukan dari dosa atau dari menyalahi jiwa tetapi taubah dari kelupaan terhadap dirinya sendiri bahwa dirinya itu dalam gemgaman Tuhannya.
2. Zuhud
Awal mula zuhud adalah sikap wara’ dalam beragama yakni menjauhi hal-hal yang diharamkan syara’. Memang kewara’an dapat menimbulkan keinginan untuk berlaku zuhud secara ruhani secara mendalam. Hanya makna zuhud secara sufistik lebih jauh dari itu. Misalnya halal menurut syari’at adalah apa-apa yang tidak menyalahi aturan Allah, sementara halal secara sufistik adalah apa-apa yang tidak menyebabkan lupa kepada Allah.
3. Wara (al-Wara’)
Secraa lugawi wara’ artinya hati-hati. Secara istillahi wara’ adalah sikap menahan diri agar hatimu tidak menyimpang sekejap pun dari mengingat Allah.
Wara’ ada empat tingkatan
a. Wara’ orang awam
Ialah wara’ orang kebanyakan yaitu menahan diri dari melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
b. Wara’ orang saleh
Menahan diri dari menyentuh atau memakan sesuatu yang mungkin akan jatuh kepada haram.
c. Wara’ muttaqin
Menahan diri dari sesuatu yang tidak diharamkan dan tidak syubhat karena takut jatuh kepada haram.
Nabi bersabda, yang artinya :
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut akan apa yang dapat menimbulkan dosa” (Ibnu Majah).
d. Wara’ orang benar
Menahan diri dari apa yang tidak berdosa sama sekali dan tidak khawatir jatuh ke dalam dosa, tapi dia menahan diri melakukannya kaena takut tidak ada niat untuk beribadat kepada Allah.
4. Faqr (al-Faqr)
Faqr berarti kekurangan harta dalam menjalankan kehidupan di dunia. Sikap faqr harus dimiliki oleh seorang salik sewaktu menjalankan suluknya.
5. Sabar (as-Sabr)
Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa ada rasa kesal dan menyerah dalam diri. Sabar juga dapat berarti tetap merasa cukup meskipun kenyataannya tidak memiliki apa-apa.
6. Syukur (as-Syukr)
Syukur yang berarti berterima kasih. Allahlah yang telah memberikan nikmat dan berokah kepada umat manusia. Allah berfirman : Jika kamu bersyukur, maka kami akan menambahkan nikmat kepadamu (al-Baqarah : 7)
7. Tawakal (at-Tawakkal)
Tawakkal arti dasarnya berserah diri kepada Allah. Secara sufistik tawakkal adalah penyerahan diri hanya kepada ketentuan Allah.
8. Rida (ar-Rida)
Rida artinya meninggalkan ikhtiar. Menurut al-Muhaisibi rida adalah tentramnya hati dibawah naungan hukum.
Menurut an-Najjar, ahli rida terbagi empat tipe. Pertama, golongan orang yang rida atas segala pemberian Al-Haq dan inilah makrifat. Kedua, golongan orang rida atas segala nikmat, itulah dunia. Ketiga, golongan yang rida atas musibah dan itlah cobaan yang beragam. Keempat, golongan yang rida atas keterpilihan, itulah mahabbah.
9. Al-Ma’rifah
Ma’rifah artinya mengenal atau melihat (melihat tuhan dengan mata hati).
Dzunnun al-Misri membagi ma’rifah menjadi tiga bagian : 1) Ma’rifah mukmin, 2) Ma’rifah ahli kalam, 3) Ma’rifah Auliya muqarrabin. Sufi membagi manusia pada tiga klasifikasi. Pertama, tingkatan kaum ‘arif yang mendapatkan kebahagiaan sebab hikmah (wisdom). Kedua, tingkatan orang-orang mukmin yang mendapatkan kebahagiaan karena memiliki keimanan. Ketiga, tingkaatn orang-orang bodoh dan mereka ini orang-orang yang binasa.
E. Tasawuf dan Tarekat
Mazhab dalam tasawuf disebut tarekat. Harun Nasution memandang tarekat dari sisi institusi. Ia beranggapan bahwa tarekat adalah organisasi para pengamal ajaran Syaikh pendiri tarekat termaksud.
K.H.A. Sahibulwafa Tajul’arifin (Abah Anom) menjelaskan bahwa tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan sedangkan tarekat adalah metodenya. Dengan demikian TQN adalah salah satu metode tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Allah guna dapat keridoan-Nya.
Sebuah tarekat dianggap mu’tabarah apabila terpenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Substansi ajarannya tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, dalam arti bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Tidak meninggalkan syari’ah.
3. Silsilahnya sampai dan bersambung (ittisal) kepada Rasulullah Saw.
4. Ada mursyid yang membimbing para muridnya.
5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.
6. Kebenaran ajarannya bersifat universal.
Tarekat yang tidak memenuhi kriteria seperti tertulis di atas dianggap gair mu’tabarah yakni tidak dibenarkan mengamalkannya apalagi meyebarkannya.
Berdasarkan kelima kriteria di atas jelaslah bahwa TQN bukanlah ajaran yang baru apalagi dianggap ajaran yang tidak berasal dari Rasul, karena ia adalah ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah sahihah dan secara mutawatir diamalkan oleh setiap generasi dibawah bimbingan Syaikh Mursyid pada setiap zamannya.
F. Sumber Ajaran Tasawuf
Kalau kita kaji al-Qur’an secara tematik, kita kana menemukan peta ayat secara zahir yakni ada empat tentang teologi, fikih, tasawuf, falsafah dan seterusnya. Dari pendektana semacam ini ulama melahirkan ilmu tauhid, ilmu fikih, tasawuf, filsafat dan lain-lain.
Sebagian sufi misal Ibnu ‘Arabi, al-Qusyaeri, Ibnu ‘Atolilah as-Sakandari dan sufi-sufi kontemporer lainnya berpendapat bahwa semua ayat adalah tauhid, semua ayat adalah fikih begitu juga semua ayat adalah taswuf. Paradigma yang berbeda dengan statemen di atas ini muncul karena ada hadis nabi yang menyatakan bahwa setiap ayat ada mengandung makna zahir dan makna batin.
Makna batin hanya dapat dipahami oleh ulama yang secara istiqamah mensucikan hatinya dengan riyadah. Ulama yan g dawam dalam riyadah adalah para sufi. Para sufilah orangnya yang dapat menangkap makna batin ayat sehingga melahirkan ilmu haqiqah.
Dari pendekatan semacam ini pula, pada gilirannya melahirkan apa yang disebut tafsir isyari (tafsir sufi). Dari tafsir isyarilah lahirnya ilmu hakikat, taswuf dan tarekat, termasuk Tareka Qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah (TQN).
G. Buah dari Pengamalan Tasawuf
Buah pengamalan ilmu taswuf adalah akhlak al-Karimah akhlak al-Karimah adalah kepribadian seimbang seorang manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah.
Dalam konsep universal dapat disebutkan bahwa akhlak al-Karimah adalah kepribadian yang sesuai dengan petunjuk (hidayah) Allah dan Rasulnya.
H. Tarekat dalam Sistem Ajaran Islam
Tarekat merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Islam tanpa tarekat bukanlah Islam kaffah sebagai yang diajarkan Rasulullah Saw. Islam kaffah adalah Islam yang terpadu di dalamnya aspek akidah, syari’ah dan haqiqah.tarekat qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah adalah salah satu alian dalam tasawuf yang substansi ajarnnya merupakan gabungan dari dua tarekat yaitu Qadiriyyah dan naqsabandiyah. Secara keilmuan dari aqidah lahir ilmu aqa’id, ilmu tauhid, teologi Islam dan ilmu kalam, dari syariah lahir ilmu Fikih dengan segala cabangnya dan dari aspek haqiqah lahir ilmu tasawuf dan tarekat.
Arti dasar tarekat adalah jalan. Dan yang dimaksud adalah jalan yang mesti dilalui oleh seorang salik utuk menuju pintu-pintu tuhan. Imam Malik berkata sebagai dikutip oleh Imam al-Gazali :
“Barang siapa bertasawuf tanpa fikih maka dia zindik dan barang siapa berfikih tanpa tasawuf maka ia masih fasik dan barang siapa yang berislam dengan memadukan antara fikih dan tasawuf benarlah dia dalam berislam”.
Secara eksplisit kedua tarekat ini dipadukan oleh seorang Maha Guru tasawuf yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Syaikh Bahauddin an-Naqsabandi.

TASAWUF
AKHLAKI, FALSAFI DAN IRFANI
A. Tasawuf Akhlaki (Tasawuf Sunni)
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menuasia yang dapat ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.
Dalam diri manusia ada potensi untuk menjadibaik dan potensi untuk menjadi buruk. Potensi untuk menjadi baik adalah al-‘Aql dan al-Qalb. Sementara potensi untuk menjadi buruk adalah an-Nafs. (nafsu) yang dibantu oleh syaithan.
Sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat as-Syams : 7-8 sebagai berikut :
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ $ygyJolù;r’sù $ydu‘qègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Para sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain : Hasan al-Basri (21 H – 110 H), al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H – 465 H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H), Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakandari dan lain-lain.
B. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja dikembangkan oleh para sufi yang filosof.
Ibnu Khaldun berendapat bahwa objek utama yang menjadi perhatian tasawuf falsafi ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah sebagai berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul dari dirinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani, ‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan yang kosmos, terutama tentang penciptanya serta penciptaannya.
3. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syatahiyyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui atau menginterpretasikannya.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi antara lain adalah al-Hallaj (244 – 309 H/ 858 – 922 M) Ibnu’ Arabi (560 H – 638 H) al-Jili (767 H – 805 H), Ibnu Sab’in (lahir tahun 614 H) as-Sukhrawardi dan yang lainnya.
C. Tasawuf ‘Irfani
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemebirian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain : Rabi’ah al-Adawiyah (96 – 185 H), Dzunnun al-Misri (180 H – 246 H), Junaidi al-Bagdadi (W. 297 H), Abu Yazid al-Bustami (200 H – 261 H), Jalaluddin Rumi, Ibnu ‘Arabi, Abu Bakar as-Syibli, Syaikh Abu Hasan al-Khurqani, ‘Ain al-Qudhat al-Hamdani, Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.

TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA
A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu sendiri yaitu :
1. Taqarrub Ilallah SWT.
Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah.
2. Menuju jalan Mardhatillah
Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam ‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
3. Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata hati.
4. Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati.
B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai berikut :
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya maka menjadi tinggilah martabatnya.
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
3. Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia wajib memperoleh rahmat.
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.
C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir bimakna khas adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2) zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan yang kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalin zikir dalam al-Qur’an
tûïÏ%©!$# tbrãä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ …
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
þ’ÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur ’Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan mengingat-mu,…” (QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat bertanya : Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya Rasulullah ? Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha illalaah”.
Syarat-syarat berdzikir ada tiga macam
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah hati-hati mereka.
2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu khataman” artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran TQN pada waktu-waktu tertentu.
3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual. Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri. Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam keseluruhan.
Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan) Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena maksiat.
4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling utama adalah zdikrullah.
5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara – yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal mendahului kita.
4) Attabarruk.
6. Khalwah
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata. Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan berkhalwat yaitu:
1) Niat dengan ikhlas
2) Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon do’anya.
3) Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan terus berdzikir.
4) Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
5) Dawam al-Wudlu.
6) Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7) Tidak menyandar badan ke dinding.
8) Rabithah.
9) Berpuasa.
10) Diam dan terus Zikrullah.
11) Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi, nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12) Menjauhi sumber suara.
13) Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak boleh ditinggalkan.
14) Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke tanah.
15) Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
16) Tidak lapar tidak kenyang.
17) Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud meminta berkah kepadanya.
18) Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah dari gurunya.
19) Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
20) Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.
7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada Tuhan dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tanbih juga mengandung ajarn moral, menyangkut pelbagai kehidupan pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.
D. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada, telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan mental karenanya.
3. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu.
4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak terbawa arus kemanapun pergi.
5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
6. Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi “individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka Tuhannya.
7. Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan para normal), yang pada umumnyadimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual atau tungkat kerohanian tinggi.

MURSYID DAN MURID
A. Mursyid
Guru atau mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi fi at-tariqoh artinya orang yang palin tinggi martabatnya dalam suatu tarekat. Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara syari’at dan hakikat. Betapa penting keberadaan guru dalam suatu tarekat, dijelaskan tidaklah benar seseorang mengamalkan suatu tarekat tanpa guru.
Mursyidlah yang mendapat izin dari Rasulullah untuk melakukan talqin az-Zikir kepada sipa saja ang mau mengamalkan zikir.
Kriteria Mursyid
a. Seorang mursyid haruslah seorang yang alim.
b. Seorang mursyid haruslah’arif.
c. Seorang mursyid harus sabar dan mempunyai rasa belas kasihan yang tinggi kepada murid-muridnya.
d. Seorang mursyid harus pandai menyimpan rahasia murid-muridnya.
e. Seorang mursyid tidak boleh menyalahgunakan kedudukan sebagai seorang guru spiritual atau orang yang paling tinggi martabatnya dalam tarekat.
f. Seorang mursyid haruslah bijaksana.
g. Seorang mursyid harus disiplin.
h. Menjaga lisan dan nafsu keeduniaan.
i. Seorang mursyid harus mempunyai hati yang ikhlas.
j. Selalu menjaga jarak antara dirinya dengan muridnya.
k. Memelihara harga diri, wibawa dan kehormatan.
l. Mursyid harus bisa memberi petunjuk tertentu pada situasi tertentu kepada muridnya.
m. Merahasakan hal-hal istimewa.
n. Mursyid selalu mengawasi muridnya dalam kehidupan sehari-hari.
  • o. Merahasiakan segala gerak gerik kehidupannya.
p. Seorang mursyid harus mencegah berlebihan dalm makan dan minum.
q. Seorang mursyid harus menyediakan tempat berkhalwat bagi murid-muridnya.
r. Menutup pergaulan murid dengan mursyid lainnya.
B. Murid dan kewajiban terhadap Mursyidnya
Murid secara etimologis artinya orang yang berkehendak, berkemauan dan mempunyai cita-cita. Murid dalam istilah tarekat adalah orang yang bermaksud menempuh jalan untuk dapat sampai ke tujuan yakni keridoan Allah.
Kewajiban murid terhadap mursyidnya adalah sebagai berikut :
1. Menyerahkan diri lahir batin.
2. Murid harus menurut dan mematuhi perintah gurunya.
3. Murid tidak boleh menggunjing gurunya.
4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri.
5. Seorang murid harus selalu ingat kepada gurunya.
6. Seorang murid tidak boleh memiliki keinginan untuk bergaul ;lebih dalam dengan mursyidnya, baik untuk tujuan dunia maupun akhirat.
7. Seorang murid harus mempunyai keyakinan dalam hati.
8. Seorang murid tidak boleh menyembunyikan rahasia hatinya.
9. Murid harus memelihara keluarga dan kerabat gurunya.
10. Kesenangan murid tidak boleh sama dengan gurunya.
11. Seorang murid tidak memberi saran kepada gurunya.
12. Seorang murid tidak boleh memandang kekurangan gurunya.
13. Seorang murid harus rela memberikan sebagian hartanya.
14. Seorang murid tidak boleh bergaul dengan orang yang dibenci gurunya.
15. Seorang murid tidak boleh melakukan sesuatu yang dibenci gurunya.
16. Seorang murid tidak boleh iri kepada murid lainnya.
17. Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus mendapat izin dari gurunya.
18. Tidak boleh duduk pada tempat yang biasa dipakai duduk oleh gurunya.
C. Adab Murid terhadap Dirinya Sendiri
1. Meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang jahat, sebaliknya bergaul dengan orang-orang pilihan.
2. Jika hendak berzikir padahal ia telah memiliki keluarga dan telah beranak maka seyogyanya menutup pintu yang dapat menghalangi antara dia dengan istri dan anaknya.
3. Meninggalkan sikap berlebihan baik dalam urusan makan, minum, pakaian, hubungan suami istri.
4. Meninggalkan cinta dunia dan berfikir tentang kehidupan akhirat.
5. Tidak tidur dalam keadaan junub, tetapi sebaliknya selalu dalam keadaan suci punya wudu.
6. Tidak boleh toma (berharap) kepada apa yang ada di tangan manusia lain.
7. Jika rizki sulit didapat, dan hati manusia keras kepadanya, amka bersabarlah, sebab boleh jadi hara dunia berpaling dari murid ketika ia masuk dalam tarekat.
8. Hendaklah ia melakukan muhasabah (intropeksi) dan mendorong jiwanya untuk mengamalkan tarekat.
9. Menydikitkan tidur, terutama di waktu sahur sebab ia adalah waktu ijabah.
10. Menjaga diri agar hanay makan yang hala.
Dan lain-lain …
D. Adab Murid terhadap Sesama Ikhwan atau terhadap Muslim yang lain
1. Mencintai ikhwan tarekat seperti ia mencintai dirinya sendiri.
2. Memulai mengucapkan salam, bersalaman dan berbicara dengan bahasa yang menyenangkan jika bertemu sesama ikhwan.
3. Bergaul sesama ikhwan dengan akhlak yang baik.
4. Bersikap tawadu’ kepada ikhwan.
5. Mencari keridaan mereka dan anda harus memandang mereka lebih baik dari pada anda sendiri, selanjutnya saling menolong dalam kebaikan dan takwa, mencintai Allah dan mendorong mereka dalam apa yang diridai Allah dan anda menunjuki mereka ke jalan yang benar.
6. Menaruh kasih kepada semua ikhwan, hormat kepada yang lebih besar dan sayang kepada yang lebih muda.
7. Bersikap simpatik dan halus dalam upaya menasihati ikhwan jika meraka melakukan pelanggaran.
8. Berbaik sangka kepada ikhwan.
9. Hendaklah menerima permintaan maaf ikhwan yang lain apabila ia minta maaf meskipun ia berdusta, sebab orang yang meminta maaf kepadamu secara terbuka meskipun batinnya marah maka sesungguhnya orang itu telah taat kepadamu dan telah menghormatimu.
10. Mendamaikan dua ikhwan yang bermusuhan.
11. Bersikap benar kepada sesama ikhwan dalam segala kondisi dan jangan lupa mendo’akan mereka dengan ampunan meskipu mereka gaib (tidak ada dihadapan kita).
12. Memberi kelapangan mereka dalam majelis.
13. Bertanya tentang nama kawan kita sekaligus nama ayahnya.
14. Mempertahankan harga diri ikhwan dan menolong mereka meskipun sedang tidak dihadapan kita.
15. Menunaikan janji apabila ia berjanji, sebab sesungguhnya janji termasuk salah satu dari dua pemberian, menurut Ahlussunnah ia adalah utang.
E. Waliyullah
Waliyullah artinya kekasih Allah, orang-orang yang dicintai Allah. Ia selalu diberi hidayah oleh Allah untuk beramal salih dan berdakwah, ia adalah orang-orang salih yang beramal dengan ikhlas.
F. Tanda-tanda Wali Allah
1. Jika kita melihat mereka, mereka mengingatkan kita kepada Allah.
2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang-orang mencarinya.
3. Mereka bertaqwa kepada Allah.
4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berakhlak mulia.
6. Mereka hidup zuhud di dunia.
7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
9. Mereka suka terbiasa bermunajat di akhir malam.
10. Mereka suka menangis dan berzikir mengingat Allah.
11. Jika meraka menghendaki sesuatu, Allah memenuhi keinginannya.
12. Keinginan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Karamah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada para wali. Hal itu diberikan sebagai hiburan atau santunan, atau pembekalan ilmu atau sebagai ujian.
Manfaat Karamah
1) Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
2) Mengkokohkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali.
3) Adanya karomah merupakan bukti anugrah atau derajat yang diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah.
G. Perbedaan antara Kenabian dan Kewalian
Kenabian adalah jabatan spritual yang diberikan Allah kepada orang-orang pilihan dengan cara Allah memberikan wahyu kepadanya, sementara kewalian adalah kasih sayang Allah kepada orang-orang tertentu karena ia berusaha mujahadah taqarub kepada-Nya sehingga memberikan ilham kepada-Nya.
Kenabian adalah kalam yang datang dari Tuhan sebagai wahyu, bersama-sama ruh dari Tuhan, sebagai wahyu yang dinyatakan dan diperkuat dengan ruh. Kewalian adalah orang dimana Tuhan mempercayakan (waliyah) hadis-Nya. Tuhan membawa wali kepada diri-Nya dengan cara yang berbeda, dan dia mempunyai hadis.
Bukti-bukti Kenabian
Sebagai salah satu indikator pengakuan seseorang sebagai nabi dan rasul adalah adanya mu’jizat. Mu’jizat adalah kejadaian luar biasa yang diberikan Allah kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulannya.
Syarat-syarat Mu’jizat
1. Mu’jizat, datangnya harus dari Allah sebagai kejadian luar biasa untuk menguatkan kenabia atau kerasulan seseorang.
2. Mu’jizat harus berupa kejadian luar biasa sehingga tidak ada yang dapat meniru.
3. Mu’jizat harus muncul dari seorang nabi agar dapat dijadikan bukti bagi risalahnya.
4. Mu’jizat harus diiringi dengan pengakuan kenabian, baik secara hakekat atau hukum. Biasanya didahului dengan kejadiaan luar biasa yang disebut irhash.
5. Mu’jizat harus sesuai dengan situasi dan kondisi di masa timbulnya, kalau tidak, maka pungsinya berubamenjadi ihanah, seperti yang terjadi pada Musilamah al-Kazzab.
6. Para penentang risalah tidak bisa mendatangkan yang sepertinya, jika bisa, maka mu’jizat itu palsu.
7. Mu’jizat boleh bertentangan dengan hukum alam.
Ma’unnah, Ihanah, Istidraj, Irkhas, Sihir, Sya’udah dan Garaib al-Mukhtari’ah.
Ma’unah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan.
Ihanah adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan kepada Musailamah al-Kazzab.
Sedangkan Istidraj adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya. Adapaun Irkhas adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada calon nabi.
Sihir adalah suatu cara yang dapat menampilkan berbagai perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi sebenarnya seluk beluknya itu dapat dipelajari.
As-Sya’udah adalah kejadiaan ;luar biasa yang biasa timbul di tangan seseorang, sehingga menampakan pesona dan kekaguman bagi yang melihatnya, meskipun kejadian itu tidak terjadi.
Garaib al-Mukhtariah adalah karya atau ucapan manusia disebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, seperti radio, televisi dan telepon, hp dan lain-lain.

 Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3) tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
A. Tasawuf
Definisi tasawuf satu dengan yang lainnya berbeda-beda tergantung dari sisi mana si pakar tadi meninjaunya. Ada yang melihat dari sisi sejarah kemunculannya, ada yang melihat dari sisi fenomenan sosial di abad klasik dan pertengahan, juga ada yang melihatnya dari sisi substansi ajarannya dan ada juga yang melihat dari sisi tujuannya.
1. Asal-usul Tasawuf
Teori pertama menyatakan bahwa secara etimologis tasawuf diambil dari kata “Suffah” yaitu sebuah tempat di mesjid Rasulullah Saw. (Mesjid Nabawi) yang dihuni oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud yang konsentrasi beribadah kepada Allah sambl menimba ilmu dari Rasulullah. Teori kedua, menyatakan bahwa tasawuf diambil dari kata “sifat” dengan alasan bahwa para sufi suka membahas sifat-sifat Allah sekaligus mengaplikasikan sifat-sifat Allah tersebut dalam perilaku mereka sehari-hari. Teori ketiga berpendapat bahwa kata “tasawuf” daiambil dari akar kata “sufah” artinya selembar bulu, sebab para sufi dihadapan Tuhannya merasa begaikan selembar bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak mempunyai nilai apa-apa. Teori keempat menyatakan bahwa “tasawuf” diambil dari kata “shofia” yang artinya al-hikmah (bijaksana) sebab para sufi selalu mencari hikmah ilahiyah dalam kehidupannya. Teori kelima, sebagaimana dikemukakan oleh al-Busti seorang fakar tasawuf, menyatakan bahwa taswuf berasal dari kata “as-safa” yang artinya suci, bersih dan murni, sebab para sufi membersihkan jiwanya hingga berada dalam kondisi suci dan bersih. Ada juga teori yang menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata “suf” yang artinya bulu domba (wool), dengan argumentasi wool kasar yang terbuat dari bulu binatang sebagai tanda kesederhanaan hidup mereka.
Diantara berbagai pendapat tenang asal usul “taswuf” menrut Ahmad as-Sirbasi, pendapat al-Bustilah yang paling kuat dan rajih, sebab kenyataannya tasawuf itu adalah upaya pensucian hati supaya dekat dengan Allah.
Dilihat dari tujuannya, seperti telah disinggung di atas, tasawuf adalaha proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara mensucikan hati (tashfiat al-Qalbi).
2. Pengertian Tasawuf secara Terminologis
Menurut Muhammad bin Ali al-Qasab, guru Imam Junaidi al-Bagdadi, tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari seorang manusia mulia bersama kaum yang mulia.
Sedang menurut al-Junaidi al-bagdadi (W. 297 H) tasawuf adalah :
“Engkau ada bersama Allah tanpa ‘alaqah (tanpa perantara)”.
Usman al-Makki berpendapat bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu sebelumnya.
Sirri as-Saqati (W. 251 H) berkata :
“Tasawuf adalah suatu nama bagi tiga makna : yakni (1) nur ma’rifat nya tidak memadamkan cahaya kewaraannya, (2) tidak berbicara tentang ilmu batin yang bertentangan dengan makna zahir al-Kitab atau sunnah, dan (3) tidak terbawa oleh karomahnya untuk melanggar larangan Allah”.
Syekh Abdul Qodir al-Jilani berpendapat bahwa taswuf adalah mensucika hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwah, riyadoh dan terus-menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas.
Sedangkan ilmu tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara mensucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah.
3. Obyek Ilmu Tasawuf
Obyek ilmu taswuf adalah perbuatan hati dan panca indera ditinjau dari segi cara pensuciannya.. perbuatan hati atau aspek ruhani ditinjau dari segi cara pensuciaannya.
4. Buah Ilmu Tasawuf
Buah taswuf adalah terdidiknya hati mengetahui (ma’rifah) terhadap ilmu gaib secara ruhani, selamat di dunia dan bahagia di akhirat, dengan mandapat keridoan Allah.
5. Keutamaan Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang paling mulia karena berkaitan dengan ma’rifah kepada Allah Ta’ala dan mahabbah kepada-Nya.
Tasawuf adalah ruhnya syariat dan ruhnya ilmu ilmu lain.
6. Hubungan ilmu taswuf dengan ilmu yang lainnya
Nisbah ilmu taswuf terhadap ilmu yang lain baagikan nisbah ruh bagi jasad. Ilmu tasawuf adalah ruh, sementara ilmu yang lain adalah jasad. Jasad tidaklah dapat hidup tanpa ruh.
7. Pencipta Ilmu Tasawuf
Pencipta ilmu tasawuf adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala. Allah menciptakan ilmu ini kepada Rasulullah dan para Nabi yang sebelumnya.
8. Nama Ilmu Taswuf
Ilmu tasawuf mempunyai beberapa nama, antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu Batin , berkaitan dengan aspek batiniah
b. Ilmu al-Qalbi,
c. Ilmu Laduni, ilmu yang di dapat tanpa proses belajar,
d. Ilmu Mukasyafah , mampu membukakan rahasia rahasia gaib,
e. Ilmu Asror, yait ilmu rahasia , karna akn mampu membuka rahsia gaib, melalui pintu hati.
f. Ilmu Maknun
g. Ilmu Hakikat, berkaitan dengan hakikat manusia
9. Pilar Ilmu Tasawuf
Pilar ilmu tasawuf ada lima perkara
a. Taqwallah (bertakwa kepada Allah) baik sewaktu sirr maupun ‘alabiyah (terbuka).
b. Mengikuti Sunnah baik qauli maupun fi’li serta mengaktualisasikannya dalam penjagaan diri dan akhlak yang baik.
c. Berpaling dari makhluk yang diwujudkan dalam sikap sabar dan tawakkal.
d. Rida terhadap ketentuan Allah yang diwujudkan dengan sikap qona’ah dan menerima (tafwid).
e. Kembali kepada Allah baik sikala senang maupun di waktu susah.
10. Sumber Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Juga dari atsar assabitah (jejak yang sudah tetap) dari umat-umat pilihan di masa silam.
11. Hukum Mempelajari Ilmu Tasawuf
Hukum mempelajarai ilmu tasawuf adalah wajib ain atrinya kewajiban yang mengikat kepada setiap individu muslim.
Oleh karena itu sebagian ulama ahli ma’rifah berkata :
Barang siapa yang tidak memiliki ilmu ini sedikitpun (ilmu batin), aku hawatir ia berakhir dengan su’ul khatimah. Paling tidak seorang mukmin harus membenarkan akan ilmu ini dan menyerahkan kepada ahlinya.
12. Masalah-masalah yang dibahas dalam ilmu Tasawuf
Masalah inti yang dibahas dalam ilmu tasawuf adalah sifat-sifat jiwa manusia, cara-cara pensucian jiwa, dan penjelasan istilah-istilah yang khas dalam disiplin ilmu ini misalnya; maqamat, taubat, zuhud, wara’, al-mahabbah, fana baqa dan yang lainnya.
B. Rukun Tasawuf
Al-Kalabazi dengan mengutip pendapat Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad al-Farisi menerangkan bahwa rukun tasawuf ada sepuluh macam, antara lain :
1. Tajrid at-Tauhid (memurnikan tauhid)
2. Memahami informasi. Maksudnya mendengar tingkah laku bukan hanya mendengar ilmu saja.
3. Baik dalam pergaulan.
4. Mengutamakan kepentingan orang banyak ketimbang kepentingan diri sendiri.
5. Meninggalkan banyak pilihan.
6. Ada kesinambungan antara pemenuhan kepentingan lahir dan batin.
7. Membuka jiwa terhadap intuisi (ilham).
8. Banyak melakukan bepergian untuk menyaksikan keagungan alam ciptaan Tuhan sekaligus mengambil pelajaran.
9. Meninggalkan iktisab untuk menumbuhkan tawakkal.
10. Meninggalkan iddikhar (banyak simpanan) dalam keadaan tertentu kecuali dalam rangka mencari ilmu.
C. Perkembangan Tasawuf
Secara keilmuan, tasawuf adalah disiplin ilmu yang baru dalam syari’at Islam, demikian menurut Ibnu Khaldun. Adapaun asal-usul tasawuf menurutnya adalah konsentrasi ibadah kepada Allah, meninggalkan kemewahan dan keindahan dunia dan menjauhkan diri dari akhluk. Ketika kehidupan materialistik mulai mencuat dalam peri kehidupan masyarakat muslim pada abad kedua dan ketiga hijriyyah sebagai akibat dari kemajuan ekonomi di dunia Islam, orang-orang yang konsentrasi beribadah dan menjauhkan diri dari hiruk pikuknya kehidupan dunia disebutlah kaum sufi.
Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Muhammad Iqbal dalam bukunya “Tajdid al-Fikr ad-Dini al-Islam” berpendapat bahwa tasawuf telah ada semenjak Nabi. Riyadoh Diniyyah telah lama menyertai kehidupan manusia sejak awal-awal Islam bahkan kehidupan ini semakin mengental di dalam sejarah kemanusiaan.
Menurut sebagian fakar, Imam Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang memunculkan istilah taswuf. Menurut yang lain Salman al-Farisi. Menurut pendapat yang lain Hudzaefah bin al-Yaman sebab Hasan Basri (tokoh sufi di abad kedua Hijriyyah) berguru kepada Hudzefah.
Akar-akar tasawuf dalam Islam merupakan penjabaran dari ihsan. Ihsan sendiri merupakan bagian dari trilogi ajaran Islam. Islam adalah satu kesatuan dari iman, islam dan ihsan. Islam adalah penyerahan diri kepada Allah secara zahir, iman adalah I’tikad batin terhadap hal-hal gaib yang ada dalam rukun iman, sedangkan ihsan adalah komitmen terhadap hakikat zahir dan batin.
Islam, iman dan ihsan adalah landasan untuk melakukan suluk dan taqqarub kepada Allah. ‘Iz bin Abdissalam berpendapat bahwa sistematika keberagamaan bagi kaum muslimin, yang pertama adalah Islam. Islam merupakan tingkat pertama beragama bagi kaum awam. Iman adalah tingkatan pertama bagi hati orang khusus kaum mukminin, sedangkan ihsan adalah tingkatan pertama bagi ruh kaum muqarribin.
D. Tahapan-tahapan Supaya bisa Dekat Dengan Allah
Dalam menempuh jalan ruhani menuju Tuhan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah), ada stasion-stasion (al-Maqamat)“hal” adalah kondisi yang dialami oleh seorang sufi dalam dirinya atau batinnya sebagai hasil dari usahanya dalam maqamat tadi. Dengan demikian perbedaan maqam dan ahwal ialam maqam merupakan usaha seorang sufi untuk berada dalam tingkatan tertentu sedangkan ahwal adalah suatu pemberian (karunia) Allah yang diberikan kepada seorang sebagai hasil usahanya dalam maqam tadi. yang mesti ditempuh oleh seorang salik. Maqam adalah kedudukan atau tahapan dimana seorang sufi berada. Kedudukan ini hanya akan di dapat oleh seorang sufi atas usahanya sendiri dengan penuh kesungguhan dan istiqamah. Sedangkan ahwal yang bentuk mufranya
“Ahwal adalah pemberian sementara maqamat adalah usaha”.
Dengan demikian ahwal bertingkat-tingkat. Pada umumnyapara sufi menulis sepuluh tingkatan.
1. Taubah
Taubah adalah maqam pertama yang mesti dilalui oleh setiap salik.
Taubah ada tiga tingkatan :
a) Taubah orang sadar
Awalnya kebiasaan yang terjadi dalam linngkungan beragama tetapi akhirnya menjadi tinggi dalam perasaan tambah-tambah menjadi peringatan.
b) Taubat Salik
Taubah orang salik bukan dari dosa dan kesalahan dan bukan dari penyesalan dan istigfar tetapi terjadi karena perpindahan kondisi jiwa yang naik menjadi sempurna sehingga dapat menghadirkan Allah dalam setiap gerak nafasnya.
Dalam sebuah syair yang indah Abdullah al-Mubarok menyatakan :
Aku melihat dosa mematikan hati
Lalu diikuti dengan kehinaan di setiap-setiap zamannya
Meninggalkan dosa adalah cara menghidupkan hati
Maka pilihlah bagi dirimu untuk menyalahi dosa-dosa.
c) Taubat ‘Arif
Taubat seorang ‘arif (orang yang ma’rifah) bukan dari dosa atau dari menyalahi jiwa tetapi taubah dari kelupaan terhadap dirinya sendiri bahwa dirinya itu dalam gemgaman Tuhannya.
2. Zuhud
Awal mula zuhud adalah sikap wara’ dalam beragama yakni menjauhi hal-hal yang diharamkan syara’. Memang kewara’an dapat menimbulkan keinginan untuk berlaku zuhud secara ruhani secara mendalam. Hanya makna zuhud secara sufistik lebih jauh dari itu. Misalnya halal menurut syari’at adalah apa-apa yang tidak menyalahi aturan Allah, sementara halal secara sufistik adalah apa-apa yang tidak menyebabkan lupa kepada Allah.
3. Wara (al-Wara’)
Secraa lugawi wara’ artinya hati-hati. Secara istillahi wara’ adalah sikap menahan diri agar hatimu tidak menyimpang sekejap pun dari mengingat Allah.
Wara’ ada empat tingkatan
a. Wara’ orang awam
Ialah wara’ orang kebanyakan yaitu menahan diri dari melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
b. Wara’ orang saleh
Menahan diri dari menyentuh atau memakan sesuatu yang mungkin akan jatuh kepada haram.
c. Wara’ muttaqin
Menahan diri dari sesuatu yang tidak diharamkan dan tidak syubhat karena takut jatuh kepada haram.
Nabi bersabda, yang artinya :
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin sehingga dia meninggalkan apa yang tidak berdosa karena takut akan apa yang dapat menimbulkan dosa” (Ibnu Majah).
d. Wara’ orang benar
Menahan diri dari apa yang tidak berdosa sama sekali dan tidak khawatir jatuh ke dalam dosa, tapi dia menahan diri melakukannya kaena takut tidak ada niat untuk beribadat kepada Allah.
4. Faqr (al-Faqr)
Faqr berarti kekurangan harta dalam menjalankan kehidupan di dunia. Sikap faqr harus dimiliki oleh seorang salik sewaktu menjalankan suluknya.
5. Sabar (as-Sabr)
Sabar berarti tabah dalam menghadapi segala kesulitan tanpa ada rasa kesal dan menyerah dalam diri. Sabar juga dapat berarti tetap merasa cukup meskipun kenyataannya tidak memiliki apa-apa.
6. Syukur (as-Syukr)
Syukur yang berarti berterima kasih. Allahlah yang telah memberikan nikmat dan berokah kepada umat manusia. Allah berfirman : Jika kamu bersyukur, maka kami akan menambahkan nikmat kepadamu (al-Baqarah : 7)
7. Tawakal (at-Tawakkal)
Tawakkal arti dasarnya berserah diri kepada Allah. Secara sufistik tawakkal adalah penyerahan diri hanya kepada ketentuan Allah.
8. Rida (ar-Rida)
Rida artinya meninggalkan ikhtiar. Menurut al-Muhaisibi rida adalah tentramnya hati dibawah naungan hukum.
Menurut an-Najjar, ahli rida terbagi empat tipe. Pertama, golongan orang yang rida atas segala pemberian Al-Haq dan inilah makrifat. Kedua, golongan orang rida atas segala nikmat, itulah dunia. Ketiga, golongan yang rida atas musibah dan itlah cobaan yang beragam. Keempat, golongan yang rida atas keterpilihan, itulah mahabbah.
9. Al-Ma’rifah
Ma’rifah artinya mengenal atau melihat (melihat tuhan dengan mata hati).
Dzunnun al-Misri membagi ma’rifah menjadi tiga bagian : 1) Ma’rifah mukmin, 2) Ma’rifah ahli kalam, 3) Ma’rifah Auliya muqarrabin. Sufi membagi manusia pada tiga klasifikasi. Pertama, tingkatan kaum ‘arif yang mendapatkan kebahagiaan sebab hikmah (wisdom). Kedua, tingkatan orang-orang mukmin yang mendapatkan kebahagiaan karena memiliki keimanan. Ketiga, tingkaatn orang-orang bodoh dan mereka ini orang-orang yang binasa.
E. Tasawuf dan Tarekat
Mazhab dalam tasawuf disebut tarekat. Harun Nasution memandang tarekat dari sisi institusi. Ia beranggapan bahwa tarekat adalah organisasi para pengamal ajaran Syaikh pendiri tarekat termaksud.
K.H.A. Sahibulwafa Tajul’arifin (Abah Anom) menjelaskan bahwa tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan sedangkan tarekat adalah metodenya. Dengan demikian TQN adalah salah satu metode tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Allah guna dapat keridoan-Nya.
Sebuah tarekat dianggap mu’tabarah apabila terpenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Substansi ajarannya tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, dalam arti bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Tidak meninggalkan syari’ah.
3. Silsilahnya sampai dan bersambung (ittisal) kepada Rasulullah Saw.
4. Ada mursyid yang membimbing para muridnya.
5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.
6. Kebenaran ajarannya bersifat universal.
Tarekat yang tidak memenuhi kriteria seperti tertulis di atas dianggap gair mu’tabarah yakni tidak dibenarkan mengamalkannya apalagi meyebarkannya.
Berdasarkan kelima kriteria di atas jelaslah bahwa TQN bukanlah ajaran yang baru apalagi dianggap ajaran yang tidak berasal dari Rasul, karena ia adalah ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah sahihah dan secara mutawatir diamalkan oleh setiap generasi dibawah bimbingan Syaikh Mursyid pada setiap zamannya.
F. Sumber Ajaran Tasawuf
Kalau kita kaji al-Qur’an secara tematik, kita kana menemukan peta ayat secara zahir yakni ada empat tentang teologi, fikih, tasawuf, falsafah dan seterusnya. Dari pendektana semacam ini ulama melahirkan ilmu tauhid, ilmu fikih, tasawuf, filsafat dan lain-lain.
Sebagian sufi misal Ibnu ‘Arabi, al-Qusyaeri, Ibnu ‘Atolilah as-Sakandari dan sufi-sufi kontemporer lainnya berpendapat bahwa semua ayat adalah tauhid, semua ayat adalah fikih begitu juga semua ayat adalah taswuf. Paradigma yang berbeda dengan statemen di atas ini muncul karena ada hadis nabi yang menyatakan bahwa setiap ayat ada mengandung makna zahir dan makna batin.
Makna batin hanya dapat dipahami oleh ulama yang secara istiqamah mensucikan hatinya dengan riyadah. Ulama yan g dawam dalam riyadah adalah para sufi. Para sufilah orangnya yang dapat menangkap makna batin ayat sehingga melahirkan ilmu haqiqah.
Dari pendekatan semacam ini pula, pada gilirannya melahirkan apa yang disebut tafsir isyari (tafsir sufi). Dari tafsir isyarilah lahirnya ilmu hakikat, taswuf dan tarekat, termasuk Tareka Qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah (TQN).
G. Buah dari Pengamalan Tasawuf
Buah pengamalan ilmu taswuf adalah akhlak al-Karimah akhlak al-Karimah adalah kepribadian seimbang seorang manusia dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah.
Dalam konsep universal dapat disebutkan bahwa akhlak al-Karimah adalah kepribadian yang sesuai dengan petunjuk (hidayah) Allah dan Rasulnya.
H. Tarekat dalam Sistem Ajaran Islam
Tarekat merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Islam tanpa tarekat bukanlah Islam kaffah sebagai yang diajarkan Rasulullah Saw. Islam kaffah adalah Islam yang terpadu di dalamnya aspek akidah, syari’ah dan haqiqah.tarekat qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah adalah salah satu alian dalam tasawuf yang substansi ajarnnya merupakan gabungan dari dua tarekat yaitu Qadiriyyah dan naqsabandiyah. Secara keilmuan dari aqidah lahir ilmu aqa’id, ilmu tauhid, teologi Islam dan ilmu kalam, dari syariah lahir ilmu Fikih dengan segala cabangnya dan dari aspek haqiqah lahir ilmu tasawuf dan tarekat.
Arti dasar tarekat adalah jalan. Dan yang dimaksud adalah jalan yang mesti dilalui oleh seorang salik utuk menuju pintu-pintu tuhan. Imam Malik berkata sebagai dikutip oleh Imam al-Gazali :
“Barang siapa bertasawuf tanpa fikih maka dia zindik dan barang siapa berfikih tanpa tasawuf maka ia masih fasik dan barang siapa yang berislam dengan memadukan antara fikih dan tasawuf benarlah dia dalam berislam”.
Secara eksplisit kedua tarekat ini dipadukan oleh seorang Maha Guru tasawuf yaitu Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Syaikh Bahauddin an-Naqsabandi.

TASAWUF
AKHLAKI, FALSAFI DAN IRFANI
A. Tasawuf Akhlaki (Tasawuf Sunni)
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak’ mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan menuasia yang dapat ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ulama salaf as-salih.
Dalam diri manusia ada potensi untuk menjadibaik dan potensi untuk menjadi buruk. Potensi untuk menjadi baik adalah al-‘Aql dan al-Qalb. Sementara potensi untuk menjadi buruk adalah an-Nafs. (nafsu) yang dibantu oleh syaithan.
Sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat as-Syams : 7-8 sebagai berikut :
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ $ygyJolù;r’sù $ydu‘qègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Para sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain : Hasan al-Basri (21 H – 110 H), al-Muhasibi (165 H – 243 H), al-Qusyairi (376 H – 465 H), Syaikh al-Islam Sultan al-Aulia Abdul Qadir al-Jilani (470 – 561 H), Hujjatul Islam Abu Hamid al-Gajali (450 H – 505 H), Ibnu Atoilah as-Sakandari dan lain-lain.
B. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah. Tasawuf falsafi ini tentu saja dikembangkan oleh para sufi yang filosof.
Ibnu Khaldun berendapat bahwa objek utama yang menjadi perhatian tasawuf falsafi ada empat perkara. Keempat perkara itu adalah sebagai berikut:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta intropeksi diri yang timbul dari dirinya.
2. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, misalnya sifat-sifat rabbani, ‘arasy, kursi, malaikat, wahyu kenabian, ruh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, dan susunan yang kosmos, terutama tentang penciptanya serta penciptaannya.
3. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang brepengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syatahiyyat) yang dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui atau menginterpretasikannya.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi antara lain adalah al-Hallaj (244 – 309 H/ 858 – 922 M) Ibnu’ Arabi (560 H – 638 H) al-Jili (767 H – 805 H), Ibnu Sab’in (lahir tahun 614 H) as-Sukhrawardi dan yang lainnya.
C. Tasawuf ‘Irfani
Tasawuf ‘Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemebirian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain : Rabi’ah al-Adawiyah (96 – 185 H), Dzunnun al-Misri (180 H – 246 H), Junaidi al-Bagdadi (W. 297 H), Abu Yazid al-Bustami (200 H – 261 H), Jalaluddin Rumi, Ibnu ‘Arabi, Abu Bakar as-Syibli, Syaikh Abu Hasan al-Khurqani, ‘Ain al-Qudhat al-Hamdani, Syaikh Najmuddin al-Kubra dan lain-lainnya.

TQN PONDOK PESANTREN SURYALAYA
A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu sendiri yaitu :
1. Taqarrub Ilallah SWT.
Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah.
2. Menuju jalan Mardhatillah
Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam ‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
3. Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata hati.
4. Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati.
B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai berikut :
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya maka menjadi tinggilah martabatnya.
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
3. Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia wajib memperoleh rahmat.
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.
C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir bimakna khas adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2) zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan yang kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalin zikir dalam al-Qur’an
tûïÏ%©!$# tbrãä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ …
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
þ’ÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur ’Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan mengingat-mu,…” (QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat bertanya : Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya Rasulullah ? Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha illalaah”.
Syarat-syarat berdzikir ada tiga macam
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah hati-hati mereka.
2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu khataman” artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran TQN pada waktu-waktu tertentu.
3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual. Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri. Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam keseluruhan.
Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan) Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena maksiat.
4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling utama adalah zdikrullah.
5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara – yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal mendahului kita.
4) Attabarruk.
6. Khalwah
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata. Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan berkhalwat yaitu:
1) Niat dengan ikhlas
2) Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon do’anya.
3) Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan terus berdzikir.
4) Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
5) Dawam al-Wudlu.
6) Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7) Tidak menyandar badan ke dinding.
8) Rabithah.
9) Berpuasa.
10) Diam dan terus Zikrullah.
11) Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi, nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12) Menjauhi sumber suara.
13) Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak boleh ditinggalkan.
14) Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke tanah.
15) Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
16) Tidak lapar tidak kenyang.
17) Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud meminta berkah kepadanya.
18) Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah dari gurunya.
19) Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
20) Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.
7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada Tuhan dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tanbih juga mengandung ajarn moral, menyangkut pelbagai kehidupan pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.
D. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada, telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan mental karenanya.
3. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu.
4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak terbawa arus kemanapun pergi.
5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
6. Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi “individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka Tuhannya.
7. Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan para normal), yang pada umumnyadimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual atau tungkat kerohanian tinggi.

MURSYID DAN MURID
A. Mursyid
Guru atau mursyid dalam sistem tasawuf adalah asyrafunnasi fi at-tariqoh artinya orang yang palin tinggi martabatnya dalam suatu tarekat. Mursyid mengajarkan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah sekaligus memberikan contoh bagaimana ibadah yang benar secara syari’at dan hakikat. Betapa penting keberadaan guru dalam suatu tarekat, dijelaskan tidaklah benar seseorang mengamalkan suatu tarekat tanpa guru.
Mursyidlah yang mendapat izin dari Rasulullah untuk melakukan talqin az-Zikir kepada sipa saja ang mau mengamalkan zikir.
Kriteria Mursyid
a. Seorang mursyid haruslah seorang yang alim.
b. Seorang mursyid haruslah’arif.
c. Seorang mursyid harus sabar dan mempunyai rasa belas kasihan yang tinggi kepada murid-muridnya.
d. Seorang mursyid harus pandai menyimpan rahasia murid-muridnya.
e. Seorang mursyid tidak boleh menyalahgunakan kedudukan sebagai seorang guru spiritual atau orang yang paling tinggi martabatnya dalam tarekat.
f. Seorang mursyid haruslah bijaksana.
g. Seorang mursyid harus disiplin.
h. Menjaga lisan dan nafsu keeduniaan.
i. Seorang mursyid harus mempunyai hati yang ikhlas.
j. Selalu menjaga jarak antara dirinya dengan muridnya.
k. Memelihara harga diri, wibawa dan kehormatan.
l. Mursyid harus bisa memberi petunjuk tertentu pada situasi tertentu kepada muridnya.
m. Merahasakan hal-hal istimewa.
n. Mursyid selalu mengawasi muridnya dalam kehidupan sehari-hari.
  • o. Merahasiakan segala gerak gerik kehidupannya.
p. Seorang mursyid harus mencegah berlebihan dalm makan dan minum.
q. Seorang mursyid harus menyediakan tempat berkhalwat bagi murid-muridnya.
r. Menutup pergaulan murid dengan mursyid lainnya.
B. Murid dan kewajiban terhadap Mursyidnya
Murid secara etimologis artinya orang yang berkehendak, berkemauan dan mempunyai cita-cita. Murid dalam istilah tarekat adalah orang yang bermaksud menempuh jalan untuk dapat sampai ke tujuan yakni keridoan Allah.
Kewajiban murid terhadap mursyidnya adalah sebagai berikut :
1. Menyerahkan diri lahir batin.
2. Murid harus menurut dan mematuhi perintah gurunya.
3. Murid tidak boleh menggunjing gurunya.
4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri.
5. Seorang murid harus selalu ingat kepada gurunya.
6. Seorang murid tidak boleh memiliki keinginan untuk bergaul ;lebih dalam dengan mursyidnya, baik untuk tujuan dunia maupun akhirat.
7. Seorang murid harus mempunyai keyakinan dalam hati.
8. Seorang murid tidak boleh menyembunyikan rahasia hatinya.
9. Murid harus memelihara keluarga dan kerabat gurunya.
10. Kesenangan murid tidak boleh sama dengan gurunya.
11. Seorang murid tidak memberi saran kepada gurunya.
12. Seorang murid tidak boleh memandang kekurangan gurunya.
13. Seorang murid harus rela memberikan sebagian hartanya.
14. Seorang murid tidak boleh bergaul dengan orang yang dibenci gurunya.
15. Seorang murid tidak boleh melakukan sesuatu yang dibenci gurunya.
16. Seorang murid tidak boleh iri kepada murid lainnya.
17. Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus mendapat izin dari gurunya.
18. Tidak boleh duduk pada tempat yang biasa dipakai duduk oleh gurunya.
C. Adab Murid terhadap Dirinya Sendiri
1. Meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang jahat, sebaliknya bergaul dengan orang-orang pilihan.
2. Jika hendak berzikir padahal ia telah memiliki keluarga dan telah beranak maka seyogyanya menutup pintu yang dapat menghalangi antara dia dengan istri dan anaknya.
3. Meninggalkan sikap berlebihan baik dalam urusan makan, minum, pakaian, hubungan suami istri.
4. Meninggalkan cinta dunia dan berfikir tentang kehidupan akhirat.
5. Tidak tidur dalam keadaan junub, tetapi sebaliknya selalu dalam keadaan suci punya wudu.
6. Tidak boleh toma (berharap) kepada apa yang ada di tangan manusia lain.
7. Jika rizki sulit didapat, dan hati manusia keras kepadanya, amka bersabarlah, sebab boleh jadi hara dunia berpaling dari murid ketika ia masuk dalam tarekat.
8. Hendaklah ia melakukan muhasabah (intropeksi) dan mendorong jiwanya untuk mengamalkan tarekat.
9. Menydikitkan tidur, terutama di waktu sahur sebab ia adalah waktu ijabah.
10. Menjaga diri agar hanay makan yang hala.
Dan lain-lain …
D. Adab Murid terhadap Sesama Ikhwan atau terhadap Muslim yang lain
1. Mencintai ikhwan tarekat seperti ia mencintai dirinya sendiri.
2. Memulai mengucapkan salam, bersalaman dan berbicara dengan bahasa yang menyenangkan jika bertemu sesama ikhwan.
3. Bergaul sesama ikhwan dengan akhlak yang baik.
4. Bersikap tawadu’ kepada ikhwan.
5. Mencari keridaan mereka dan anda harus memandang mereka lebih baik dari pada anda sendiri, selanjutnya saling menolong dalam kebaikan dan takwa, mencintai Allah dan mendorong mereka dalam apa yang diridai Allah dan anda menunjuki mereka ke jalan yang benar.
6. Menaruh kasih kepada semua ikhwan, hormat kepada yang lebih besar dan sayang kepada yang lebih muda.
7. Bersikap simpatik dan halus dalam upaya menasihati ikhwan jika meraka melakukan pelanggaran.
8. Berbaik sangka kepada ikhwan.
9. Hendaklah menerima permintaan maaf ikhwan yang lain apabila ia minta maaf meskipun ia berdusta, sebab orang yang meminta maaf kepadamu secara terbuka meskipun batinnya marah maka sesungguhnya orang itu telah taat kepadamu dan telah menghormatimu.
10. Mendamaikan dua ikhwan yang bermusuhan.
11. Bersikap benar kepada sesama ikhwan dalam segala kondisi dan jangan lupa mendo’akan mereka dengan ampunan meskipu mereka gaib (tidak ada dihadapan kita).
12. Memberi kelapangan mereka dalam majelis.
13. Bertanya tentang nama kawan kita sekaligus nama ayahnya.
14. Mempertahankan harga diri ikhwan dan menolong mereka meskipun sedang tidak dihadapan kita.
15. Menunaikan janji apabila ia berjanji, sebab sesungguhnya janji termasuk salah satu dari dua pemberian, menurut Ahlussunnah ia adalah utang.
E. Waliyullah
Waliyullah artinya kekasih Allah, orang-orang yang dicintai Allah. Ia selalu diberi hidayah oleh Allah untuk beramal salih dan berdakwah, ia adalah orang-orang salih yang beramal dengan ikhlas.
F. Tanda-tanda Wali Allah
1. Jika kita melihat mereka, mereka mengingatkan kita kepada Allah.
2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang-orang mencarinya.
3. Mereka bertaqwa kepada Allah.
4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berakhlak mulia.
6. Mereka hidup zuhud di dunia.
7. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
9. Mereka suka terbiasa bermunajat di akhir malam.
10. Mereka suka menangis dan berzikir mengingat Allah.
11. Jika meraka menghendaki sesuatu, Allah memenuhi keinginannya.
12. Keinginan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Karamah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada para wali. Hal itu diberikan sebagai hiburan atau santunan, atau pembekalan ilmu atau sebagai ujian.
Manfaat Karamah
1) Dapat menambah keyakinan kepada Allah.
2) Mengkokohkan kepercayaan masyarakat kepada seorang wali.
3) Adanya karomah merupakan bukti anugrah atau derajat yang diberikan Allah kepada seorang wali, agar pengabdiannya tetap istiqamah.
G. Perbedaan antara Kenabian dan Kewalian
Kenabian adalah jabatan spritual yang diberikan Allah kepada orang-orang pilihan dengan cara Allah memberikan wahyu kepadanya, sementara kewalian adalah kasih sayang Allah kepada orang-orang tertentu karena ia berusaha mujahadah taqarub kepada-Nya sehingga memberikan ilham kepada-Nya.
Kenabian adalah kalam yang datang dari Tuhan sebagai wahyu, bersama-sama ruh dari Tuhan, sebagai wahyu yang dinyatakan dan diperkuat dengan ruh. Kewalian adalah orang dimana Tuhan mempercayakan (waliyah) hadis-Nya. Tuhan membawa wali kepada diri-Nya dengan cara yang berbeda, dan dia mempunyai hadis.
Bukti-bukti Kenabian
Sebagai salah satu indikator pengakuan seseorang sebagai nabi dan rasul adalah adanya mu’jizat. Mu’jizat adalah kejadaian luar biasa yang diberikan Allah kepada seorang nabi atau rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulannya.
Syarat-syarat Mu’jizat
1. Mu’jizat, datangnya harus dari Allah sebagai kejadian luar biasa untuk menguatkan kenabia atau kerasulan seseorang.
2. Mu’jizat harus berupa kejadian luar biasa sehingga tidak ada yang dapat meniru.
3. Mu’jizat harus muncul dari seorang nabi agar dapat dijadikan bukti bagi risalahnya.
4. Mu’jizat harus diiringi dengan pengakuan kenabian, baik secara hakekat atau hukum. Biasanya didahului dengan kejadiaan luar biasa yang disebut irhash.
5. Mu’jizat harus sesuai dengan situasi dan kondisi di masa timbulnya, kalau tidak, maka pungsinya berubamenjadi ihanah, seperti yang terjadi pada Musilamah al-Kazzab.
6. Para penentang risalah tidak bisa mendatangkan yang sepertinya, jika bisa, maka mu’jizat itu palsu.
7. Mu’jizat boleh bertentangan dengan hukum alam.
Ma’unnah, Ihanah, Istidraj, Irkhas, Sihir, Sya’udah dan Garaib al-Mukhtari’ah.
Ma’unah adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada orang awam untuk melepaskan dirinya dari kesulitan.
Ihanah adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada seorang pembohong yang mengaku sebagai nabi, seperti yang pernah diberikan kepada Musailamah al-Kazzab.
Sedangkan Istidraj adalah kejadian luar biasa yang diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya. Adapaun Irkhas adalah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada calon nabi.
Sihir adalah suatu cara yang dapat menampilkan berbagai perbuatan yang aneh bagi yang tidak mengerti seluk beluknya, tetapi sebenarnya seluk beluknya itu dapat dipelajari.
As-Sya’udah adalah kejadiaan ;luar biasa yang biasa timbul di tangan seseorang, sehingga menampakan pesona dan kekaguman bagi yang melihatnya, meskipun kejadian itu tidak terjadi.
Garaib al-Mukhtariah adalah karya atau ucapan manusia disebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, seperti radio, televisi dan telepon, hp dan lain-lain.


Posting Komentar untuk "Pengertian Tasawuf"